tag:blogger.com,1999:blog-67695923722930910252024-03-14T07:17:47.179-07:00Faris AlfadhFaris Alfadhathttp://www.blogger.com/profile/14884056569235245326noreply@blogger.comBlogger33125tag:blogger.com,1999:blog-6769592372293091025.post-15249908739480123152013-04-07T15:53:00.000-07:002013-04-07T15:53:06.687-07:00Kenapa Muslim di Myanmar Tak Kunjung Aman? <div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi1NY2X-8AylC2zElpGkpIyoZpZuoxMpqv1bI91Tss1ZK6WVWefo74c2Z7XKZ7pi4eh5NIXTcgydO3egD9UO8AOAG4mFng4Mym1EqWTtPqcacSvjWxBkyZBSU9GWQIYyYf_Vo1XP6AK2KM/s1600/timthumb.php.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi1NY2X-8AylC2zElpGkpIyoZpZuoxMpqv1bI91Tss1ZK6WVWefo74c2Z7XKZ7pi4eh5NIXTcgydO3egD9UO8AOAG4mFng4Mym1EqWTtPqcacSvjWxBkyZBSU9GWQIYyYf_Vo1XP6AK2KM/s1600/timthumb.php.jpg" /></a></div>
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Akhir tahun 2012, konflik antar etnis di Myanmar mengalami eskalasi.
Konflik antara penduduk asli Myanmar yang beragama Buddha dan etnis
Rohingya tersebut, memenuhi media lokal maupun internasional. Tahun 2013
gerakan separatisme di Myanmar yang dilakukan oleh etnis Rohingya masih
berlangsung, yaitu keinginan untuk membentuk pemerintahan negara
Rakhine. Disebabkan tidak amannya keadaan di Myanmar, kebanyakan etnis
Rohingya memutuskan untuk bermigrasi ke tempat yang aman. Menurut data
Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB), sekitar 650 jiwa etnis Rohingya
terbunuh. Sedangkan sekitar 115.000 jiwa terlantar, serta sekitar
2.528 rumah mengalami kerusakan.</span><br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
</span><br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Konflik antar etnis Rohingya dan penduduk Buddha Myanmar ini
sebenarnya telah berlangsung dari dulu. Konflik antara muslim dan Buddha
di Myanmar telah dimulai pada tahun 1784 Masehi, saat itu Burma belum
diduduki oleh Inggris. Tahun 1784 merupakan tahun kemenangan bagi Buddha
di Myanmar, yangmana penduduk Buddha Burma berhasil meruntuhkan
kerajaan Islam di Arakan, setelah itu Burma diduduki oleh Inggris.</span><br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
</span><br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Jika dilihat dari posisi umat Islam di Myanmar, sebenarnya Islam
telah masuk pada abad ke-9 Masehi ke Burma yang dibawa oleh pedagang.
Sekitar tahun 1440-an berdiri kerajaan Islam Arakan (Rakhine, yaitu
daerah yang diminta merdeka oleh Rohingya sekarang), kerajaan tersebut
dipimpin oleh Naseruddin Mahmud Syah. Kemudian kerajaan ini semakin
dekat hubungannya dengan Mughal India, dibawah pimpinan Bahadur Shah II.</span><br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
</span><br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Saat Buddha Burma menaklukkan kerajaan Islam Rakhine pada tahun 1784,
benih permusuhan antara Buddha dan Islam di Myanmar semakin tegang.
Ketegangan tersebut ditambah lagi dengan masuknya Inggris menduduki
Burma tahun 1824. Dari tahun 1784 hingga sekarang, kenapa Muslim di
Myanmar tetap menagalami tindakan kekerasan dari Buddha Burma?</span><br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
</span><br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Menurut pakar Politik Islam di Asia Tenggara <a href="http://hi.umy.ac.id/profil-dosen/muhammad-faris-al-fadhat/" target="_blank" title="Muhammad Faris Al-Fadhat, S.IP., M.A.">Muhammad Faris Alfadh, S.IP, M.A</a><a href="http://hi.umy.ac.id/profil-dosen/muhammad-faris-al-fadhat/" target="_blank">,</a> ada beberapa faktor yang menyebabkan ketegangan Muslim dan Buddha di Myanmar.</span><br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
</span><br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><strong>Pertama</strong>, Muslim di Myanmar merupakan
pendatang dan penduduk asli Myanmar adalah Buddha. Masuknya Islam ke
Myanmar pada abad ke-9 Masehi, tidak terlalu diterima oleh penduduk asli
Burma. Berbeda dengan negara di Asia Tenggara lainnya, Islam datang
disambut baik oleh pribumi dan diterima sebagai agama bagi mereka.
Sebagai contohnya di Indonesia, Malaysia dan Thailand, Islam diterima
dengan baik oleh pribumi.</span><br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
</span><br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Cara masuknya Islam di Asia Tenggara kebanyakan dibawa oleh pedagang,
akan tetapi di Myanmar bukan cuma pedagang. Islam masuk ke Myanmar juga
dibawa oleh imigran dari India, yangmana imigrasi tersebut atas dasar
pendudukan Inggris di India. Kemudian pada tahun 1824 Inggris berhasil
menduduki Burma.</span><br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
</span><br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Dengan kebijakan Inggris tersebutlah penduduk India dipindahkan ke
Burma, dengan tujuan untuk membantu Inggris dalam mengelola swadaya
ekonomi di Burma. Ambisi Inggris untuk menduduki Burma disebabkan oleh
letak strategis Burma dalam jalur perdagangan. Myanmar yang berada
diantara dua peradaban besar, yaitu India dan China sebagai peradaban
yang paling tua di dunia, membuat Myanmar menjadi jalur perdagangan yang
strategis.</span><br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
</span><br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Sedangkan alasan Inggris mengambil orang India sebagai pekerja di
Burma, disebabkan oleh lamanya Inggris menduduki India. Dengan demikian
kesetiaan orang India akan lebih kuat dari Burma menurut Inggris, selain
itu di India tidak terlalu kuat pemberontakan pribumi atas pendudukan
Inggris disana. Sehingga Inggris menjadikan India sebagai bagian dari
negara persemakmuran atau disebut British India.</span><br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
</span><br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><strong>Kedua</strong>, orang India yang dipindahkan ke
Mynamar oleh Inggris menguasai perekonomian. Hampir seluruh sektor
ekonomi di Myanmar terdapat orang India, mulai dari sektor ekonomi pasar
hingga merambah ke ranah pemerintahan. Namun yang menjadi permasalahan
adalah migrasi dari India tersebut beragama Islam atau Muslim. Sehingga
penduduk asli Myanmar yang beragama Buddha cemburu, disebabkan oleh
banyaknya sektor ekonomi yang dikuasai oleh Muslim India sedangkan
penduduk asli kurang mendapat tempat.</span><br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
</span><br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Muslim India yang mendapat tempat yang bebas dari Inggris, mulai
membentuk organisasi sosial kemasyarakatan. Gerakan sosial yang dibuat
oleh Muslim India bertujuan untuk memakmurkan ekonomi masyarakat di
sekelilingnya. Selain organisasi keagamaan yang dibentuk oleh Muslim
India, gerakan sosial dan keagamaan Muslim India tersebut tidak dilarang
oleh Inggris. Hal tersebut disebabkan oleh gerakan Muslim India tidak
mengganggu pendudukan Inggirs di Burma, berbeda dengan penduduk asli
Burma yang menyatakan perang pada Inggris.</span><br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
</span><br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Akhirnya penduduk asli Buddha Burma menyatakan kebenciannya terhadad
Muslim India. Yangmana dulunya penduduk asli hanya berusaha melawan
penjajah yaitu Inggris, bertambah menjadi memusuhi Muslim India yang
dibawa oleh Inggris ke Burma. Muslim India yang menjadi tulang punggung
dari Inggris mendapat sentimen dari penduduk asli Burma.</span><br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
</span><br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Hingga pada tahun 1930-an kebencian panduduk Buddha Burma terhadap
Muslim India berubah menjadi kebencian terhadap Islam. Untuk mengurangi
ketegangan tersebut, Muslim India mulai bersifat terbuka dan
berinteraksi lebih dekat dengan penduduk asli Burma. Adapun nama Muslim
India setelah tahun 1930 tersebut disamakan dengan nama Burma. Dengan
cara meninggalkan nama Islam dan menggunakan nama Burma, rupanya
sentimen anti Muslim India berkurang di Burma.</span><br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
</span><br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><strong>Ketiga</strong>, beragam Muslim di Burma. Adapun
imigran di Burma berasal dari berbagai negara seperti India, Bangladesh,
China dan lainnya. Dari imigran tersebut mayoritas adalah orang Islam.
Imigran dari Bangladesh dikenal sekarang ini sebagai etnis Rohingya,
sedangkan imigran dari China disebabkan oleh jatuhnya Kesultanan Yuna
(Muslim China) ke tangan kekaisaran China. Sehingga penduduk Musim China
mencari suaka ke Burma. Adapun Muslim Rohingya yang pernah ingin
kembali ke Bangladesh, tapi tidak diterima oleh Bangladesh. Disebabkan
oleh sudah lamanya etnis Rohingya tinggal di Burma, itulah alasan
Bangladesh menolak etnis Rohingya untuk kembali ke tanah asalnya.</span><br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
</span><br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Dari imigran di Burma tersebut, adapun imigran yang paling banyak
adalah Muslim India. Namun, kenapa masalah Rohingya yang menjadi
permasalahan konflik dengan Buddha di Myanmar?</span><br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
</span><br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Menurut Faris Al-Fadhat, India lebih bisa terbuka dan berinteraksi
dengan penduduk asli Buddha Burma. Dengan cara meninggalkan nama Islam
dan menggunakan nama Burma, Muslim India mendapat sambutan dan tempat
yang baik di hati penduduk asli Burma. Selain itu India tidak ikut
campur ke gerakan politik dalam melawan pemerintahan Burma, bahkan India
lebih menjaga hubungan baik dengan penduduk asli.</span><br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
</span><br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Sangat berbeda dengan etnis Rohingya, yangmana Rohingya menuntut
kemerdekaan atas Rakhine pada pemerintahan Myanmar. Gerakan politik pun
banyak dibentuk oleh etnis Rohingya untuk melawan kekerasan dari Buddha
Burma. Beberapa diantara gerakan politik Rohingya yaitu Arakan Rohingya
National Organization (ARNO), Rohingya National Liberation Front (RNLF),
Rohingya Solidarity Organizations (RSO) dan lainya.</span><br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
</span><br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><strong>Kenapa Rohingya ingin merdeka?</strong></span><br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
</span><br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Dalam hal ini, Rohingya yang merupakan etnis dari Bangladesh dan
tidak dianggap oleh negaranya sendiri, menjadi semangat awal bagi
Rohingya untuk mendapatkan tempat tinggal yang menjadi identitas mereka.
Namun, kenapa Rohingya harus memberontak terhadap Burma? Kenapa
Rohingya tidak bisa seperti Muslim India yang lebih terbuka dan
mengalah?</span><br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
</span><br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Menurut Faris, penyebab Rohingya memberontak dan ingin melakukan
separatis (memisahkan diri dari Myanmar), yaitu faktor ketidakadilan dan
kekerasan yang mereka terima dari Buddha Burma. Etnis Rohingya yang
datang ke Burma dulunya sebagai orang buangan, dianggap oleh Buddha
Burma sebagai etnis yang tidak layak ada di Burma.</span><br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
</span><br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Sebagaimana seorang pendatang ke negara lain, maka akan muncul
sentimen mana tuan rumah dan mana penumpang. Hal tersebut juga terjadi
di Indonesia, saat migrasi awal etnis Jawa ke Sumatera. Akan tetapi
tidak sampai terjadi konflik fisik seperti penyiksaan dan konflik
senjata.</span><br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
</span><br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Selain itu, proses migrasi etnis Jawa ke Sumatera pada pemerintahan
presiden Soeharto, masih berada di dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI). Hal yang paling mendasar untuk menyatukan etnis Jawa
dan Sumatera tersebut sangatlah efektif, yaitu sama-sama beragamakan
Islam atau Muslim. Sedangkan di Myanmar, etnis Rohingya beragama Islam
dan penduduk asli Burma beragama Buddha.</span><br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
</span><br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Rohingya yang tinggal di Rakhine utara dapat dikatakan sebagai daerah
yang sangat miskin. Sumber daya alam yang rendah serta kurangnya
pendidikan bagi masyarakat Rohingya, membuat posisi etnis Rohingya ini
semakin dikucilkan oleh pemerintah. Bahkan sering dikesampingkan oleh
Buddha Burma, karena merek menganggap etnis Rohingya adalah bangsa yang
terebelakang dan tidak pantas berdampingan dengan mereka.</span><br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
</span><br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Oleh sebab itu juga pemerintah tidak pernah mendengarkan aspirasi
dari masyarakat di Rakhine utara ini. Dengan tidak didengarnya aspirasi,
serta sering menerima tindakan kekerasan seperti pemerkosaan,
perampokan dan penyiksaan lainnya. Rohingya mengajukan diri untuk
mendapatkan otonomi di daerah Rakhine utara tersebut. Sehingga
organisasi perjuangan akan hak dan keadilan bermunculan dari etnis
Rohingya. (<strong><em>syah</em></strong>)</span><br />
<br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Sumber berita: <a href="http://hi.umy.ac.id/kenapa-muslim-di-myanmar-tak-kunjung-aman/">HI UMY</a> </span>Faris Alfadhathttp://www.blogger.com/profile/14884056569235245326noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6769592372293091025.post-58999998815848012622013-02-25T14:59:00.000-08:002013-02-25T14:59:12.880-08:00Proses Intelektual yang Akan Dikenang Sejarah<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgZVJPwAZMbwpdheBzMFtTIWVPxDAeG6Z6po-8W9O1-6TtDsYkfgguf9R9cC05z7p345qG32N2Qg1yXwPrkZYFytf6GFP1iBRBA8bVX0iXUNbNJFDCNH9J1seG-FUHUZw76AzqBLp3KOUs/s1600/P1020999.JPG" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="303" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgZVJPwAZMbwpdheBzMFtTIWVPxDAeG6Z6po-8W9O1-6TtDsYkfgguf9R9cC05z7p345qG32N2Qg1yXwPrkZYFytf6GFP1iBRBA8bVX0iXUNbNJFDCNH9J1seG-FUHUZw76AzqBLp3KOUs/s400/P1020999.JPG" width="400" /></a></span></span></div>
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="line-height: 115%;">Setiap
manusia memiliki rasa takut untuk dilupakan. Setiap manusia mempunyai rasa
ingin dikenal. Maka menulislah . Kalimat tersebut juga senada dengan kalimat
dari seorang sejarawan Indonesia Pramoedya Ananta Toer. “orang boleh pandai
setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis ia akan hilang dalam masyarakat
dan dari sejarah.” Selain itu juga menjadi penting untuk mengalahkan ketakutan
dalam diri dalam menulis dan merubahnya menjadi energi yang positif untuk
membawa diri ke dalam proses intelektual.</span></span></span><span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="line-height: 115%;"> </span></span></span><br />
<br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="line-height: 115%;">Begitulah
yang disampaikan oleh Muhammad Faris Alfadh, MA. dalam acara training menulis kreatif
yang diadakan oleh Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) di gedung AR. Fachrudin
B Universitas Muhammadiya Yogyakarta (UMY), Ahad (24/2). Acara ini diselenggarakan oleh IMM cabang A. R.
