April 07, 2013

Kenapa Muslim di Myanmar Tak Kunjung Aman?














Akhir tahun 2012, konflik antar etnis di Myanmar mengalami eskalasi. Konflik antara penduduk asli Myanmar yang beragama Buddha dan etnis Rohingya tersebut, memenuhi media lokal maupun internasional. Tahun 2013 gerakan separatisme di Myanmar yang dilakukan oleh etnis Rohingya masih berlangsung, yaitu keinginan untuk membentuk pemerintahan negara Rakhine. Disebabkan tidak amannya keadaan di Myanmar, kebanyakan etnis Rohingya memutuskan untuk bermigrasi ke tempat yang aman. Menurut data Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB), sekitar 650 jiwa etnis Rohingya terbunuh. Sedangkan  sekitar 115.000 jiwa terlantar, serta sekitar 2.528 rumah mengalami kerusakan.

Konflik antar etnis Rohingya dan penduduk Buddha Myanmar ini sebenarnya telah berlangsung dari dulu. Konflik antara muslim dan Buddha di Myanmar telah dimulai pada tahun 1784 Masehi, saat itu Burma belum diduduki oleh Inggris. Tahun 1784 merupakan tahun kemenangan bagi Buddha di Myanmar, yangmana penduduk Buddha Burma berhasil meruntuhkan kerajaan Islam di Arakan, setelah itu Burma diduduki oleh Inggris.

Jika dilihat dari posisi umat Islam di Myanmar, sebenarnya Islam telah masuk pada abad ke-9 Masehi ke Burma yang dibawa oleh pedagang. Sekitar tahun 1440-an berdiri kerajaan Islam Arakan (Rakhine, yaitu daerah yang diminta merdeka oleh Rohingya sekarang), kerajaan tersebut dipimpin oleh Naseruddin Mahmud Syah. Kemudian kerajaan ini semakin dekat hubungannya dengan Mughal India, dibawah pimpinan Bahadur Shah II.

Saat Buddha Burma menaklukkan kerajaan Islam Rakhine pada tahun 1784, benih permusuhan antara Buddha dan Islam di Myanmar semakin tegang. Ketegangan tersebut ditambah lagi dengan masuknya Inggris menduduki Burma tahun 1824. Dari tahun 1784 hingga sekarang, kenapa Muslim di Myanmar tetap menagalami tindakan kekerasan dari Buddha Burma?

Menurut pakar Politik Islam di Asia Tenggara Muhammad Faris Alfadh, S.IP, M.A, ada beberapa faktor yang menyebabkan ketegangan Muslim dan Buddha di Myanmar.

Pertama, Muslim di Myanmar merupakan pendatang dan penduduk asli Myanmar adalah Buddha. Masuknya Islam ke Myanmar pada abad ke-9 Masehi, tidak terlalu diterima oleh penduduk asli Burma. Berbeda dengan negara di Asia Tenggara lainnya, Islam datang disambut baik oleh pribumi dan diterima sebagai agama bagi mereka. Sebagai contohnya di Indonesia, Malaysia dan Thailand, Islam diterima dengan baik oleh pribumi.

Cara masuknya Islam di Asia Tenggara kebanyakan dibawa oleh pedagang, akan tetapi di Myanmar bukan cuma pedagang. Islam masuk ke Myanmar juga dibawa oleh imigran dari India, yangmana imigrasi tersebut atas dasar pendudukan Inggris di India. Kemudian pada tahun 1824 Inggris berhasil menduduki Burma.

Dengan kebijakan Inggris tersebutlah penduduk India dipindahkan ke Burma, dengan tujuan untuk membantu Inggris dalam mengelola swadaya ekonomi di Burma. Ambisi Inggris untuk menduduki Burma disebabkan oleh letak strategis Burma dalam jalur perdagangan. Myanmar yang berada diantara dua peradaban besar, yaitu India dan China sebagai peradaban yang paling tua di dunia, membuat Myanmar menjadi jalur perdagangan yang strategis.