Fachrudin kota Yogyakarta dalam rangka
acara Semarak Milad IMM ke-49. Acara yang merupakan salah satu dari rangkaian
agenda Milad IMM ini bertemakan <i>Wake Up
and Writing</i> dimana para immawan-immawati diajak untuk menyadari arti
pentingnya menulis dan berkarya.</span></span></span><span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="line-height: 115%;"> </span></span></span><br />
<br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="line-height: 115%;">Training
menulis kreatif yang dihadiri oleh 100 peserta ini mengadirkan pembicara dari
dua orang yang tidak asing di UMY yaitu Muhammad Faris Alfadh, MA. dosen
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIPOL) dan Fahd Djibran penulis buku best
seller yang juga merupakan alumni
Hubungan Internasional UMY. Mahasiswa UIN dan UII juga datang turut ikut serta
dalam acara ini.</span></span></span><br />
<br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="line-height: 115%;">Dalam
sesi pertama, Faris Alfadh memaparkan beberapa jenis tulisan dan teori lima (5)
tahap untuk menulis. Ia juga menjelaskan bahwa tiada yang abadi di dunia ini
kecuali karya. “Manusia tidak ada yang abadi dan hanya karya yang akan tetap
dikenang oleh dunia dan sejarah. Menulis adalah proses intelektual dimana hati
, pikiran dan jiwa bekerja untuk mendapatkan sebuah hasil yang dapat dirasakan,
dibaca dan berguna bagi orang lain.” paparnya. Atmosfer sedikit berubah ketika
pembicara yang merupakan salah satu penulis best seller yang sedang naik daun
ini memaparkan presentasinya. Fahd
Djibran menegaskan bahwa menulis adalah proses mencari dan mendengarkan<i>, (discovery and listening)</i>. Kedua hal
itu merupakan pemacu proses intelektual dalam melihat dunia lebih luas dan
memahami yang ada di sekeliling. “menulis akan menjadi lebih mudah ketika
setiap orang dapat melakukan <i>discovery
and listening</i> secara baik dan memahami setiap hal dengan bijak.”tandasnya.</span></span></span><span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="line-height: 115%;"> </span></span></span><br />
<br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="line-height: 115%;">Acara
yang kurang lebih berlangsung selama 4 jam ini banyak memotivasi para peserta
untuk menyadari pentingnya generasi muda untuk menulis.<i> </i>Motifasi diri untuk menulis
tidak hanya didapat dari keinginan namun juga motifasi dari sesuatu yang tidak
akan goyah, seperti halnya berusahalah seperti karang, yang tak pernah goyah
walau diterpa ombak dan badai. Fahd juga memberikan penjelasan mengenai 4C.
Menulis dengan menggunakan 4C: <i>content </i>(isi)<i>, context </i>(konteks)<i>, coherence</i> (hubungan)<i>, and color
</i>(gaya tulisan)<i>.</i> 4C dapat
diterapkan di semua jenis tulisan yang penulis inginkan.</span></span></span><br />
<br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="line-height: 115%;">Hal
lainnya juga disampaikan bahwa menulis adalah komunikasi antar generasi. Menulis
merupakan sebuah pemikiran yang dibuat oleh seseorang di masa itu agar
diketahui jejaknya di masa yang akan datang. Cerita tentang peradaban tidak
akan hilang dan terus akan diketahui oleh generasi ke generasi, sehingga
menjadi sangat penting bagi generasi muda untuk mulai menulis. Training yang
diakhiri dengan pemberian cindera mata kepada para pembicara mendapatkan
apresiasi dari para peserta dan diharapkan akan ada aksi nyata setelah acara
ini usai. “menulis menjadi salah satu cara untuk lebih dikenal dan dihargai
juga semoga ada semangat baru untuk ‘follow up’ berkarya dalam menulis.”tutur Rudianto,
peserta seminar, usai acara. (<b>Red</b>)</span></span></span><br />
<br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="line-height: 115%;">Sumber: <a href="http://nuansa.persmahasiswa.org/2013/02/proses-intelektual-yang-akan-dikenang.html" target="_blank">LPPM Nuansa UMY</a></span></span></span><br />
Faris Alfadhathttp://www.blogger.com/profile/14884056569235245326noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6769592372293091025.post-49658081287810892612013-01-12T00:51:00.000-08:002013-02-25T15:01:05.905-08:00Gerakan Mahasiswa Islam Kini Tak Bergeming<br />
<div class="separator" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em; text-align: center;">
<span style="clear: left; float: left; font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="180" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi8ej4iYGHI7Yy708kaMVREM1dkT-sQf5dxyC6nXmHOiCkGlzkeiqCuSEelVA8jTRO-cNGEyaCnBIObkSGw8Qo7v0nYAreznOKW8j4Gq3dF_R7ps19gLIdE-HCbyU2C7Seynhaj2VA6DTI/s400/timthumb.php.jpg" width="400" /></span><span style="font-size: small;"></span></div>
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Gerakan mahasiswa Islam yang dulu, berbeda secara pandangan tapi
begitu kuat memegang prinsip Islam, serta peduli pada isu-isu seputar
dunia Islam. Akan tetapi kini, gerakan mahasiswa Islam seakan tak peduli
dengan isu-isu dunia Islam. Bahkan terkesan tak memberikan pengaruh
pada kebijakan politik luar negeri pemerintah Indonesia, salah satunya
isu Palestina dan Israel.</span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
</span></span>
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"> </span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Demikian disampaikan Pakar Politik Dunia Islam jurusan Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (HI UMY) <span style="color: black;"><a href="http://hi.umy.ac.id/profil-dosen/muhammad-zahrul-anam/" target="_blank" title="Muhammad Zahrul Anam, S.Ag, M.Si.">Muhammad Zahrul Anam</a>,
S.Ag, M.Si. dalam acara diskusi buku bertajuk “Persepsi Mahasiswa Islam
terhadap Politik Luar Negeri Indonesia di Timur Tengah” di Ruang
Simulasi Sidang HI UMY, Sabtu (12/1).</span></span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
</span></span>
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"> </span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Turut menjadi pembicara dalam diskusi ini Pakar Diplomasi HI UMY <span style="color: black;"><a href="http://hi.umy.ac.id/profil-dosen/ratih-herningtyas/" target="_blank" title="Ratih Herningtyas, S.IP, M.A.">Ratih Herningtyas</a>, S.IP., M.A, serta Penulis Buku yang juga Dosen dan Alumni HI UMY <a href="http://hi.umy.ac.id/profil-dosen/muhammad-faris-al-fadhat/" target="_blank" title="Muhammad Faris Al-Fadhat, S.IP., M.A.">Muhammad Faris Alfadh</a>, S.IP., M.A. Adapun jalannya diskusi ini dipandu oleh Kepala Laboratorium HI UMY <a href="http://hi.umy.ac.id/profil-dosen/ade-marup-wirasenjaya/" target="_blank" title="Ade Marup Wirasenjaya, S.IP., M.A.">Ade Marup Wirasenjaya</a>, S.IP., M.A.</span></span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
</span></span>
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"> </span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Zahrul mengatakan, jika seandainya gerakan mahasiswa Islam di
Indonesia bersatu, maka akan tercipta kekuatan yang dapat memberikan
dampak signifikan terhadap pengambilan kebijakan pemerintah Indonesia.</span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
</span></span>
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"> </span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">“Gerakan mahasiswa Islam yang berbeda pandangan serta ideologi
seperti saat ini, akan sulit untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah
terutama kebijakan luar negeri. Tapi jika mereka bersatu, akan
menghasilkan kekuatan yang tak tertandingi oleh gerakan mahasiswa
lainnya,” kata dosen HI UMY ini.</span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
</span></span>
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"> </span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Dari perspektif diplomasi, Ratih menjelaskan bahwa politik luar
negeri suatu negara berasal dari apa yang terjadi di dalam negara itu
sendiri. Sehingga kelompok mahasiswa merupakan kelompok yang mempunyai
andil besar dalam pengambilan kebijakan luar negeri di suatu negara.</span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
</span></span>
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"> </span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">“Politik luar negeri berasal dari dalam negeri itu sendiri. Jadi
sangat tepat yang dibahas dalam buku ini, bahwa dalam pengambilan
kebijakan, pemerintah juga memperhatikan aspirasi dari mahasiswa,” jelas
Sekretaris IPIRELs ini.</span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
</span></span>
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"> </span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Dalam diskusi buku tersebut, Faris menjelaskan bahwa ketertarikan
pergerakan mahasiswa Indonesia salah satunya adalah mobilisasi
masyarakat. Dengan mobilisasi masyarakat tersebutlah yang membuat
mahasiswa suka melakukan demonstrasi.</span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
</span></span>
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"> </span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">”Menurut kebanyakan gerakan mahasiswa, bahwa hal yang menarik adalah
mobilisasi masyarakat. Sehingga mahasiswa sangat suka turun ke jalan
melakukan demonstrasi. Akan tetapi mereka lupa untuk memperkaya
intelektual sebagai mahasiswa,” jelas dosen HI UMY ini.</span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
</span></span>
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"> </span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Faris menerangkan bahwa gerakan mahasiswa yang terpaut atau
berafiliasi dengan partai politik tertentu akan mengakibatkan hilangnya
idealisme pergerakan mahasiswa tersebut.</span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
</span></span>
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"> </span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">"Dapat kita lihat, jika suatu pergerakan mahasiswa berafiliasi pada
partai politik tertentu. Maka idealismenya sebagai mahasiswa akan
tereduksi,” terangnya.</span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
</span></span>
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"> </span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Faris juga menambahkan bahwa gerakan mahasiswa dalam struktur pengambilan kebijakan di pemerintahan terletak di <i>pressure group</i>
(kelompok penekan), selain itu pemerintah juga melihat ke gerakan
mahasiswa karena gerakan mahasiswa lebih terstruktur dan terorganisir.</span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
</span></span>
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"> </span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">“Gerakan mahasiswa terletak di bagian kelompok penekan dalam
pembentukan kebijakan oleh pemerintah. Selain itu pemerintah melirik
gerakan mahasiswa karena lebih terstruktur,” tambahnya. (<b><i>syah</i></b>)</span></span><br />
<br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Sumber: <a href="http://hi.umy.ac.id/gerakan-mahasiswa-islam-kini-tak-bergeming/" target="_blank">www.hi.umy.ac.id </a></span></span>Faris Alfadhathttp://www.blogger.com/profile/14884056569235245326noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6769592372293091025.post-81472684672844837332013-01-01T02:03:00.000-08:002013-02-25T15:01:19.645-08:00Persepsi Gerakan Mahasiswa Islam<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjtvxXWnQ_zjYap1fTB3lWO2yoKdzIEIjfI5IFcrq_WbzGC-Q4ZCPAdssmEDlRblnlsP8iMpOj8u4ohqN2r9DIh_tAetEjXdy6bvkKeP4P6lIEsk08edRtKkl0p_-BbUESr87z_E5xOaFA/s1600/Document1.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjtvxXWnQ_zjYap1fTB3lWO2yoKdzIEIjfI5IFcrq_WbzGC-Q4ZCPAdssmEDlRblnlsP8iMpOj8u4ohqN2r9DIh_tAetEjXdy6bvkKeP4P6lIEsk08edRtKkl0p_-BbUESr87z_E5xOaFA/s320/Document1.jpg" width="224" /></a></div>
<b><span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span class="fbPhotosPhotoCaption" id="fbPhotoPageCaption" tabindex="0"><span class="hasCaption">Judul Buku: </span></span></span></span></b><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span class="fbPhotosPhotoCaption" id="fbPhotoPageCaption" tabindex="0"><span class="hasCaption">Persepsi Gerakan Mahasiswa Islam Terhadap</span></span></span></span> <span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span class="fbPhotosPhotoCaption" id="fbPhotoPageCaption" tabindex="0"><span class="hasCaption">Politik Luar Negeri Indonesia di Timur Tengah<br /> <b>Penulis: </b></span></span></span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span class="fbPhotosPhotoCaption" id="fbPhotoPageCaption" tabindex="0"><span class="hasCaption">Muhammad Faris Alfadh<br /> <b>Penerbit:</b> </span></span></span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span class="fbPhotosPhotoCaption" id="fbPhotoPageCaption" tabindex="0"><span class="hasCaption">Prudent Media & Jurusan HI UMY<br /> <b>Halaman: </b></span></span></span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span class="fbPhotosPhotoCaption" id="fbPhotoPageCaption" tabindex="0"><span class="hasCaption">239 halaman<br /><span class="text_exposed_show"> <b>ISBN: </b></span></span></span></span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span class="fbPhotosPhotoCaption" id="fbPhotoPageCaption" tabindex="0"><span class="hasCaption"><span class="text_exposed_show">978-602-18573-4-2<br /> <b>Tahun Terbit:</b> </span></span></span></span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span class="fbPhotosPhotoCaption" id="fbPhotoPageCaption" tabindex="0"><span class="hasCaption"><span class="text_exposed_show">Desember 2012<br /> </span></span></span></span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span class="fbPhotosPhotoCaption" id="fbPhotoPageCaption" tabindex="0"><span class="hasCaption"><span class="text_exposed_show"><br /> ***<br /> <br />
Konflik yang terjadi di Timur Tengah, terutama pertikaian antara
Palestina dan Israel, tidak saja menjadi persoalan pelik di kawasan,
tetapi sudah menjadi isu internasional. Di saat yang bersamaan,
pemerintah Indonesia terus didorong untuk menunjukkan sikap dan
keberpihakannya. Fakta bahwa bangsa ini merupakan negara dengan penduduk
muslim terbesar di dunia, serta sejarah kebencian akan kolonialisme,
membuat emosi keagamaan dan sentimen negara tertindas kerap mewarnai
riuh rendah sikap publik dalam menyikapi konflik tersebut. <br /> <br />
Tetapi benarkah pilihan-pilihan kebijakan yang diambil pemerintah
Indonesia telah menunjukkan kemandirian serta keberpihakan yang adil?
Apakah preferensi publik juga menjadi pertimbangan yang dominan? <br /> <br />
Buku ini mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dari sudut
pandang dan respon para aktivis mahasiswa Islam. Sebagai salah satu
aktor pro demokrasi dalam sistem politik Indonesia, selain melakukan
pembacaan atas wacana-wacana demokratis, keadilan, dan kemanusiaan,
kelompok mahasiswa ini juga membangun keberpihakan yang jelas terhadap
isu-isu internasional. Karena itu pula, persoalan yang terjadi di
kawasan Timur Tengah, seperti konflik dan ketidak adilan, mendapat
perhatian serius.</span></span></span></span></span>Faris Alfadhathttp://www.blogger.com/profile/14884056569235245326noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6769592372293091025.post-17151353296019819782012-12-03T08:00:00.001-08:002012-12-03T08:06:41.407-08:00Dilema Israel, Derita Gaza<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEidlASsesOILcj5RpJffAq5NBAw95-XOnbkwzG-5VfUkmMWwsInUSzHURiHKpcfpV24a_6D1zLqVTGx5LV-SlfmQwb1wnewsrOkeShyphenhyphenDVU_7-2QKknMgwPbj1zIBJTyqgG-dw-okEmCViE/s1600/Palestina-Israel+(10).jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="228" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEidlASsesOILcj5RpJffAq5NBAw95-XOnbkwzG-5VfUkmMWwsInUSzHURiHKpcfpV24a_6D1zLqVTGx5LV-SlfmQwb1wnewsrOkeShyphenhyphenDVU_7-2QKknMgwPbj1zIBJTyqgG-dw-okEmCViE/s400/Palestina-Israel+(10).jpg" width="400" /></a></div>
<!--[if gte mso 9]><xml>
<w:WordDocument>
<w:View>Normal</w:View>
<w:Zoom>0</w:Zoom>
<w:TrackMoves/>
<w:TrackFormatting/>
<w:PunctuationKerning/>
<w:ValidateAgainstSchemas/>
<w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid>
<w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent>
<w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText>
<w:DoNotPromoteQF/>
<w:LidThemeOther>EN-US</w:LidThemeOther>
<w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian>
<w:LidThemeComplexScript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript>
<w:Compatibility>
<w:BreakWrappedTables/>
<w:SnapToGridInCell/>
<w:WrapTextWithPunct/>
<w:UseAsianBreakRules/>
<w:DontGrowAutofit/>
<w:SplitPgBreakAndParaMark/>
<w:DontVertAlignCellWithSp/>
<w:DontBreakConstrainedForcedTables/>
<w:DontVertAlignInTxbx/>
<w:Word11KerningPairs/>
<w:CachedColBalance/>
</w:Compatibility>
<w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel>
<m:mathPr>
<m:mathFont m:val="Cambria Math"/>
<m:brkBin m:val="before"/>
<m:brkBinSub m:val="--"/>
<m:smallFrac m:val="off"/>
<m:dispDef/>
<m:lMargin m:val="0"/>
<m:rMargin m:val="0"/>
<m:defJc m:val="centerGroup"/>
<m:wrapIndent m:val="1440"/>
<m:intLim m:val="subSup"/>
<m:naryLim m:val="undOvr"/>
</m:mathPr></w:WordDocument>
</xml><![endif]--><br />
<!--[if gte mso 9]><xml>
<w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true"
DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="267">
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" Name="Default Paragraph Font"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="34" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="List Paragraph"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/>
</w:LatentStyles>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]>
<style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin-top:0cm;
mso-para-margin-right:0cm;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0cm;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-theme-font:minor-fareast;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;}
</style>
<![endif]-->
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Pertempuran delapan hari antara Israel dan Hamas, yang
menewaskan lebih
dari 160 warga Palestina dan lima penduduk Israel,
akhirnya berakhir dengan gencatan senjata, Rabu (21/11). Upaya damai tersebut sangat
penting bagi warga Palestina, karena tidak saja dapat menghindari jatuhnya
lebih banyak korban, tetapi sekaligus memberikan harapan untuk kembali
membangun puing-puing kehidupan yang sempat runtuh.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Bagaimana menjelaskan operasi militer Israel yang
dilakukan di akhir tahun ini, serta apa yang diinginkan negara Yahudi tersebut
melalui palagan terbuka? Setidaknya ada tiga argumen. Pertama, sebagai bagian dari
upaya melumpuhkan kekuatan anti-Israel Palestina, terutama kelompok militan
yang menggunakan strategi militer seperti Hamas. Kedua, serangan bombardir ke
Gaza akan dapat memaksa Palestina, juga negara-negara Arab, untuk duduk di meja
perundingan. Ketiga, pertimbangan atas kepentingan-kepentingan politik
domestik.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Tidak bisa dipungkiri bahwa Hamas dipandang sebagai
ancaman paling serius bagi cita-cita terwujudnya Israel Raya, yang mencakup
keseluruhan wilayah Israel dan Palestina. Untuk itu, memukul habis Hamas
menjadi amat penting. Namun benarkah Israel berniat menghabisi Hamas? </span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Noam Chomsky, intelektual Amerika Serikat keturunan
Yahudi, dalam bukunya <i>Middle East
Illusions: Including Peace in the Middle East? Reflections on Justice and
Nationhood</i> (2003), percaya bahwa Israel punya kekuatan untuk menang di
setiap pertempuran melalui serangan-serangan ekplosif. Persenjataan Israel
adalah yang paling canggih di Timur Tengah. Namun kemenangan tersebut, menurut
Chomsky, juga berarti kerugian bagi Israel. Jurang kebencian rakyat Palestina
akan semakin dalam, niat balas dendam pun akan kuat bersemayam. Selain itu negara-negara
di Timur Tengah sepert Mesir, Suriah, Lebanon, dan Iran siap menabuh genderang
perang. Oleh karenanya, Israel sadar betul bahwa upaya menghabisi Hamas sama
saja membangun kehancuran sendiri. </span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Asumsi kedua tampak lebih masuk akal. Konflik serupa
yang terjadi sebelumnya di tahun 2006 dan 2008, menunjukkan bagaimana gencatan
senjata hadir pasca pertempuran yang menyakitkan. Namun menjelaskan agresi
Israel dari sudut pandang ini juga terbilang absurd. Gencatan senjata justru kerap
kali mentah di tangah Israel sendiri. Pasca kesepakan damai Rabu kemarin,
misalnya, pernyataan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, tetap memberi
celah bagi dilakukannya kekerasan lanjutan. Israel akan mengambil segala langkah
yang diperlukan untuk melindungi warganya.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Konteks
politik domestik Israel lebih dapat menjelaskan alasan operasi militer kali
ini. Kekuatan-kekuatan politik Israel terpolarisasi ke dalam ideologi
konserfatif dan moderat. Partai Likud, yang saat ini berkuasa, bersama partai
lainnya seperti Yisrael Beitenu, Shah, National Union, dan The Jewish Home, berada
pada spektrum kanan yang lebih mengedepankan opsi militer dalam menghadapi
kekuatan anti-Israel. Sementara Partai Kadima, beserta Partai Buruh, United
Torah Judaism, United Arab List, dan Meretz berada di sayap kiri yang masih memberi
ruang bagi negosiasi demi perdamaian. </span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Persoalannya
adalah, rakyat Israel lebih banyak (meski tidak semua) mendukung
kebijakan-kebijakan yang keras terhadap Hamas. Sehingga dalam hal ini, pilihan
untuk mendapatkan dukungan publik menjadi pertaruhan, terlebih di saat-saat menjelang
pemilu. Asher Arian, pengamat politik dari Haifa
University, Israel, pernah berujar bahwa “partai-partai berkuasa kerap menjadikan
perang sebagai propaganda untuk menangguk untung”. </span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Menjelang
pemilu pada 22 Januari 2013 mendatang, sangat esensial bagi PM Netanyahu
menujukkan konservatisme pemerintahan Partai Likud. Dukungan mayoritas publik
amat dibutuhkan mengingat partai berkuasa belum sepenuhnya menguasai parlemen
dengan solid, seperti yang terlihat baru-baru ini terkait soal penyusunan
anggaran. </span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Ini
pula yang bisa menjelaskan mengapa Netanyahu terang-terangan mendukung calon
presiden Mitt Romney dari Partai Republik sebelum pemilu presiden AS awal
November lalu. Sesuatu yang cukup berbahaya sebenarnya. Sikap Netanyahu
merupakan upaya untuk menegaskan sikap politiknya bersama Partai Likud kepada
publik Israel, mengingat Romney beraliran <i>hawkish,
</i>yang lebih mengedepankan militer sebagai solusi, ketimbang Barack Obama
yang dipandang terlalu lunak.<i> </i></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Apa
yang dilakukan pemerintahan Partai Kadima di bulan Desember tahun 2008 juga
bisa dilihat dari perspektif ini. Meski ideologi
partai yang kala itu dipimpin Tzipi Livni berhaluan kiri-tengah, operasi
militer ke Gaza tetap dilakukan bahkan dalam spektrum yang lebih mengerikan dibanding
tahun 2012. Partai Kadima tampaknya berharap dapat mendulang dukungan publik menjelang
pemilu 10 Februari 2009. </span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Israel akan selalu terjebak pada dua pilihan yang
sulit. Di satu sisi masih memendam cita-cita bisa hidup normal seperti
bangsa-bangsa lain, yang artinya jalan negosiasi dengan Palestina musti ditempuh.
Namun di sisi yang lain kepentingan politik domestik menggiring untuk diambilnya
opsi-opsi konfrontatif, yang sama saja semakin mengubur upaya damai. Hal inilah
yang akan terus menjadi bopeng bagi proses perdamaian dua negara.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Sayangnya, dilema yang dihadapi Israel tidak saja
menjadi hambatan bagi terwujudnya perdamaian dan kehidupan yang lebih baik,
tetapi sekaligus fragmen memilukan bagi rakyat Palestina, terutama yang hidup
di Jalur Gaza. Rudal-rudal
yang ditembakkan hanya akan menambah derita di antara
puing-puing reruntuhan kota Gaza.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><b>Faris Alfadh</b></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-bidi-font-size: 11.0pt;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Artikel ini juga bisa dibaca di <a href="http://hi.umy.ac.id/dilema-israel-derita-gaza/">http://hi.umy.ac.id</a></span></span></span></div>
Faris Alfadhathttp://www.blogger.com/profile/14884056569235245326noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6769592372293091025.post-91286390532181089062012-11-03T17:33:00.003-07:002012-11-14T15:14:39.844-08:00Prophecy<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhzVKyFqjxRl5A7TwsSTzIGU9EI39b9LMNH1WzMtg6k4OCQleeVDzo3F0gqXI5lOVQrFh_z_tx2tIQ2G7UsL7T51qyTOodxYxF_ouo1icnXVRFUubb05w8_QIRPd-BaaGm8YDgM6VFp9M0/s1600/I_Hear_the_Birds_Sing_by_BenHeine.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="270" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhzVKyFqjxRl5A7TwsSTzIGU9EI39b9LMNH1WzMtg6k4OCQleeVDzo3F0gqXI5lOVQrFh_z_tx2tIQ2G7UsL7T51qyTOodxYxF_ouo1icnXVRFUubb05w8_QIRPd-BaaGm8YDgM6VFp9M0/s400/I_Hear_the_Birds_Sing_by_BenHeine.jpg" width="400" /></a></div>
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Engkau dilahirkan ketika gajah-gajah lebih mengetahui kebenaran, dan burung-burung menukikkan keadilan; cahaya bersinar terang benderang, hingga membuat kastil-kastil Bostra di Syria dapat terlihat</span><br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">*</span><br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Tuhan mendapatimu sebagai yatim yang kekurangan, lalu memberikanmu kecukupan dan perlindungan; seisi alam memberkatimu bahkan sebelum engkau dilahirkan, tatkala namamu disebut jauh sebelum dirimu</span><br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">*</span><br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Kebesaranmu telah diramalkan oleh seorang pendeta yang menghuni biara tua; tatkala segumpal awan bergelayut rendah di atas barisan musafir kelana, menjauhkan terik dari dirimu yang singgah di bawah pohon kurma</span><br />
<br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">*</span><br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Engkau yang dijuluki <i>al-amin</i>, menyempurnakan segala bentuk nubuat; orang-orang memohon berkat darimu, dalam tiap doa yang engkau takzimkan, bahkan di atas jaminan kemuliaanmu</span><br />
<br />
<br />
<b><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Faris Alfadh</span></b><br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">2012</span><br />
<br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Image from <a href="http://benheine.deviantart.com/art/I-Hear-the-Birds-Sing-156232307">here </a></span><br />
<br />Faris Alfadhathttp://www.blogger.com/profile/14884056569235245326noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6769592372293091025.post-52134016113327400222012-04-16T02:06:00.010-07:002012-04-16T02:32:02.791-07:00Berebut Kepentingan di Suriah<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi2j4RzahmItnsz87S5K01zzCp8Oq40cLxA6VTYBevmryM13YFqa8VWvWYqi2eDNdHi6ojWE5IQI1aEnhWRqkBlA-saJT32FnqpszHsnf9JhJJbWaGexnS-sKeY-1zNq0iJMIOxPeiLdUg/s1600/mid_syria-rally.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 400px; height: 212px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi2j4RzahmItnsz87S5K01zzCp8Oq40cLxA6VTYBevmryM13YFqa8VWvWYqi2eDNdHi6ojWE5IQI1aEnhWRqkBlA-saJT32FnqpszHsnf9JhJJbWaGexnS-sKeY-1zNq0iJMIOxPeiLdUg/s400/mid_syria-rally.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5731928800804491074" border="0" /></a><br /><br /><p><em><br /></em></p><p><em><br /></em></p><p><em><br /></em></p><p><em><br /></em></p><p><em><br /></em></p><p><em><br /></em></p><p><br /><em> </em></p><p><em>Suara Muhammadiyah, </em>No. 08/97, 16-30 April 2012</p><p> </p><p>Gelombang revolusi yang melanda negara-negara Arab, mulai dari Tunisia, Mesir, Libya, serta Yaman, tampaknya mengalami kendala serius di Suriah. Setahun sudah protes politik berlangsung, namun ujung dari perubahan yang dinanti masih samar. Meski perlawanan terus terjadi di beberapa distrik kota Damaskus, Homs dan Hama, posisi rezim Presiden Bashar al-Assad belum tergoyahkan.</p><p> </p><p>Kondisi di Suriah semakin mencekam akhir-akhir ini. Korban jiwa terus bertambah setiap harinya. Menurut laporan PBB, selama berlangsunya revolusi, korban jiwa telah mencapai 8.000 orang. Lebih dari 3000 ribu penduduk mengungsi ke negara-negara tetangga, seperti Turki, Lebanon, dan Yordania.</p><p> </p><p>Meski demikian, kalkulasi kemanusiaan ini masih belum mampu memaksa kekuatan internasional untuk mendorong perubahan di Damaskus. Dunia seperti dihadapkan pada bukit bercadas, ketika berbagai resolusi belum mampu menunjukkan solusi.</p><p> </p><p>Akar kebuntuan politik, sejatinya, bisa dilacak dari kompleksnya polarisasi kekuatan internasional yang bermain di Suriah. Pentingnya posisi Suriah membuat kontestasi politik tidak terhindarkan. Di kawasan Timut Tengah, keberadaan Suriah sangat strategis karena memiliki ketersinggungan langsung dengan persoalan etnis, persaingan agama Sunni-Syiah, serta kubu pro-Barat dan pro-Iran. Semua kekuatan mulai dari negara-negara Liga Arab, AS, Uni Eropa, Iran, Rusia dan China, punya kepentingan terhadap Suriah.</p><p> </p><p>Kelompok pertama, yang menghendaki penggulingan terhadap rezim Assad: terdiri dari Liga Arab, AS serta dukungan Uni Eropa. Kelompok kedua, yang menolak keras opsi penggulingan: terdiri dari Iran, Rusia dan China. Tarik menarik kepentingan inilah yang membuat proses revolusi berjalan alot.</p><p> </p><p>Negara-negara aliansi Liga Arab, terutama Arab Saudi dan Qatar, sangat berambisi menggulingkan Assad. Kepentingan terhadap Suriah tidak lebih sebagai upaya menjauhkan Suriah dari blok Iran. Perseteruan sektarian Sunni-Syiah menjadi sumber ketegangan. Iran yang mayoritas Syiah dipandang sebagai ancaman bagi negara Arab lainnya yang mayoritas Sunni. Selama ini Suriah, yang dikuasai sekte Alawi, kelompok minoritas Syiah di Suriah, menjalin kedekatan strategis dengan Iran. Karena itu, jatuhnya rezim Assad berpeluang menarik Suriah lebih dekat ke barisan negara-negara pro-Barat.