Sedangkan alasan Inggris mengambil orang India sebagai pekerja di Burma, disebabkan oleh lamanya Inggris menduduki India. Dengan demikian kesetiaan orang India akan lebih kuat dari Burma menurut Inggris, selain itu di India tidak terlalu kuat pemberontakan pribumi atas pendudukan Inggris disana. Sehingga Inggris menjadikan India sebagai bagian dari negara persemakmuran atau disebut British India.

Kedua, orang India yang dipindahkan ke Mynamar oleh Inggris menguasai perekonomian. Hampir seluruh sektor ekonomi di Myanmar terdapat orang India, mulai dari sektor ekonomi pasar hingga merambah ke ranah pemerintahan. Namun yang menjadi permasalahan adalah migrasi dari India tersebut beragama Islam atau Muslim. Sehingga penduduk asli Myanmar yang beragama Buddha cemburu, disebabkan oleh banyaknya sektor ekonomi yang dikuasai oleh Muslim India sedangkan penduduk asli kurang mendapat tempat.

Muslim India yang mendapat tempat yang bebas dari Inggris, mulai membentuk organisasi sosial kemasyarakatan. Gerakan sosial yang dibuat oleh Muslim India bertujuan untuk memakmurkan ekonomi masyarakat di sekelilingnya. Selain organisasi keagamaan yang dibentuk oleh Muslim India, gerakan sosial dan keagamaan Muslim India tersebut tidak dilarang oleh Inggris. Hal tersebut disebabkan oleh gerakan Muslim India tidak mengganggu pendudukan Inggirs di Burma, berbeda dengan penduduk asli Burma yang menyatakan perang pada Inggris.

Akhirnya penduduk asli Buddha Burma menyatakan kebenciannya terhadad Muslim India. Yangmana dulunya penduduk asli hanya berusaha melawan penjajah yaitu Inggris, bertambah menjadi memusuhi Muslim India yang dibawa oleh Inggris ke Burma. Muslim India yang menjadi tulang punggung dari Inggris mendapat sentimen dari penduduk asli Burma.

Hingga pada tahun 1930-an kebencian panduduk Buddha Burma terhadap Muslim India berubah menjadi kebencian terhadap Islam. Untuk mengurangi ketegangan tersebut, Muslim India mulai bersifat terbuka dan berinteraksi lebih dekat dengan penduduk asli Burma. Adapun nama Muslim India setelah tahun 1930 tersebut disamakan dengan nama Burma. Dengan cara meninggalkan nama Islam dan menggunakan nama Burma, rupanya sentimen anti Muslim India berkurang di Burma.

Ketiga, beragam Muslim di Burma. Adapun imigran di Burma berasal dari berbagai negara seperti India, Bangladesh, China dan lainnya. Dari imigran tersebut mayoritas adalah orang Islam. Imigran dari Bangladesh dikenal sekarang ini sebagai etnis Rohingya, sedangkan imigran dari China disebabkan oleh jatuhnya Kesultanan Yuna (Muslim China) ke tangan kekaisaran China. Sehingga penduduk Musim China mencari suaka ke Burma. Adapun Muslim Rohingya yang pernah ingin kembali ke Bangladesh, tapi tidak diterima oleh Bangladesh. Disebabkan oleh sudah lamanya etnis Rohingya tinggal di Burma, itulah alasan Bangladesh menolak etnis Rohingya untuk kembali ke tanah asalnya.

Dari imigran di Burma tersebut, adapun imigran yang paling banyak adalah Muslim India. Namun, kenapa masalah Rohingya yang menjadi permasalahan konflik dengan Buddha di Myanmar?

Menurut Faris Al-Fadhat, India lebih bisa terbuka dan berinteraksi dengan penduduk asli Buddha Burma. Dengan cara meninggalkan nama Islam dan menggunakan nama Burma, Muslim India mendapat sambutan dan tempat yang baik di hati penduduk asli Burma. Selain itu India tidak ikut campur ke gerakan politik dalam melawan pemerintahan Burma, bahkan India lebih menjaga hubungan baik dengan penduduk asli.