</p><p> </p><p>Bagi AS, dan juga sekutunya seperti Israel dan Uni Eropa, perubahan politik di Damaskus akan semakin memperkuat supremasi politik Barat, karena tidak saja membuat Iran kian terpojok, tetapi juga bisa mereduksi kekuatan Hizbullah di Lebanon dan Hamas di Palestina. Selama ini kedua kelompok tersebut turut mendapatkan pasokan sejata dari Suriah.</p><p> </p><p>Namun di sisi yang lain, kepentingan untuk menggulingkan rezim Assad tidak akan berjalan mudah. Resistensi dari kekuatan yang berlawanan akan terus menjadi penghambat. Dalam hal ini Iran, Rusia, dan China, laiknya benteng pertahanan bagi Suriah.</p><p> </p><p>Kepentingan Iran sangat jelas, tidak saja faktor kedekatan Syiah semata, melainkan juga terkait posisi politiknya di kawasan. Jatuhnya rezim Assad akan membuat Iran kian terintimidasi. Karena itu negara yang dijuluki negeri para Mullah ini tentu tidak ingin kehilangan sekutunya di kawasan. Perlawanan Iran bahkan tidak main-main. Jika sewaktu-waktu Suriah menghadapi intervensi militer, Iran siap membantu. Keberadaan kapal perang milik Iran di wilayah perairan Suriah adalah sinyal yang sangat kuat.</p><p> </p><p>Sementara bagi Rusia dan China, kepentingan ekonomi-politik di Suriah terlalu berharga. Jatuhnya rezim Assad bisa mendatangkan kerugian berarti. Karena itu, kedua negara ini menjadi ganjalan paling besar bagi tiap resolusi dunia internasional. Sebagaimana yang tampak jelas ketika keduanya memveto resolusi Dewan Keamanan PBB, serta memboikot pertemuan sekitar 70 negara di Tunis, Tunisa, akhir Februari lalu, yang membahas opsi politik bagi Suriah.</p><p> </p><p>Rusia punya alasan mendasar dalam mendukung Assad, yakni terkait kerjasama persenjataan yang sudah terjalin lama. Ekspor senjata telah membuat hubungan Moskow dan Damaskus sangat erat. Jatuhnya Khadafi di Libya serta adanya sangsi terhadap Iran, kian memperkecil pasar persenjataan Rusia. Terlebih lagi Rusia ingin tetap menancapkan pengaruhnya di kawasan Timur Tengah. Perlu diingat bahwa Rusia kini kembali dipimpin oleh Vladimir Putin, yang sangat berambisi menjadikan Rusia sebagai kekuatan global yang dominan.</p><p> </p><p>Kepentingan pemerintah China tidak jauh berbeda. Kerjasama militer dan ekonomi mengiringi sejarah hubungan Beijing dan Damaskus. Pada tahun 1993 dan 1996, misalnya, China membantu Suriah dalam program misil balistiknya. Selain itu, upaya menjaga hubungan baik dengan Iran juga menjadi pertimbangan, terutama terkait kebutuhan suplai minyak. Selama ini sekitar 20 persen produksi minyak Iran mengalir ke China.</p><p> </p><p>Polarisasi kekuatan internasional inilah yang turut membuat proses revolusi di Suriah begitu kompleks. Situasi politik Suriah saat ini seperti pusaran air yang mampu menarik semua kekuatan. Perubahan politik secara radikal di Damaskus bisa mengubah total konstelasi politik di kawasan. Karena itu, setiap kekuatan punya kepentingan agar tidak tergerus arus.</p><p> </p><p>Fenomena ini sekaligus melahirkan ironi dalam revolusi Suriah: di satu sisi kian memperjelas peta politik di kawasan, namun di sisi lain menjadi beban persoalan bagi rakyat Suriah. Kepentingan kemanusiaan mereka seolah tersubstitusi oleh kalkulasi politik. Hal semacam inilah yang bisa membuat penantian revolusi semakin melelahkan.</p><p> </p><p><strong>Faris Alfadh</strong></p><p><strong><span style="font-weight: normal;">Image from <a href="http://arabnews.com/middleeast/article587789.ece/REPRESENTATIONS/large_620x350/mid_syria-rally.jpg">here</a></span><br /></strong></p>Faris Alfadhathttp://www.blogger.com/profile/14884056569235245326noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6769592372293091025.post-78443410972319766432012-03-24T20:32:00.007-07:002012-03-27T16:04:16.571-07:00Discourse<span style="font-size:100%;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" style="font-family: arial;" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgD6RVSYtukm3rJyrRytAxSR87lSzR0HLprzM1Z7Dfs17hwntbDWfMa4c7Fw2k_9ry67QPQx4E3yLAADPbFLN0tS0uA4m3BeaMxFhHXpRiVLrYUVzqYwLM6aPY98-LOUfMMPeMkSOlRgfA/s1600/A+Separation.jpg"><img style="float: left; margin: 0pt 10px 10px 0pt; cursor: pointer; width: 400px; height: 268px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgD6RVSYtukm3rJyrRytAxSR87lSzR0HLprzM1Z7Dfs17hwntbDWfMa4c7Fw2k_9ry67QPQx4E3yLAADPbFLN0tS0uA4m3BeaMxFhHXpRiVLrYUVzqYwLM6aPY98-LOUfMMPeMkSOlRgfA/s400/A+Separation.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5723677631080050546" border="0" /></a><br /></span><!--[if gte mso 9]><xml> <w:worddocument> <w:view>Normal</w:View> <w:zoom>0</w:Zoom> <w:trackmoves/> <w:trackformatting/> <w:punctuationkerning/> <w:validateagainstschemas/> <w:saveifxmlinvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:ignoremixedcontent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:alwaysshowplaceholdertext>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:donotpromoteqf/> <w:lidthemeother>EN-US</w:LidThemeOther> <w:lidthemeasian>X-NONE</w:LidThemeAsian> <w:lidthemecomplexscript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript> <w:compatibility> <w:breakwrappedtables/> <w:snaptogridincell/> <w:wraptextwithpunct/> <w:useasianbreakrules/> <w:dontgrowautofit/> <w:splitpgbreakandparamark/> <w:dontvertaligncellwithsp/> <w:dontbreakconstrainedforcedtables/> <w:dontvertalignintxbx/> <w:word11kerningpairs/> <w:cachedcolbalance/> </w:Compatibility> <w:browserlevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> <m:mathpr> <m:mathfont val="Cambria Math"> <m:brkbin val="before"> <m:brkbinsub val="--"> <m:smallfrac val="off"> <m:dispdef/> <m:lmargin val="0"> <m:rmargin val="0"> <m:defjc val="centerGroup"> <m:wrapindent val="1440"> <m:intlim val="subSup"> <m:narylim val="undOvr"> </m:mathPr></w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:latentstyles deflockedstate="false" defunhidewhenused="true" defsemihidden="true" defqformat="false" defpriority="99" latentstylecount="267"> <w:lsdexception locked="false" priority="0" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Normal"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="heading 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 7"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 8"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 9"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 7"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 8"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 9"> <w:lsdexception locked="false" priority="35" qformat="true" name="caption"> <w:lsdexception locked="false" priority="10" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Title"> <w:lsdexception locked="false" priority="1" name="Default Paragraph Font"> <w:lsdexception locked="false" priority="11" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Subtitle"> <w:lsdexception locked="false" priority="22" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Strong"> <w:lsdexception locked="false" priority="20" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Emphasis"> <w:lsdexception locked="false" priority="59" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Table Grid"> <w:lsdexception locked="false" unhidewhenused="false" name="Placeholder Text"> <w:lsdexception locked="false" priority="1" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="No Spacing"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" unhidewhenused="false" name="Revision"> <w:lsdexception locked="false" priority="34" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="List Paragraph"> <w:lsdexception locked="false" priority="29" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Quote"> <w:lsdexception locked="false" priority="30" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Intense Quote"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="19" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Subtle Emphasis"> <w:lsdexception locked="false" priority="21" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Intense Emphasis"> <w:lsdexception locked="false" priority="31" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Subtle Reference"> <w:lsdexception locked="false" priority="32" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Intense Reference"> <w:lsdexception locked="false" priority="33" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Book Title"> <w:lsdexception locked="false" priority="37" name="Bibliography"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" qformat="true" name="TOC Heading"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-priority:99; mso-style-qformat:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; mso-para-margin:0cm; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:"Calibri","sans-serif"; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-ascii-theme-font:minor-latin; mso-fareast-font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-theme-font:minor-fareast; mso-hansi-font-family:Calibri; mso-hansi-theme-font:minor-latin; mso-bidi-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-theme-font:minor-bidi;} </style> <![endif]--> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"><i style=""><span style=""><br /></span></i></span></p><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"><i style=""><span style=""><br /></span></i></span></p><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"><i style=""><span style=""><br /></span></i></span></p><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"><i style=""><span style=""><br /></span></i></span></p><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"><i style=""><span style=""><br /></span></i></span></p><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"><i style=""><span style=""><br /></span></i></span></p><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"><i style=""><span style=""><br /></span></i></span></p><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"><i style=""><span style=""><br /></span></i></span></p><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"><i style=""><span style=""><br /></span></i></span></p><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"><i style=""><span style="">:Iran dan diskursus lain di luar politik</span></i></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">Iran, jika diibaratkan kata dalam Kamus Politik, ia bisa berarti ekstrem: musuh stabilitas, pembangkang keamanan, dan ancaman bagi kelompok mainstream. Karena itu, ia perlu ditaklukkan dan dibuat patuh—<i style="">dengan cara apapun.</i> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">Tentu saja ini adalah definisi yang diberikan Barat, terutama Amerika Serikat. Dengan kata lain, Iran yang dipahami, dalam pengertian ini, sarat bias dan tendensius. </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">Namun apa boleh buat, definisi inilah yang diterima sebagai pengertian umum. Meski tidak lazim, tetapi kita mafhum: ia lahir dari proses politik! Dan politik, seperti diyakini Michel Foucault, adalah domain di mana <i style="">Diskursus</i> diciptakan—sesuatu yang memberi anda legitimasi akan sebuah kebenaran. </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">Di sini kita tidak lagi berbicara yang benar ataupun salah, secara hakiki. Karena kebenaran adalah dominasi bagi yang mampu menguasai dan memproduksi diskursus. Seperti kata Foucault dalam <i style="">Nietzche, Genealogy, History </i>(1991: 86): “Keberhasilan sejarah adalah milik mereka yang mampu merebut aturannya.”</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">Laiknya cerita perang melawan terorisme. Bukan semata karena kebesaran dan kekuatan militer dan ekonomi yang dimiliki, sehingga membuat Amerika dengan mudah menunjuk hidung sebuah negara: anda teoris dan anda tidak. Melainkan karena sebelumnya ia telah memenangkan sebuah wacana, yang memberinya hak dan legitimasi. Dan dengan itu dimungkinkan terjadinya hegemoni.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">Karena itu, meletakkan Iran dalam pengertian paling ekstrem tentu bukanlah persoalan sulit. Kita tahu, Iran sebelum tahun 1979, adalah bagian dari aliansi Amerika di kawasan Timur Tengah. Namun ketika revolusi Islam meletus dengan heorisme baru, rezim Reza Shah Pahlavi, yang sangat Barat itu, tersingkir dengan menyakitkan. Amerika seketika itu merasa dipermalukan. Negara besar ini pun geram sekaligus menyimpan dendam.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">***</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">Meski demikian, tampaknya selalu ada ruang yang bisa dimenangkan di luar politik. Dari Teheran, seorang sineas, <a href="http://en.wikipedia.org/wiki/Asghar_Farhadi">Asghar Farhadi</a>, mencoba memenangkan hal itu dengan menyuguhkan cerita lain tentang Iran melalui Filmnya, <i style=""><a href="http://www.imdb.com/title/tt1832382/">A Separation</a> </i>(2011)<i style="">. </i></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"><i style=""><span style=""> </span></i></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">Film ini bercerita tentang sebuah keluarga Iran yang dihadapkan pada keputusan sulit: untuk menemukan kehidupan yang lebih baik bagi anak mereka dengan pindah ke luar negeri, atau tetap tinggal di Iran merawat ayah mereka yang mengidap penyakit Alzheimer, yang kondisinya semakin memburuk.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">Nader (Peyman Moadi) memilih untuk tidak meninggalkan ayahnya. Sementara Simin (Leila Hatami), istrinya, bertekad kuat meninggalkan negerinya demi sang anak, Termeh (Sarina Farhadi). Simin kecewa. Ia tak bisa menerima sikap suaminya. Bukankah Alzheimer sudah membuat ayah mertuanya itu bahkan tidak lagi bisa mengenali suaminya dengan baik. Maka untuk apa lagi bertahan.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">“Apakah dia masih bisa mengenalimu lagi sebagai anak?” kata Simin dengan penuh kecewa. </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">Nader menjawab getir, “dia mungkin tidak mengenaliku, tetapi aku tahu bahwa dia adalah ayahku.” Kita pun tahu, ada pertalian yang dalam antara ayah dan anak. Dan itu tidak mungkin bisa diputus.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">Di sisi lain, Termeh, yang belum bisa menerima perpisahan kedua orang tuanya, memutuskan tetap tinggal bersama ayahnya. Ia tahu, itulah yang bisa menguatkan ayahnya, sekaligus membuat Ibunya tidak akan pergi. Persoalan pun muncul satu demi satu, dan mengubah segalanya.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">***</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">Dalam Film ini, Farhadi menunjukkan wajah Iran yang sederhana: pilihan sulit yang dihadapi keluarga kelas menengah. Sesuatu yang sejatinya bisa menimpa sebuah keluarga, di mana saja. Ia tidak terjebak ke dalam politik, sebagaimana banyak sineas dari Eropa Timur yang menikmati romantisme perang sebagai latar cerita.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">Farhadi tahu persis tentang negerinya, dan bagaimana tanah airnya itu di mata dunia. Karena itu ia memilih menampilkan Iran yang lebih manusiawai. Dari sini kita pun tahu bahwa masyarakat Iran juga sama modernnya dengan masyarakat lain di Timur dan Barat, dengan sekelumit cerita yang juga serupa: bukan lagi sekelompok fanatik agama yang berbahaya, seperti digambarkan banyak media dan para politisi dunia.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">Farhadi adalah suara lain dari negeri para Mullah, yang berusaha memotret lanskap Iran dari dalam. Ia berbeda dari, misalnya, <a href="http://en.wikipedia.org/wiki/Kanan_Makiya">Kanan Makiya</a> dan <a href="http://en.wikipedia.org/wiki/Edward_Said">Edward Said</a>, dua orang intelektual yang melihat negerinya dari tempat asing, dan dengan cara yang berbeda.