Sangat berbeda dengan etnis Rohingya, yangmana Rohingya menuntut kemerdekaan atas Rakhine pada pemerintahan Myanmar. Gerakan politik pun banyak dibentuk oleh etnis Rohingya untuk melawan kekerasan dari Buddha Burma. Beberapa diantara gerakan politik Rohingya yaitu Arakan Rohingya National Organization (ARNO), Rohingya National Liberation Front (RNLF), Rohingya Solidarity Organizations (RSO) dan lainya.

Kenapa Rohingya ingin merdeka?

Dalam hal ini, Rohingya yang merupakan etnis dari Bangladesh dan tidak dianggap oleh negaranya sendiri, menjadi semangat awal bagi Rohingya untuk mendapatkan tempat tinggal yang menjadi identitas mereka. Namun, kenapa Rohingya harus memberontak terhadap Burma? Kenapa Rohingya tidak bisa seperti Muslim India yang lebih terbuka dan mengalah?

Menurut Faris, penyebab Rohingya memberontak dan ingin melakukan separatis (memisahkan diri dari Myanmar), yaitu faktor ketidakadilan dan kekerasan yang mereka terima dari Buddha Burma. Etnis Rohingya yang datang ke Burma dulunya sebagai orang buangan, dianggap oleh Buddha Burma sebagai etnis yang tidak layak ada di Burma.

Sebagaimana seorang pendatang ke negara lain, maka akan muncul sentimen mana tuan rumah dan mana penumpang. Hal tersebut juga terjadi di Indonesia, saat migrasi awal etnis Jawa ke Sumatera. Akan tetapi tidak sampai terjadi konflik fisik seperti penyiksaan dan konflik senjata.

Selain itu, proses migrasi etnis Jawa ke Sumatera pada pemerintahan presiden Soeharto, masih berada di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hal yang paling mendasar untuk menyatukan etnis Jawa dan Sumatera tersebut sangatlah efektif, yaitu sama-sama beragamakan Islam atau Muslim. Sedangkan di Myanmar, etnis Rohingya beragama Islam dan penduduk asli Burma beragama Buddha.

Rohingya yang tinggal di Rakhine utara dapat dikatakan sebagai daerah yang sangat miskin. Sumber daya alam yang rendah serta kurangnya pendidikan bagi masyarakat Rohingya, membuat posisi etnis Rohingya ini semakin dikucilkan oleh pemerintah. Bahkan sering dikesampingkan oleh Buddha Burma, karena merek menganggap etnis Rohingya adalah bangsa yang terebelakang dan tidak pantas berdampingan dengan mereka.

Oleh sebab itu juga pemerintah tidak pernah mendengarkan aspirasi dari masyarakat di Rakhine utara ini. Dengan tidak didengarnya aspirasi, serta sering menerima tindakan kekerasan seperti pemerkosaan, perampokan dan penyiksaan lainnya. Rohingya mengajukan diri untuk mendapatkan otonomi di daerah Rakhine utara tersebut. Sehingga organisasi perjuangan akan hak dan keadilan bermunculan dari etnis Rohingya. (syah)

Sumber berita: HI UMY

February 25, 2013

Proses Intelektual yang Akan Dikenang Sejarah





















Setiap manusia memiliki rasa takut untuk dilupakan. Setiap manusia mempunyai rasa ingin dikenal. Maka menulislah . Kalimat tersebut juga senada dengan kalimat dari seorang sejarawan Indonesia Pramoedya Ananta Toer. “orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis ia akan hilang dalam masyarakat dan dari sejarah.” Selain itu juga menjadi penting untuk mengalahkan ketakutan dalam diri dalam menulis dan merubahnya menjadi energi yang positif untuk membawa diri ke dalam proses intelektual. 