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">Makiya adalah suara Irak dari jauh. Anak arsitek terkenal yang meninggalkan Bagdad tahun 1968 untuk belajar ke Amerika itu tidak pernah kembali ke negerinya. Tetapi dari jauh ia bercita-cita tentang Irak yang demokratis dan sekulrer. Ia membenci kekuasaan Saddam Husein dan Partai Baath. Ketika Amerika menyerbu Irak, ia ikut bertepuk tangan. </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">Sementara Said adalah suara Arab dari tempat yang asing. Ia, yang lahir di Jerusalem (ketika itu masih berupa Palestina), lantang membela Arab dan mengecam Barat yang hanya melihat Timur (Arab), negeri dari mana ia berasal, sebagai sesuatu yang mesti “ditaklukkan”.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">Di sini kita melihat perbedaan: Makiya, dengan lantang, menghadapkan pengeras suaranya ke telinga orang Arab dan Irak. Sementara Said ke telinga orang Amerika. Farhadi justru mengarahkannya ke telinga semua orang, dengan suara yang lebih lembut.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">Kita kemudian tahu, Farhadi mendapatkan tepuk tangan banyak orang, baik Arab, Asia, Amerika, dan juga negerinya, ketika Filmnya memenangkan piala Oscar pada 26 Februari lalu, sekaligus menjadi film Iran pertama yang mendapatkan piala tersebut untuk kategori Film Berbahasa Asing Terbaik. </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">Dalam pidato singkat yang ia bacakan di selarik kertas, ketika menerima piala Oscar, ia bahagia mewakili kegembiraan rakyat Iran. Bukan saja karena itu penting sebagai penghormatan atas perfilman Iran, tetapi karena negeri mereka dihargai tidak lagi dalam citra ektrem, sebagaimana digambarkan media dan politisi dunia selama ini. Kata Farhadi:</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"></span></p><blockquote><span style="font-size:100%;">“<i style="">A</i></span><span style="font-size:100%;"><i style=""><span style="">t the time when talk of war, intimidation, and aggression is exchanged between politicians, the name of their country Iran is spoken here through her glorious culture, a rich and ancient culture that has been hidden under the heavy dust of politics,</span></i></span><span style="font-size:100%;">”</span></blockquote><span style="font-size:100%;"></span><p></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">Kepada dunia, Farhadi seolah ingin meyakinkan bahwa rakyat Iran juga tidak jauh berbeda dengan masyarakat lainnya: sama-sama menghargai kemanusiaan dan benci akan permusuhan. “<i style="">They are a truly peace loving people,</i>” kata Farhadi, tentang masyarakat Iran, ketika menerima penghargaan Golden Globe sebelumnya.</span><br /></p><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;">Saya kira Farhadi tahu persis, memenangkan sesuatu di luar politik akan memberikan makna yang esensial bagi negerinya.<span style="font-weight: bold;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-weight: bold;">Faris Alfadh</span><br /></p><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"> </span></p>Faris Alfadhathttp://www.blogger.com/profile/14884056569235245326noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6769592372293091025.post-8663699965734848912012-03-17T17:47:00.009-07:002012-03-20T00:25:56.826-07:00Paradise<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhW-sKRaZPWYMgzu2eRYHsJG7wJKOq6GQ_6bLw-EkjeE-PlKxJGxo72WUdJl4QspSWeFfV7eHnLkdjEp32dfutXJgCmZjcicqhg8Ar6PEM3Q_PRYMo0QGo_VePTJ049kTvqnApTjA4Vjkk/s1600/believe_in_your_destiny_by_benheine-d3hz8472.jpg"><img style="float: left; margin: 0pt 10px 10px 0pt; cursor: pointer; width: 400px; height: 322px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhW-sKRaZPWYMgzu2eRYHsJG7wJKOq6GQ_6bLw-EkjeE-PlKxJGxo72WUdJl4QspSWeFfV7eHnLkdjEp32dfutXJgCmZjcicqhg8Ar6PEM3Q_PRYMo0QGo_VePTJ049kTvqnApTjA4Vjkk/s400/believe_in_your_destiny_by_benheine-d3hz8472.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5721038140337579762" border="0" /></a><br /><span style=";font-family:arial;font-size:100%;" ><br /></span><div style="text-align: left; font-family: arial;"><!--[if gte mso 9]><xml> <w:worddocument> <w:view>Normal</w:View> <w:zoom>0</w:Zoom> <w:trackmoves/> <w:trackformatting/> <w:punctuationkerning/> <w:validateagainstschemas/> <w:saveifxmlinvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:ignoremixedcontent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:alwaysshowplaceholdertext>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:donotpromoteqf/> <w:lidthemeother>EN-US</w:LidThemeOther> <w:lidthemeasian>X-NONE</w:LidThemeAsian> <w:lidthemecomplexscript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript> <w:compatibility> <w:breakwrappedtables/> <w:snaptogridincell/> <w:wraptextwithpunct/> <w:useasianbreakrules/> <w:dontgrowautofit/> <w:splitpgbreakandparamark/> <w:dontvertaligncellwithsp/> <w:dontbreakconstrainedforcedtables/> <w:dontvertalignintxbx/> <w:word11kerningpairs/> <w:cachedcolbalance/> </w:Compatibility> <w:browserlevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> <m:mathpr> <m:mathfont val="Cambria Math"> <m:brkbin val="before"> <m:brkbinsub val="--"> <m:smallfrac val="off"> <m:dispdef/> <m:lmargin val="0"> <m:rmargin val="0"> <m:defjc val="centerGroup"> <m:wrapindent val="1440"> <m:intlim val="subSup"> <m:narylim val="undOvr"> </m:mathPr></w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:latentstyles deflockedstate="false" defunhidewhenused="true" defsemihidden="true" defqformat="false" defpriority="99" latentstylecount="267"> <w:lsdexception locked="false" priority="0" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Normal"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="heading 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 7"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 8"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 9"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 7"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 8"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 9"> <w:lsdexception locked="false" priority="35" qformat="true" name="caption"> <w:lsdexception locked="false" priority="10" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Title"> <w:lsdexception locked="false" priority="1" name="Default Paragraph Font"> <w:lsdexception locked="false" priority="11" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Subtitle"> <w:lsdexception locked="false" priority="22" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Strong"> <w:lsdexception locked="false" priority="20" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Emphasis"> <w:lsdexception locked="false" priority="59" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Table Grid"> <w:lsdexception locked="false" unhidewhenused="false" name="Placeholder Text"> <w:lsdexception locked="false" priority="1" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="No Spacing"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" unhidewhenused="false" name="Revision"> <w:lsdexception locked="false" priority="34" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="List Paragraph"> <w:lsdexception locked="false" priority="29" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Quote"> <w:lsdexception locked="false" priority="30" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Intense Quote"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="19" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Subtle Emphasis"> <w:lsdexception locked="false" priority="21" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Intense Emphasis"> <w:lsdexception locked="false" priority="31" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Subtle Reference"> <w:lsdexception locked="false" priority="32" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Intense Reference"> <w:lsdexception locked="false" priority="33" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Book Title"> <w:lsdexception locked="false" priority="37" name="Bibliography"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" qformat="true" name="TOC Heading"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-priority:99; mso-style-qformat:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; mso-para-margin:0cm; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:"Calibri","sans-serif"; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-ascii-theme-font:minor-latin; mso-fareast-font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-theme-font:minor-fareast; mso-hansi-font-family:Calibri; mso-hansi-theme-font:minor-latin; mso-bidi-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-theme-font:minor-bidi;} </style> <![endif]--> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">Penganut Protestan percaya bahwa setiap orang sudah ditakdirkan akan masuk ke surga atau neraka. Namun persoalannya, belum ada satupun manusia yang pernah ke tempat tersebut. Sehingga setiap orang diserang kecemasan yang sama, karena sedikitnya kepastian akan akhir takdir mereka: apakah di surga atau negara.</span></p><div style="text-align: left; font-family: arial;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: left; font-family: arial;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">Karenanya penganut Protestan percaya, cara terbaik untuk mengetahui takdir mereka, sekaligus mengakhiri rasa cemas, adalah memastikannya di dunia ini. Yakni dengan keberhasilan dan kejayaan hidup!</span></p><div style="text-align: left; font-family: arial;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: left; font-family: arial;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">Jika seseorang berhasil dan mencapai kejayaan hidup di dunia, maka dapat dipastikan takdirnya adalah di surga. Sebaliknya, jika keberhasilan dan kejayaan menjauh dari hidupannya, maka itu cukup sebagai penanda akan akhir nasibnya di neraka.</span></p><div style="text-align: left; font-family: arial;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: left; font-family: arial;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">Max Weber, dalam bukunya yang sangat terkenal, <i style="">The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism </i>(1958), menjelaskan bahwa keyakinan inilah yang membuat penganut Protestan berusaha dengan keras untuk mencapai kesuksesan dan kejayaan hidup. Bukan untuk kaya secara materi (pada awalnya), tetapi untuk mengatasi kecemasan mereka. Weber percaya etos yang ia sebut sebagai <i style="">etika protestan </i>inilah yang kemudian turut menjadi pendorong majunya kapitalisme dan kemakmuran ekonomi di <span style=""> </span>Eropa Barat dan Amerika Serikat. </span></p><div style="text-align: left; font-family: arial;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: left; font-family: arial;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">Di sini ini kita melihat bagaimana konsep surga dan neraka, bagi kaum Protestan, hadir dalam kecemasan yang khas. Ia sebentuk kekhawatiran sekaligus harapan. Namun yang paling penting ia melahirkan dorongan untuk mencapai kebaikan. </span></p><div style="text-align: left; font-family: arial;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: left; font-family: arial;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">Tentu tidak semua sependapat dengan pengertian ini. Karena setiap orang, dalam memaknai surga dan neraka, punya tafsirnya sendiri. Setiap keyakinan dan agama memiliki ajarannya sendiri. Namun percaya atau tidak, konon sebuah pertanyaan tentang surga dan neraka pernah diajukan kepada para malaikat. </span></p><div style="text-align: left; font-family: arial;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: left; font-family: arial;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">“Apa itu surga?” Para mailaikat kemudian menjawab: “Sesungguhnya setiap hati yang dipenuhi dengan cinta kasih adalah surga.” Lalu neraka? Malaikat melanjutkan: “Hati tanpa cinta kasih di dalamnya adalah neraka itu sendiri.”</span></p><div style="text-align: left; font-family: arial;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: left; font-family: arial;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">Bagi manusia, surga pada akhirnya adalah konsep absrtak sekaligus akrab. Ia hadir dalam setiap diri manusia (yang percaya), dalam bentuk kecemasan sekaligus kebahagiaan. Pusarannya adalah hati dan jiwa itu sendiri. Kedamaian hati menentukan ketentraman hidup. Sebaliknya, kecemasan hati membawa serta siksaan hidup.</span></p><div style="text-align: left; font-family: arial;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: left; font-family: arial;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">Tidak heran jika penganut Protestan, dalam pengertian yang disampaikan Weber, berusaha mencapai kejayaan hidup. Kekayaan dan kemajuan bukan tujuan (akhir) dari kerja keras. Upaya menghilangkan kecemasanlah alasannya. </span></p><div style="text-align: left; font-family: arial;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: left; font-family: arial;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">Dengan kata lain, kebahagiaan yang ingin diraih adalah kedamaian dalam diri. Mereka berusaha menemukan “surga” dalam hidup ini melalui kepuasan dan kepastian. Kejayaan dan kesuksesan diyakini mampu menghilangkan kecemasan akan takdir buruk. </span></p><div style="text-align: left; font-family: arial;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: left; font-family: arial;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">Mungkin itu pula yang membuat Islam menempatkan hati dan jiwa pada posisi yang istemewa. Setiap perbuatan bahkan ditentukan oleh niat dari dalam hati—<i style="">yang tentu saja hanya Tuhan dan pemilik hati yang tahu.</i></span></p><div style="text-align: left; font-family: arial;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: left; font-family: arial;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">Ada yang tampak baik di mata orang ramai, ada pula yang tidak lazim di permukaan. Namun pada akhirnya kualitas hati dan jiwa yang sangat menentukan.</span></p><div style="text-align: left; font-family: arial;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: left; font-family: arial;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">Jika surga dimaknai sebagai kebahagiaan, maka setiap orang punya jalan masing-masing menuju surga. Kadang jalan itu berliku dan terjal, yang membuat manusia berkelahi dengan nisan nasibnya sendiri. Seperti berjalan di rute yang panjang—<i style="">bahkan teramat panjang.</i> Manusia diajarkan tentang satu tafsir kebajikan yang ia pungut satu demi satu di setiap perhentiannya. Pada akhirnya ia tahu bahwa ujung jalan menjanjikan sesuatu yang berarti.</span></p><div style="text-align: left; font-family: arial;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: left; font-family: arial;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">Saya percaya dunia tak ditakdirkan jadi surga, memang. Dan kekuasaan Tuhan lah yang menentukan kita ke surga atau neraka. Namun, paling tidak, kita masih bisa memastikan ada surga dalam hidup ini. Dengan memenuhi hati dengan cinta kasih. Itulah yang membuat hidup lebih berarti, dan tak lagi cemas.</span></p><div style="text-align: left; font-family: arial;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: left; font-family: arial;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">Seperti adagium lama dari Persia: <i style="">Why seek paradise? It is before me now! </i>Mengapa mencari “surga” di kejauhan sana, bukankah ia ada dalam diri kita. Setiap orang, pada akhirnya, punya surganya sendiri. Beberapa dari kita mungkin saja belum menemukannya, atau mungkin sedang menciptakannya!</span></p><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left; font-weight: bold;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">Faris Alfadh</span></p><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">image from <a href="http://benheine.deviantart.com/art/Believe-in-Your-Destiny-211595479?q=boost%3Apopular%20destiny&qo=5">here</a><br /></span></p>Faris Alfadhathttp://www.blogger.com/profile/14884056569235245326noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6769592372293091025.post-28494801956159160852011-09-02T06:38:00.000-07:002011-09-24T18:09:34.618-07:00Sepuluh Mozaik Purnama<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg-VzZzTLI-BbUtTADVc_UiL53QS_GNLZ_9Krf51KvNboGn5K1vXykzHgQAa2neX1rYNXT8g59UmimJ3q1zODjGPmSDC4QQYIh64af_DLXs4oVcHcqNQn-_bBM-QZuNhH44-CfOOeQLjE4/s1600/___Hope____by_Ailedda+-+Copy.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 400px; height: 228px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg-VzZzTLI-BbUtTADVc_UiL53QS_GNLZ_9Krf51KvNboGn5K1vXykzHgQAa2neX1rYNXT8g59UmimJ3q1zODjGPmSDC4QQYIh64af_DLXs4oVcHcqNQn-_bBM-QZuNhH44-CfOOeQLjE4/s400/___Hope____by_Ailedda+-+Copy.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5648791257782962786" border="0" /></a><br /><span style="font-style: italic;"><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />:untuk e.r. yang namanya hadir dalam do'a malamku</span><div><br /></div><div>1</div><div>seperti rekahnya matahari pagi, dalam keindahan yang merona; aku mencintaimu sudah sejak pertama kali, tanpa kau sadari; perlahan-lahan dalam embun yang jatuh, bersama kicau burung yang berbagi simfoni di pagi yang tak utuh.<br /><br /></div><div>2</div><div>seperti musim gugur, menantimu membuatku melewati sekian banyak musim; merindukan hadirmu membuatku tertatih menatap puluhan warna asing tak menentu.<br /><br /></div><div>3</div><div>tuhan menubuatkan selarik wahyu dalam bilangan cara, hingga membuat para rasul berjalan dalam barisan kafilah; untuk mencintaimu tuhan hanya menuntunku dengan satu cara, menyegarkan hatiku yang paruh dengan kasih surga.<br /><br /></div><div>4</div><div>para musafir mencari keindahan dalam warna merah yang merekah, dalam bisikan angin yang menghembus dingin; namun aku menemukannya di balik diam senyummu, di setiap kesunyianku yang menyela.<br /><br /></div><div>5</div><div>aku tahu cintamu tak hadir dalam bentuknya yang sempurna, seratus persen; tapi bukankah hidup tak pernah bisa dibangun dengan utuh dari cinta yang sudah penuh? karena ia tak lagi menyisakan ruang untuk berbagi, dan berbakti; izinkan cintaku mengisi sedikit ruang di hatimu yang masih tersisa, menyiram kembali cinta dalam jiwamu, hingga ia bersemi kembali.<br /><br /></div><div>6</div><div>aku mencintaimu walaupun hidup tak pernah sempurna; seperti para gembala yang tersisa di gurun-gurun tandus; mungkin engkau masih menyisakan sedikit ruang tentang masa lalu, atau meninggalkan sedikit cinta akan sesosok waktu; aku hanya ingin menjadi bagian dari masa depanmu, karena itu aku mencintaimu, seiring waktu.<br /><br /></div><div>7</div><div>adakah engkau tahu, setiap penyair ingin memahat kekasihnya di atas batu nisan hidupnya; aku? ah, hanya ingin menghabiskan sisa hidupku dalam gubuk tua hingga membuatmu mencintaiku; menuntunmu tersenyum tanpa kata di sepanjang senja, di setiap musim.<br /><br /></div><div>8</div><div>pernah suatu kali seorang lelaki tua datang dari puri tak bernama; konon ia dibesarkan oleh rahim bukit yang bercadas; ia bertanya "siapakah yang selalu kau sebut dalam doa-doa malammu?".<br /><br /></div><div>9</div><div>ia adalah kekasihku, yang bersedia aku cintai dalam kehangatan yang lembut, meskipun getir hadir dalam matanya yang paling sendu; aku ingin menghapus air matanya di setiap tangisan yang terdengar lamat-lamat, lalu bersamanya meraih bianglala yang tampak indah, dari atas perahu bercadik merah.<br /><br /></div><div>10</div><div>tuhan lalu mendatangiku dalam suara, aku menatapnya dengan tanya; aku berkata, "aku ingin menikah dengan kekasihku di bawah cerlang purnama, di dalam lingkaran obor emas yang menyala-nyala".</div><div><br /></div><div style="font-weight: bold;">Faris Alfadh</div><div>2/9/2011<br /><br />image from <a href="http://ailedda.deviantart.com/art/Hope-136633065?q=boost%3Apopular%20hope&qo=56">here</a><br /></div>Faris Alfadhathttp://www.blogger.com/profile/14884056569235245326noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6769592372293091025.post-52836368613429344472011-08-04T07:00:00.000-07:002011-08-04T07:06:28.507-07:00Teror Oslo dan Benturan Ultrafundamentalis<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" style="font-family: arial;" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjJfShePXuqlqBbnJbt58lqhFW1MAZCVymwxkvpY2oI_CqMuAFBAqbeXglsvjq-zDMfIQeAEYssqblwksmk06QXKqBcKoUeuGWKn9rRQ-bzZ13rGwWjTatFrmZReWZMPeUTrmR1zpxW-gY/s1600/terrorism_by_DClayne.jpg"><img style="float: left; margin: 0pt 10px 10px 0pt; cursor: pointer; width: 400px; height: 202px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjJfShePXuqlqBbnJbt58lqhFW1MAZCVymwxkvpY2oI_CqMuAFBAqbeXglsvjq-zDMfIQeAEYssqblwksmk06QXKqBcKoUeuGWKn9rRQ-bzZ13rGwWjTatFrmZReWZMPeUTrmR1zpxW-gY/s400/terrorism_by_DClayne.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5637001192306195698" border="0" /></a><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><span style="font-style: italic;font-family:arial;" >Republika,</span><span style="font-family:arial;"> 03 Agustus 2011</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Tidak pernah ada yang menduga bahwa teror bom dan letusan puluhan mesiu jatuh di atas tanah Norwegia, negara yang selama ini dianggap paling aman, di mana semangat demokrasi, keterbukaan, dan kesetaraan begitu dihormati.</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Tragedi ini tidak hanya menyisakan pilu bagi masyarakat Norwegia, tetapi sekaligus duka kemanusiaan bagi kita semua. Bagi Norwegia, aksi brutal yang dilakukan Anders Behring Breivik merupakan kejahatan paling buruk yang pernah terjadi sejak Perang Dunia II. Karena itu, PM Stoltenberg menyebutnya sebagai satu tragedi nasional. Sedangkan bagi sebagian besar dari kita, ini seperti rongrongan yang terus berupaya menyanyikan kidung kematian bagi setiap dialog kemanusiaan.</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Tragedi yang terjadi di Kota Oslo dan Pulau Utoya tersebut semakin menegaskan bahwa asumsi yang selalu mengaitkan aksi teror dengan tradisi bangsa atau agama tertentu adalah keliru, terutama kampanye-kampanye besar yang selama ini diteriakkan AS, yang dalam banyak hal terkadang semakin mendiskreditkan Islam. Teror tidak pernah lahir dari nubuat agama.</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Tariq Ali, dalam </span><span style="font-style: italic;font-family:arial;" >The Clash of Fundamentalisms: Crusade, Jihads and Modernity</span><span style="font-family:arial;"> (2002), mengajak kita untuk melihat perbedaan sumir antara ajaran agama dan praktik para penganutnya. Apa yang terjadi selama ini, terutama upaya menarik agama dalam spektrum kekerasan, tidak lebih dari eksploitasi para penganut agama atas motif-motif tertentu. Agama memang kerap dijadikan dalil, namun kita pun mafhum bahwa agama manapun menolak keras semua jenis kejahatan yang memusnahkan manusia.</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Karena itu, walaupun Anders Behring Breivik menyebut dirinya seorang fundamentalis Kristen dan menulis manifesto politik setebal 1.500 halaman yang sebagian isinya bernada anti-Islam, aksi teror yang ia lakukan sama sekali tidak ada kaitannya dengan agama Kristen. Begitu juga aksi-aksi lain yang dilakukan kelompok-kelompok Islam radikal.</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Aksi teror bisa dipahami sebagai unjuk rasa simbolis atas ketidakpuasan terhadap produk regulasi ataupun perilaku politik dan ekonomi. Dalam kasus Norwegia, kita melihat bagaimana alasan-alasan kekhawatiran terhadap multikulturalisme, kekecewaan terkait kebijakan imigran, serta ketakutan yang berlebihan telah menyeruak. Di AS, aksi seperti ini pernah terjadi di Oklahoma pada tahun 1995, yang menewaskan 168 orang.</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Eropa pernah mengalami sejarah yang cukup panjang terkait radikalisme dan kekerasan, yang secara gamblang menempatkan agama dalam jarak yang tegas. Selama 1960-an dan 1970-an, misalnya, terorisme dikaitkan secara samar-samar dengan kelompok ekstrem sayap kiri. Keadilan sosial menjadi kata kunci aksi. Karena itu pula mengapa faham politik seperti Marxisme mendapat perhatian. Pada 1980-an dan 1990-an, pola terorisme mulai bergeser ke kelompok ekstrem sayap kanan. Ideologi ultranasional dan fanatisme atas ras menyeruak sebagai pembenaran.</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Perubahan signifikan dalam memandang kekerasan dan teror terjadi pascatragedi 9/11 seiring propaganda "war on terrorism" yang dilakukan AS dan sekutunya, terutama upaya politik yang secara brutal semakin menyudutkan kelompok Islam radikal serta menarik agama sebagai sesuatu yang fundamental dalam kejahatan teror. Stigma negatif yang dilekatkan pada kelompok-kelompok Islam seolah menegaskan bahwa agama menjadi sumber malapetaka.</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Teror di Norwegia seperti lonceng yang seolah membangunkan kesadaran negara-negara Eropa dan AS, yang selama lebih dari satu dekade hanya fokus pada kelompok-kelompok Islam radikal serta menjustifikasi agama (baca: Islam) sebagai sumber kekerasan, namun melupakan potensi yang bisa hadir dari kelompok-kelompok domestik.</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Selama ini, AS memang berhasil memenangi diskursus terorisme global dan mengambil keuntungan dari itu. Namun, hal tersebut juga harus dibayar mahal, terutama terkait dua hal. Pertama, kebijakan utilitarian AS, seperti yang dilakukan di Irak, Afghanistan, dan beberapa negara berpenduduk Muslim, yang semakin menumpuk kebencian dari kelompok-kelompok Islam. Hal ini tak pelak mendorong munculnya aksi-aksi kekerasan yang sebenarnya bukanlah hadir atas nama Tuhan, melainkan balasan atas ketidakadilan yang sudah hadir secara historis.</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Kedua, kebijakan AS dan sekutunya juga turut andil dalam memupuk kebencian dalam kelompok-kelompok ekstrem sayap kanan di AS dan beberapa negara Eropa terhadap Islam dan penduduk Muslim diaspora. Bagi Eropa yang sejak dulu sudah menghadapi fenomena migrasi, termasuk dari penduduk negara Muslim, mulai merasa terancam. Stigma negatif yang begitu kuat dilekatkan terhadap kelompok Islam semakin memperbesar rasa tidak aman.</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Apa yang terjadi di Norwegia setidaknya menjadi catatan penting, yakni teror bisa dilakukan siapa saja, bahkan oleh seorang individu. Namun perlu diingat bahwa politik yang dibangun atas rasa kebencian bisa membimbing siapa pun yang terkucilkan dan diliputi amarah untuk menerobos jalan kekerasan.</span><br /><br /><span style="font-weight: bold;font-family:arial;" >Faris Alfadh</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">image from </span><a style="font-family: arial;" href="http://dclayne.deviantart.com/art/terrorism-151672700?q=boost%3Apopular%20terrorism&qo=17">here</a>Faris Alfadhathttp://www.blogger.com/profile/14884056569235245326noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6769592372293091025.post-78495571027715382242011-06-10T17:30:00.000-07:002011-06-12T16:45:59.417-07:00Jendela di Awal Pagi<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg-P-Q_fmqFMl_qchchzfKqOKy_7rppfLydx3RPz8_qf__D1UTPeO8aRWtgMPIfrjHspLaTgNft2rhn5qbSK4bfw0OTRL82S9p2p-ZjsyidA-yTYrLZ06shtfU6w0GLLA5ROB9JONBBbCc/s1600/View_with_a_Window_by_ahermin.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 320px; height: 294px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg-P-Q_fmqFMl_qchchzfKqOKy_7rppfLydx3RPz8_qf__D1UTPeO8aRWtgMPIfrjHspLaTgNft2rhn5qbSK4bfw0OTRL82S9p2p-ZjsyidA-yTYrLZ06shtfU6w0GLLA5ROB9JONBBbCc/s320/View_with_a_Window_by_ahermin.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5616756245308692402" border="0" /></a><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Dari jendela yang hening di awal pagi<br />kadang kita melihat mimpi di kejauhan<br />dalam bentuk penyesalan dan harapan<br /><br />Doa tentang keba(j)ikan dipanjatkan<br />sebagai hikayat yang ingin dicapai<br />seolah kesedihan hadir dalam jumlah tak terkira<br /><br />Pilu kehidupan kadang mengecewakan<br />seperti kematian yang sudah dinubuatkan<br />namun layaknya cahaya biru safir, sisi lain selalu hadir<br /><br />Kebahagiaan bukanlah suara menyalak di ujung jalan<br />ia hadir dalam setiap kebaikan di relung jiwa<br />di balik jendela yang perlahan mulai terbuka<br /><br /><br /><span style="font-weight: bold;">Faris Alfadh</span><br />11/06/2011<br /><br />image from <a href="http://ahermin.deviantart.com/art/View-with-a-Window-86757016?q=boost%3Apopular%20window&qo=9">here</a>Faris Alfadhathttp://www.blogger.com/profile/14884056569235245326noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6769592372293091025.post-56185747207529691602011-02-19T17:18:00.000-08:002011-02-19T17:51:45.213-08:00Transisi Demokrasi Pasca-Mubarak<div style="text-align: left;"><span style="font-size:100%;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgREJlpP0h8EcCfKKI8T6pSppeQiV3Ln9UvBQ-l_K95u_IgcSh7fozSAGabYt89mdUZM9GBUzmNj1sYzlxwXazZDO1WsC5bglt99j_YWTOqWKKj52gaDlhZR8ix83MvHAxea9HOo34l7j8/s1600/egyptian_revolution_003_by_cyg_x_1-d38mdjx.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 400px; height: 229px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgREJlpP0h8EcCfKKI8T6pSppeQiV3Ln9UvBQ-l_K95u_IgcSh7fozSAGabYt89mdUZM9GBUzmNj1sYzlxwXazZDO1WsC5bglt99j_YWTOqWKKj52gaDlhZR8ix83MvHAxea9HOo34l7j8/s400/egyptian_revolution_003_by_cyg_x_1-d38mdjx.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5575579250413812354" border="0" /></a><br /><br /></span><!