Begitulah yang disampaikan oleh Muhammad Faris Alfadh, MA. dalam acara training menulis kreatif yang diadakan oleh Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) di gedung AR. Fachrudin B Universitas Muhammadiya Yogyakarta (UMY), Ahad (24/2). Acara ini  diselenggarakan oleh IMM cabang A. R. Fachrudin  kota Yogyakarta dalam rangka acara Semarak Milad IMM ke-49. Acara yang merupakan salah satu dari rangkaian agenda Milad IMM ini bertemakan Wake Up and Writing dimana para immawan-immawati diajak untuk menyadari arti pentingnya menulis dan berkarya. 

Training menulis kreatif yang dihadiri oleh 100 peserta ini mengadirkan pembicara dari dua orang yang tidak asing di UMY yaitu Muhammad Faris Alfadh, MA. dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIPOL) dan Fahd Djibran penulis buku best seller yang juga  merupakan alumni Hubungan Internasional UMY. Mahasiswa UIN dan UII juga datang turut ikut serta dalam acara ini.

Dalam sesi pertama, Faris Alfadh memaparkan beberapa jenis tulisan dan teori lima (5) tahap untuk menulis. Ia juga menjelaskan bahwa tiada yang abadi di dunia ini kecuali karya. “Manusia tidak ada yang abadi dan hanya karya yang akan tetap dikenang oleh dunia dan sejarah. Menulis adalah proses intelektual dimana hati , pikiran dan jiwa bekerja untuk mendapatkan sebuah hasil yang dapat dirasakan, dibaca dan berguna bagi orang lain.” paparnya. Atmosfer sedikit berubah ketika pembicara yang merupakan salah satu penulis best seller yang sedang naik daun ini memaparkan presentasinya.  Fahd Djibran menegaskan bahwa menulis adalah proses mencari dan mendengarkan, (discovery and listening). Kedua hal itu merupakan pemacu proses intelektual dalam melihat dunia lebih luas dan memahami yang ada di sekeliling. “menulis akan menjadi lebih mudah ketika setiap orang dapat melakukan discovery and listening secara baik dan memahami setiap hal dengan bijak.”tandasnya. 

Acara yang kurang lebih berlangsung selama 4 jam ini banyak memotivasi para peserta untuk menyadari pentingnya generasi muda untuk menulis.  Motifasi diri untuk menulis tidak hanya didapat dari keinginan namun juga motifasi dari sesuatu yang tidak akan goyah, seperti halnya berusahalah seperti karang, yang tak pernah goyah walau diterpa ombak dan badai. Fahd juga memberikan penjelasan mengenai 4C. Menulis dengan menggunakan 4C: content (isi), context (konteks), coherence (hubungan), and color (gaya tulisan). 4C dapat diterapkan di semua jenis tulisan yang penulis inginkan.

Hal lainnya juga disampaikan bahwa menulis adalah komunikasi antar generasi. Menulis merupakan sebuah pemikiran yang dibuat oleh seseorang di masa itu agar diketahui jejaknya di masa yang akan datang. Cerita tentang peradaban tidak akan hilang dan terus akan diketahui oleh generasi ke generasi, sehingga menjadi sangat penting bagi generasi muda untuk mulai menulis. Training yang diakhiri dengan pemberian cindera mata kepada para pembicara mendapatkan apresiasi dari para peserta dan diharapkan akan ada aksi nyata setelah acara ini usai. “menulis menjadi salah satu cara untuk lebih dikenal dan dihargai juga semoga ada semangat baru untuk ‘follow up’ berkarya dalam menulis.”tutur Rudianto, peserta seminar, usai acara. (Red)

Sumber: LPPM Nuansa UMY

January 12, 2013

Gerakan Mahasiswa Islam Kini Tak Bergeming














Gerakan mahasiswa Islam yang dulu, berbeda secara pandangan tapi begitu kuat memegang prinsip Islam, serta peduli pada isu-isu seputar dunia Islam. Akan tetapi kini, gerakan mahasiswa Islam seakan tak peduli dengan isu-isu dunia Islam. Bahkan terkesan tak memberikan pengaruh pada kebijakan politik luar negeri pemerintah Indonesia, salah satunya isu Palestina dan Israel.
 