--[if gte mso 9]><xml> <w:worddocument> <w:view>Normal</w:View> <w:zoom>0</w:Zoom> <w:trackmoves/> <w:trackformatting/> <w:punctuationkerning/> <w:validateagainstschemas/> <w:saveifxmlinvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:ignoremixedcontent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:alwaysshowplaceholdertext>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:donotpromoteqf/> <w:lidthemeother>EN-US</w:LidThemeOther> <w:lidthemeasian>X-NONE</w:LidThemeAsian> <w:lidthemecomplexscript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript> <w:compatibility> <w:breakwrappedtables/> <w:snaptogridincell/> <w:wraptextwithpunct/> <w:useasianbreakrules/> <w:dontgrowautofit/> <w:splitpgbreakandparamark/> <w:dontvertaligncellwithsp/> <w:dontbreakconstrainedforcedtables/> <w:dontvertalignintxbx/> <w:word11kerningpairs/> <w:cachedcolbalance/> </w:Compatibility> <w:browserlevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> <m:mathpr> <m:mathfont val="Cambria Math"> <m:brkbin val="before"> <m:brkbinsub val="--"> <m:smallfrac val="off"> <m:dispdef/> <m:lmargin val="0"> <m:rmargin val="0"> <m:defjc val="centerGroup"> <m:wrapindent val="1440"> <m:intlim val="subSup"> <m:narylim val="undOvr"> </m:mathPr></w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:latentstyles deflockedstate="false" defunhidewhenused="true" defsemihidden="true" defqformat="false" defpriority="99" latentstylecount="267"> <w:lsdexception locked="false" priority="0" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Normal"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="heading 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 7"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 8"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 9"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 7"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 8"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 9"> <w:lsdexception locked="false" priority="35" qformat="true" name="caption"> <w:lsdexception locked="false" priority="10" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Title"> <w:lsdexception locked="false" priority="1" name="Default Paragraph Font"> <w:lsdexception locked="false" priority="11" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Subtitle"> <w:lsdexception locked="false" priority="22" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Strong"> <w:lsdexception locked="false" priority="20" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Emphasis"> <w:lsdexception locked="false" priority="59" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Table Grid"> <w:lsdexception locked="false" unhidewhenused="false" name="Placeholder Text"> <w:lsdexception locked="false" priority="1" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="No Spacing"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" unhidewhenused="false" name="Revision"> <w:lsdexception locked="false" priority="34" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="List Paragraph"> <w:lsdexception locked="false" priority="29" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Quote"> <w:lsdexception locked="false" priority="30" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Intense Quote"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="19" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Subtle Emphasis"> <w:lsdexception locked="false" priority="21" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Intense Emphasis"> <w:lsdexception locked="false" priority="31" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Subtle Reference"> <w:lsdexception locked="false" priority="32" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Intense Reference"> <w:lsdexception locked="false" priority="33" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Book Title"> <w:lsdexception locked="false" priority="37" name="Bibliography"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" qformat="true" name="TOC Heading"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-priority:99; mso-style-qformat:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; mso-para-margin:0cm; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:"Calibri","sans-serif"; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-ascii-theme-font:minor-latin; mso-fareast-font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-theme-font:minor-fareast; mso-hansi-font-family:Calibri; mso-hansi-theme-font:minor-latin; mso-bidi-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-theme-font:minor-bidi;} </style> <![endif]--> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"><i style=""><br /></i></span></p><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"><i style=""><br /></i></span></p><span style="font-size:100%;"><i style="">Kedaulatan Rakyat, </i></span><span style="font-size:100%;">17 Februari 2011</span><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size:100%;">E</span>uphoria kemenangan revolusi di Mesir terasa begitu heroik. Tidak hanya di Tahrir Square, yang sejak 25 Januari lalu menjadi tempat digelarnya parlemen jalanan oleh jutaan rakyat pro-demokrasi, tetapi juga di seantero Mesir, menyusul mundurnya Presiden Hosni Mubarak, Jum’at (11/2) malam. Proses demokrasi Mesir tampaknya memasuki babak baru.</span></p><div style="text-align: left;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: left;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">Rakyat Mesir pantas merayakan kebebasan dengan gegap gempita. Selama tiga dekade mereka hidup di bawah rezim Mubarak yang despotis. Ketakutan tersebar di mana-mana, kemiskinan dan pengangguran semakin melimpah. Kehidupan yang lebih baik dan terbuka menjadi harapan setiap orang setelah ini. </span></p><div style="text-align: left;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: left;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">Saat ini Tahrir Square mungkin masih menyisakan kidung kebebasan dan cerita kebahagian. Namun beberapa hari mendatang orang di jalan-jalan akan mulai bertanya, bagaimana proses transisi demokrasi akan berlangsung, sejauh mana ketidak pastian datang menghadang?</span></p><div style="text-align: left;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: left;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">Larry Diamond dalam <i style="">Developing Democracy: Toward Consolidation </i>(1999), menekankan bahwa membangun demokrasi di masyarakat pasca-otoriter memerlukan waktu dan pengorbanan. Pemerintah demokratis di masa transisi dihadapkan pada tiga agenda penting: perbaikan kinerja ekonomi dan politik; penguatan institusi politik; restrukturisasi hubungan sipil-militer dan penguatan <i style="">sivil society</i>.</span></p><div style="text-align: left;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: left;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">Ketiga hal tersebu akan menjadi tantangan berat Mesir dalam membangun demokrasi pasca-Mubarak. Apalagi rakyat Mesir cukup lama hidup dalam bayang-bayang kediktatoran. Setelah Inggris hengkang, Mesir diperintah raja yang tidak kompeten dan, sejak 1952, rezim militer mulai mengambil alih.</span></p><div style="text-align: left;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: left;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">Pertama, persoalan ekonomi menjadi tantangan pertama Mesir di masa transisi demokrasi. Saat ini kemiskinan tersebar luas di mana-mana, dari pedesaan hingga perkotaan. Lebih dari 40 persen rakyat Mesir hidup dengan penghasilan kurang dari 2 dolar AS perhari. Jika tidak segera diantisipasi, maka kondisi ekonomi yang semakin sulit bisa saja memicu frustasi di masyaraka dan berujung pada kekacauan politik baru. Perlu diingat bahwa tuntutan agar Mubarak mundur selama ini juga tidak terlepas dari krisis ekonomi dan tidak meratanya distribusi ekonomi.</span></p><div style="text-align: left;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: left;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">Kedua, penguatan institusi politik yang mencakup birokrasi, sistem pemilu dan kepartaian, serta penegakan hukum, akan berlangsung cukup rumit mengingat selama ini Mubarak turut menyuburkan korupsi dan memanipulasi institusi politik demi status quo. Pemerintah transisi perlu membangun komunikasi sosial yang kuat dengan kelompok-kelompok politik, terutama menjelang pemilu yang direncanakan berlangsung September mendatang. Bisa dipastikan semua kelompok politik akan berebut simpati, termasuk kemungkinan munculnya kembali kelompok pendukung Mubarak. </span></p><div style="text-align: left;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: left;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">Jika tidak diantisipasi, para pendukung Mubarak bisa saja kembali berkuasa. Saat ini sudah muncul beberapa nama sebagai calon pengganti Mubarak, di antaranya Amr Mousa, Omar Suleiman, Shami Hafez Anan, Mohamed El-Baradei, dan Ayman Nour. Menariknya nama-nama tersebut justru memiliki hubungan dengan Mubarak. Hanya dua tokoh yang disebut terakhir yang relatif independen, yakni El-Baradei dan Nour.</span></p><div style="text-align: left;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: left;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">Ketiga, restrukturisasi hubungan sipil-militer akan menjadi hal yang amat penting. Selama ini militer begitu dekat dengan kekuasaan, bahkan menjadi kekuatan politik penting dalam melindungi rezim yang berkuasa di Mesir. Memang, menganggap militer akan kembali berkuasa dan menjadi penghalang proses demokrasi adalah penilaian yang terlalu prematur. Militer telah berjanji akan segera mengubah konstitusi dan menggelar pemilu yang adil. Selama ini militer pun sudah menunjukkan itikad baik dengan mengawal demontrasi dan tidak mendukung Mubarak. Namun perlu diingat bahwa orang-orang yang saat ini berada di tampuk kekuasaan sebagian besar pernah memiliki karir di militer, mulai dari Wakil Presiden, menteri, hingga para gubernur.</span></p><div style="text-align: left;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: left;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">Selain itu, proses konsolidasi demokrasi Mesir juga akan mendapat tantangan dari upaya intervensi negara lain. Tak ada negara yang paling cemas dengan gejolak yang terjadi di Mesir selain AS dan Israel. Selama ini Mesir merupakan sekutu terpenting AS di Timur Tengah. Mesir lah yang juga menjadi benteng AS dan Israel dari para kelompok radikal di Timur Tengah, sekaligus sebagai penjamin perdamaian Arab-Israel. </span></p><div style="text-align: left;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: left;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">Kecemasan terbesar AS adalah jatuhnya Mesir ke tangan kelompok Islam seperti Ikhwanul Muslimin, yang telah lama mengalami penindasan di masa Anwar Sadat dan Hosni Mubarak. Jika kelompok Islam menang dalam pemilu mendatang, maka hal tersebut akan menjadi petaka bagi kepentingan AS dan bisa mengacaukan hubungan Mesir-Israel yang telah dibangun selama tiga dekade. </span></p><div style="text-align: left;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: left;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">Karena itu AS tampaknya tidak akan membiarkan Mesir berjalan sendiri tanpa kendali. Itu artinya, upaya-upaya mencampuri proses politik yang sedang berlangsung sejatinya hanya akan memperkeruh transisi demokrasi, sekaligus menyeret Mesir ke dalam limbung ketidakpastian<span style="">.</span></span></p><div style="text-align: left;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: left;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"><b>Faris Alfadh</b><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">Image from <a href="http://cyg-x-1.deviantart.com/art/Egyptian-Revolution-003-195879453">here</a><br /></span></p>Faris Alfadhathttp://www.blogger.com/profile/14884056569235245326noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6769592372293091025.post-21535911034284443362010-04-09T02:15:00.000-07:002011-02-19T17:55:46.027-08:00Abhisit dan Rekonsiliasi Demokrasi<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgL04Kaaky80q8qWpv9zSOaA5J8JGWGABK_639K7J35JYkA2VvpiOQr9FpqEN0LMZp_MFaafBxGpAk0bYMF_6c7PYKncYfVcTeUdhtTttMol5nyV4VowLBkzqLp8MdqWsmEh6JdDo-iC7U/s1600/Katamari_Democracy_by_coconut_lane.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 400px; height: 222px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgL04Kaaky80q8qWpv9zSOaA5J8JGWGABK_639K7J35JYkA2VvpiOQr9FpqEN0LMZp_MFaafBxGpAk0bYMF_6c7PYKncYfVcTeUdhtTttMol5nyV4VowLBkzqLp8MdqWsmEh6JdDo-iC7U/s400/Katamari_Democracy_by_coconut_lane.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5458064355318141970" border="0" /></a><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><span style="font-style: italic;">Jawa Pos, </span>9 April 2010<br /><span style="font-style: italic;"><br /></span>JIKA ada negara di ASEAN yang mengalami fluktuasi <i>high politic</i> cukup tinggi dalam lima tahun terakhir, itu adalah Thailand. Sejak Thaksin digulingkan lewat kudeta militer pada 2006, sudah lima kali terjadi pergantian kepemimpinan di tingkat perdana menteri (PM).<br /><br />Aksi protes yang digelar pendukung Thaksin mulai tiga pekan terakhir merupakan rentetan panjang dari polarisasi kekuatan politik yang saling bergantian sejak kudeta empat tahun lalu, antara pendukung Thaksin, PM Abhisit Vejjajiva, dan militer. Bagaimana menjelaskan instabilitas demokrasi di Thailand saat ini serta upaya terbaik apa yang bisa ditempuh Abhisit?<br /><br /><b>Demokrasi Praetorian</b><br /><br />Pangkal krisis politik di Thailand saat ini tidak terlepas dari kembalinya militer ke dalam politik pada 2006. Sebab, sejak itu, kita menyaksikan krisis politik secara maraton di negara yang dikepalai Raja Bhumibol Adulyadej tersebut.<br /><br />Memang, dalam politik selalu ada kemungkinan bagi praetorianisme. Kesempatan itu memungkinkan militer masuk dalam politik dan mengambil alih kekuasaan sipil. Baik dipicu krisis ekonomi, gejala vakumnya kekuasaan, maupun gagalnya sipil dalam menjaga stabilitas negara.<br /><br />Kudeta empat tahun lalu bisa dilihat dari indikator terakhir. Militer kecewa terhadap pemerintahan Thaksin yang terus mengalami krisis legitimasi menyusul merebaknya kasus korupsi. Namun, yang tidak disadari, intervensi militer dalam politik kerap berujung pada kegagalan konsolidasi demokrasi. Baik disebabkan rezim militer yang terus berkuasa pascakudeta maupun penetrasi politik inkonstitusional yang terus dilakukan, bahkan setelah kekuasaan kembali ke tangan sipil.<br /><br />Kasus kudeta di beberapa negara menunjukkan hal tersebut. Misalnya kudeta militer di Pakistan pada 1999, Filipina (1986), serta Argentina (1970-an).<br /><br />Dalam kasus Thailand, walaupun pemerintahan yang didukung militer saat itu, di bawah Jenderal Surayud Chulanot, hanya berlangsung hingga 2008, kenyataannya militer tetap memainkan peran politik secara tidak langsung. Hal tersebut segera terlihat pada pemilu pertama pascakudeta. Kemenangan Partai Kekuatan Rakyat, yang didirikan para pendukung Thaksin serta naiknya Samak Sundaravej sebagai PM membuat militer tidak nyaman. Banyak yang menilai, militer punya andil besar dalam mendukung aksi-aksi protes oposisi serta upaya mencari kesalahan demi mendelegitimasi kekuasaan.<br /><br />Intervensi militer sejak kudeta empat tahun lalu berimplikasi panjang dalam sistem demokrasi Thailand. Sebab, upaya itu tidak hanya mendevaluasi pendalaman demokrasi, tetapi sekaligus memperbesar friksi sosial-politik. Aksi-aksi protes dalam spektrum yang silih berganti, termasuk yang terjadi sejak tiga minggu terakhir, merupakan rentetan krisis demokrasi sejak kembalinya militer ke dalam politik. Belum lagi, disinyalir Abhisit naik ke tampuk pemerintahan pada 2008 karena dukungan kuat militer.<br /><br /><b>Rekonsiliasi Demokrasi</b><br /><br />Seperti diramalkan, upaya dialog antara pemerintah dan pemrotes sejak Minggu lalu (28/3) akhirnya buntu. Keinginan pemrotes, yang juga dikenal sebagai kelompok Kaus Merah, agar pemerintah segera membubarkan parlemen dan mengadakan pemilu masih ditolak Abhisit. Sementara itu, kelompok pemrotes menilai upaya Abhisit hanya mengulur-ngulur waktu, tidak betul-betul tulus untuk mencari solusi krisis.<br /><br />Karena itu, Abhisit seharusnya memperhitungkan bahwa kegagalan upaya dialog bisa meruncingkan kebuntuan politik. Bentrok antara pemrotes dan aparat keamanan Selasa lalu (6/4) mulai menunjukkan hal tersebut. Jika krisis politik sampai terjadi pada suhu tertinggi, yang paling dirugikan tentu saja Abhisit. Sebab, akan muncul keraguan banyak pihak (<i>public distrust</i>) terhadap kapabilitas Abhisit sebagai PM. Dengan demikian, upaya serius perlu dilakukan.<br /><br />Pertama, tak ada pilihan lain kecuali melangsungkan pemilu secepatnya sebelum akhir tahun ini. Khawatir para kolega Thaksin menang jika pemilu digelar tentu sebuah penilaian yang prematur. Abhisit harus yakin, jika ingin mendapatkan legitimasi politik, dirinya dan Partai Demokrat harus membuktikan mampu meraih simpati rakyat melalui pemilihan umum.<br /><br />Kedua, Abhisit harus meniupkan optimisme kepada semua pihak bahwa politik kali ini bakal dibangun di atas demokrasi yang kukuh -lepas dari intervensi militer, tekanan politik, serta politik uang. Dia harus bisa menepis tuduhan selama ini -bahwa dukungan militerlah yang menaikkannya ke tampuk pemerintahan. Karena itu, siapa pun yang memenangi pemilu berhak atas garansi legitimasi politik.