Demikian disampaikan Pakar Politik Dunia Islam jurusan Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (HI UMY) Muhammad Zahrul Anam, S.Ag, M.Si. dalam acara diskusi buku bertajuk “Persepsi Mahasiswa Islam terhadap Politik Luar Negeri Indonesia di Timur Tengah” di Ruang Simulasi Sidang HI UMY, Sabtu (12/1).
 
Turut menjadi pembicara dalam diskusi ini Pakar Diplomasi HI UMY Ratih Herningtyas, S.IP., M.A, serta Penulis Buku yang juga Dosen dan Alumni HI UMY Muhammad Faris Alfadh, S.IP., M.A. Adapun jalannya diskusi ini dipandu oleh Kepala Laboratorium HI UMY Ade Marup Wirasenjaya, S.IP., M.A.
 
Zahrul mengatakan, jika seandainya gerakan mahasiswa Islam di Indonesia bersatu, maka akan tercipta kekuatan yang dapat memberikan dampak signifikan terhadap pengambilan kebijakan pemerintah Indonesia.
 
“Gerakan mahasiswa Islam yang berbeda pandangan serta ideologi seperti saat ini, akan sulit untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah terutama kebijakan luar negeri. Tapi jika mereka bersatu, akan menghasilkan kekuatan yang tak tertandingi oleh gerakan mahasiswa lainnya,” kata dosen HI UMY ini.
 
Dari perspektif diplomasi, Ratih menjelaskan bahwa politik luar negeri suatu negara berasal dari apa yang terjadi di dalam negara itu sendiri. Sehingga kelompok mahasiswa merupakan kelompok yang mempunyai andil besar dalam pengambilan kebijakan luar negeri di suatu negara.
 
“Politik luar negeri berasal dari dalam negeri itu sendiri. Jadi sangat tepat yang dibahas dalam buku ini, bahwa dalam pengambilan kebijakan, pemerintah juga memperhatikan aspirasi dari mahasiswa,” jelas Sekretaris IPIRELs ini.
 
Dalam diskusi buku tersebut, Faris menjelaskan bahwa ketertarikan pergerakan mahasiswa Indonesia salah satunya adalah mobilisasi masyarakat. Dengan mobilisasi masyarakat tersebutlah yang membuat mahasiswa suka melakukan demonstrasi.
 
”Menurut kebanyakan gerakan mahasiswa, bahwa hal yang menarik adalah mobilisasi masyarakat. Sehingga mahasiswa sangat suka turun ke jalan melakukan demonstrasi. Akan tetapi mereka lupa untuk memperkaya intelektual sebagai mahasiswa,” jelas dosen HI UMY ini.
 
Faris menerangkan bahwa gerakan mahasiswa yang terpaut atau berafiliasi dengan partai politik tertentu akan mengakibatkan hilangnya idealisme pergerakan mahasiswa tersebut.
 
"Dapat kita lihat, jika suatu pergerakan mahasiswa berafiliasi pada partai politik tertentu. Maka idealismenya sebagai mahasiswa akan tereduksi,” terangnya.
 
Faris juga menambahkan bahwa gerakan mahasiswa dalam struktur pengambilan kebijakan di pemerintahan terletak di pressure group (kelompok penekan), selain itu pemerintah juga melihat ke gerakan mahasiswa karena gerakan mahasiswa lebih terstruktur dan terorganisir.
 
“Gerakan mahasiswa terletak di bagian kelompok penekan dalam pembentukan kebijakan oleh pemerintah. Selain itu pemerintah melirik gerakan mahasiswa karena lebih terstruktur,” tambahnya. (syah)

Sumber: www.hi.umy.ac.id