<br /><br />Jika rekonsiliasi demokrasi gagal, eksemplar demokrasi Thailand yang limbung, tampaknya, tak pernah memasuki lembaran baru.<br /><br /><b>Faris Alfadh</b><br />Image from <a href="http://www.facebook.com/note_redirect.php?note_id=381137071173&h=02875170642386cdbf4836c90ddcd04a&url=http%3A%2F%2Fcoconut-lane.deviantart.com%2Fart%2FKatamari-Democracy-28105817" target="_blank" title="http://coconut-lane.deviantart.com/art/Katamari-Democracy-28105817">here</a>Faris Alfadhathttp://www.blogger.com/profile/14884056569235245326noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-6769592372293091025.post-39680612839864585212010-04-05T19:53:00.000-07:002010-04-05T20:15:48.611-07:00Hujan di Sepanjang Senja<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEigftSvGPVIH2Ydeai16vjS2U-rXUFy5ERwdlOxbLKGW1WhhIcu2fxhbp7DmbVRB1EYogkMisrZuuqGrt3QdUlssMTcxp3LEDAULKnMR7n41UgR03F_4Y_4cxAe2lE5_hUufXZkk3pNDHg/s1600/Pencil_by_nyengendadi.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 318px; height: 320px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEigftSvGPVIH2Ydeai16vjS2U-rXUFy5ERwdlOxbLKGW1WhhIcu2fxhbp7DmbVRB1EYogkMisrZuuqGrt3QdUlssMTcxp3LEDAULKnMR7n41UgR03F_4Y_4cxAe2lE5_hUufXZkk3pNDHg/s320/Pencil_by_nyengendadi.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5456856316941771394" border="0" /></a><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><span style="font-style: italic;"><span><span style="font-weight: bold;"><br /><br />: Mengenang 100 hari wafatnya Gus Dur</span><br />Saya menulisnya ketika beliau berpulang 30/12/2009<br /></span></span><br /><br />Dari bahu kanal sebuah sungai<br />tak ada lagi yang tampak di kejauhan<br />selain hujan di sepanjang senja<br /><br />Sedu sedan kemudian menyela<br />dan kami pun tahu, itu pertanda<br />engkau telah tiada<br /><br />Selamat jalan, Gus<br />yang tercium kini hanya bau semerbak<br />dan itu engkau, yang berbagi begitu banyak<br /><br /><br /><span style="font-weight: bold;">Faris Alfadh</span><br />image from <a href="http://nyengendadi.deviantart.com/art/Pencil-73133885">here</a>Faris Alfadhathttp://www.blogger.com/profile/14884056569235245326noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6769592372293091025.post-90669224080307734382010-03-17T21:30:00.000-07:002010-04-05T20:13:51.169-07:00Dusun di Pucuk Bukit<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhLmdiyTFvl3MRxarmHa-KHXanwxWEalLxFk9aPOBUDExEhMACqV9yIApfXY6B_0stR7JpNxhZWEB3oTlh9OvxnMalK7gVWOR1LTabcvQzywXgSKBYeEedhiErMlLtNgRSfguMBHI5BBic/s1600-h/desert_walkers_by_teemoh+2.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 300px; height: 273px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhLmdiyTFvl3MRxarmHa-KHXanwxWEalLxFk9aPOBUDExEhMACqV9yIApfXY6B_0stR7JpNxhZWEB3oTlh9OvxnMalK7gVWOR1LTabcvQzywXgSKBYeEedhiErMlLtNgRSfguMBHI5BBic/s400/desert_walkers_by_teemoh+2.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5449835152052465298" border="0" /></a><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Tuhan pernah berbicara kepadanya<br />Tapi ia curiga jangan-jangan<br />Tuhan tak pernah berkenan<br /><br />Hingga ia menemukan sebuah dusun<br />di pucuk bukit, setelah berjalan kaki<br />ribuan mile bersama istri yang tegar<br /><br />Seorang anak kemudian dikaruniakan<br />kepadanya, darinya ia belajar<br />tentang ikhlas dan sabar<br /><br /><br /><span style="font-weight: bold;">Faris Alfadh</span><br /><span>2009</span><br /><span style="font-style: italic;"><br /></span><span>image from </span><a href="http://teemoh.deviantart.com/art/desert-walkers-41318516">here</a>Faris Alfadhathttp://www.blogger.com/profile/14884056569235245326noreply@blogger.com6tag:blogger.com,1999:blog-6769592372293091025.post-3728606915108471492010-03-06T00:27:00.000-08:002010-03-18T18:30:42.210-07:00Bung Sjahrir<span style=";font-family:verdana;font-size:100%;" ><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjWLQQxHrMosVEE_2jloMg6HEN7N67ltTKxpoFnvLDniR55n-TJT2ZKIySTnOG6C-9dhWukczAVArcU0XZ8ksfFLKkHjTQ_JDbdEEHgpSjkG3ByEnKSkU2hyphenhyphen6voHLdNGfMP8uPdbRGz2qo/s1600-h/Sjahrir+%282%29.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 400px; height: 248px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjWLQQxHrMosVEE_2jloMg6HEN7N67ltTKxpoFnvLDniR55n-TJT2ZKIySTnOG6C-9dhWukczAVArcU0XZ8ksfFLKkHjTQ_JDbdEEHgpSjkG3ByEnKSkU2hyphenhyphen6voHLdNGfMP8uPdbRGz2qo/s400/Sjahrir+%282%29.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5445434884746752498" border="0" /></a><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /></span><span style="font-style: italic;font-family:arial;font-size:100%;" ><br /><span style="font-weight: bold;">: mengenang pemikiran dan jejak diplomasi</span></span><span style=";font-family:verdana;font-size:100%;" ><br /><br /><span style="font-family:arial;">Kamis, 5 Maret 2010 kemarin, tepat 101 tahun Sutan Sjahrir</span></span><span style=";font-family:arial;font-size:100%;" >—salah satu bapak revolusi Indonesia. Serangkaian acara turut menyertai. Salah satu yang menarik adalah diluncurkannya dua buku tentang Sjahrir di Jakarta: <i style="">Sutan Sjahrir: Demokrat Sejati, Pejuang Kemanusiaan/True Denmocrat, Fighter for Humanity; 1909-1966, </i>yang ditulis dalam bentuk esai biografis oleh wartawan senior, Rosihan Anwar. Serta <i style="">Mengenang Sjahrir, </i>buku cetak ulang yang diterbitkan sebelumnya pada awal 1980. <o:p></o:p></span> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">Tulisan ini saya buat hanya sebagai catatan kecil dalam mengenang beberapa peran besar Bung Kecil—setidaknya demikian Sjahrir kerap disapa. Ia meninggal di Zurich 9 April 1966, dalam keadaan terasing dan terlupakan karena masih sebagai tahanan politik rezim Soekarno.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: center; line-height: normal;font-family:arial;" align="center"><span style="font-size:100%;">***<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">Nama Sutan Sjahrir memang tidaklah tersohor dibanding dua proklamator Indonesia, Soekarno dan Mohammad Hatta. Namun jika berbicara pengabdian politik serta kontribusi pemikiran, Perdana Menteri Republik Indonesia pertama (1945-1947), yang lahir di Padang Panjang, Sumatera Barat, 5 Maret 1909 ini, jelas tidak bisa dipandang sebelah mata.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">Namun demikian, ia seperti sebuah pengecualian revolusi—kerap berada di luar mainstream. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">Sulit membayangkan ada orang seperti Sjahrir. Ketika nasionalisme begitu berkobar, dan kemerdekaan menjadi perjuangan final, Sjahrir hadir dengan sesuatu yang jauh melampaui keduanya. Ia mengingatkan: nasionalisme yang berelebihan pada akhirnya kerap bersekutu dengan feodalisme. Dan karena itu, revolusi kemerdekaan baginya harus sejak awal didorong oleh gelombang masyarakat yang demokratis. Ia menyebutnya “revolusi kerakyatan”—sebuah transformasi yang dipimpin oleh golongan masyarakat demokratis, bukan nasionalistis yang membudak kepada fasis lain. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">Mengenai kemerdekaan nasional, baginya itu bukanlah tujuan final. Tujuan akhir justru terletak pada keterbukaan ruang serta kebebasan juang—bagi semua rakyat. Karena itu, bagi Sjahrir, dalam memperjuangkan kemerdekaan, langkah yang diambil semestinya tetap mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan dan anti-kekerasan. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoBodyText" style="margin-right: 0cm; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"><span style="">Dalam <i style="">Perdjoeangan Kita, </i>yang ia tulis dan diterbitkan pertama kali tahun 1945, misalnya, dengan jernih ia berpendapat bahwa kerusuhan, pemecahan masyarakat ke dalam kelompok-kelompok, serta agitasi kebencian kepada ras bangsa Jepang justru akan menimbulkan kekuatan fasis baru dari dalam negeri sendiri. <o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoBodyText" style="margin-right: 0cm; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"><span style=""><o:p> </o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">Karena itu pula, ketika menjadi Perdana Menteri pertama Indonesia, Sjahrir lebih memilih politik diplomasi daripada konfrontasi—jalan yang ia anggap lebih elegan: berunding dengan Belanda dan Sekutu, serta melecut simpati dunia internasional.<br /></span></p><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">Baginya, kemerdekaan dan kedaulatan harus dicapai secara bertahap, rapi, dan elegan. Bukan frontal dengan mengangkat senjata secara brutal.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">Pemikiran serta langkah Sjahrir tentu saja mendapat banyak kritik dari kaum revolusioner lain, terutama yang merasa dirinya radikal. Ideologinya yang anti fasis dan militer, dikritik banyak kaum terdidik. Sikapnya dianggap lemah, dan kerap dituduh elitis—ide-idenya pun dipandang terlampau utopis. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoBodyText" style="margin-right: 0cm; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"><span style="">Namun demikian, tetap saja kontribusi politik Sjahrir di era revolusi memiliki posisi sangat penting. <o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoBodyText" style="margin-right: 0cm; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"><span style=""><o:p> </o:p></span></span></p> <p class="MsoBodyText" style="margin-right: 0cm; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"><span style="">Peran besar Sjahrir dimulai sejak awal kemerdekaan Indonesia. Kondisi sosial masyarakat yang masih centang perenang, serta atmosfir kemerdekaan rakyat yang sulit dikendalikan, membuat situasi politik dalam negeri cukup mengkhawatirkan. Agar Republik tak runtuh dan perjuangan rakyat tak menampilkan wajah bengis, Sjahrir menjalankan siasatnya. <o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoBodyText" style="margin-right: 0cm; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"><span style=""><o:p> </o:p></span></span></p> <p class="MsoBodyText" style="margin-right: 0cm; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"><span style="">Sebagai ketua Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP KNIP), ia menjadi arsitek perubahan Kabinet Presidensil menjadi Kabinet Parlementer yang bertanggung jawab kepada KNIP sebagai lembaga yang punya fungsi legislatif. Republik Indonesia pun menganut sistem multipartai. Tatanan pemerintahan tersebut sesuai dengan arus politik pasca-Perang Dunia II, yakni kemenangan demokrasi atas fasisme. <o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoBodyText" style="margin-right: 0cm; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"><span style=""><o:p> </o:p></span></span></p> <p class="MsoBodyText" style="margin-right: 0cm; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"><span style="">Dengan siasat-siasat tadi, Sjahrir ingin menunjukkan kepada dunia internasional bahwa revolusi Republik Indonesia adalah perjuangan suatu bangsa yang beradab dan demokratis, di tengah suasana kebangkitan bangsa-bangsa pasca kolonial. Hal ini dilakukan Sjahrir untuk menagkis propaganda Belanda, bahwa orang-orang di Indonesia merupakan gerombolan massa yang brutal, suka membunuh, merampok, dan menculik. Karena itu sah bagi Belanda, melalui NICA, menegakkan tertib sosial sebagaimana kondisi Hindia Belanda sebelum Perang Dunia. <o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoBodyText" style="margin-right: 0cm; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"><span style=""><o:p> </o:p></span></span></p> <p class="MsoBodyText" style="margin-right: 0cm; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"><span style="">Untuk mematahkan propaganda tersebut, Syahrir menginisiasi penyelenggaraan pameran kesenian yang kemudian diliput dan dipublikasikan oleh para wartawan luar negeri. Begitu juga dengan keputusannya mengirimkan bantuan Beras ke India dan ditukar dengan tekstil yang dimulai sejak April 1946—upaya yang di kemudian hari dikenal sebagai “diplomasi beras”. Upaya ini tentu saja membuat beberapa petinggi Republik terenyak, mengingat pasca hengkangnya Jepang kondisi dalam negeri masih limbung. Namun Sjahrir justru ingin menunjukkan kepada dunia sisi lain dari Indonesia yang beradab. <o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoBodyText" style="margin-right: 0cm; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"><span style=""><o:p> </o:p></span></span></p> <p class="MsoBodyText" style="margin-right: 0cm; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"><span style="">Diplomasi beras bisa dipandang cukup berhasil. Salah satu buah dari diplomasi ini adalah ketika Sjahrir berkukuh membuka blokade ekonomi Belanda dengan mengekspor komoditas seperti karet dan kopra ke AS dan Inggris—dua negara yang langsung mengakui kedaulatan Indonesia pasca Linggarjati. Kapal-kapal dari dua negeri itu datang ke pelabuhan di Indonesia. Belanda amat khawatir karena ekspor tersebut bisa menggelontorkan dana segar untuk membantu kemerdekaan Indonesia.<o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoBodyText" style="margin-right: 0cm; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"><span style=""><o:p> </o:p></span></span></p> <p class="MsoBodyText" style="margin-right: 0cm; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"><span style="">Melihat perannya yang cukup penting, tidak heran jika banyak kalangan menjuluki pria yang kerap dipanggil Bung Kecil ini sebagai pelopor diplomasi Indonesia.<o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoBodyText" style="margin-right: 0cm; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"><span style=""><o:p> </o:p></span></span></p> <p class="MsoBodyText" style="margin-right: 0cm; line-height: normal;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"><span style="">Predikat tersebut tentu saja didasarkan pada sejumlah fakta diakronis. Sjahrir adalah ujung tombak Indonesia saat menghadapi kolonial Belanda di meja perundingan saat itu. Berbagai upaya yang dilakukannya mencapai beberapa kesepakatan damai. Salah satu yang sangat penting adalah penandatanganan Perjanjian Linggarjati pada 25 Maret 1947. Walaupun hasil perundingan ini dikritik oleh beberapa pemimpin Revolusi saat itu, karena dianggap merugikan Indonesia (wilayah Indonesia menjadi kian sempit hanya atas Jawa, Madura, dan Sumatera). Namun perundingan ini mampu membuat Belanda, dan juga dunia Internasional, mengakui kemerdekaan Republik Indonesia secara <span style="font-style: italic;">de facto.</span></span></span></p><p class="MsoBodyText" style="margin-right: 0cm; line-height: normal;font-family:arial;">Dalam rancangan perjanjian terbaru, misalnya, Sjahrir menolak redaksi yang dicantumkan Belanda pada pasal 2: "Negara <span style="font-size:100%;"><span style="">Indonesia Serikat adalah negara yang merdeka.” Ia menggantinya dengan sesuatu yang lebih fundamental: “Negara Indonesia Serikat adalah negara yang berdaulat.”</span></span></p><p class="MsoBodyText" face="arial" style="margin-right: 0cm; line-height: normal;">Tidak banyak yang melihat bahwa upaya politik Sjahrir sebenarnya hanya sebagai strategi awal untuk mewujudkan negara Indonesia yang memiliki wilayah dari Sabang hingga Merauke, atau seluruh daerah jajahan Hindia Belanda.</p><p class="MsoBodyText" face="arial" style="margin-right: 0cm; line-height: normal;">Sutan Sjahrir, Bung Kecil yang punya Peran Besar!</p>Faris Alfadhathttp://www.blogger.com/profile/14884056569235245326noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6769592372293091025.post-36472601641273141212009-10-29T06:37:00.000-07:002010-03-18T18:29:46.750-07:00Nikko: Musim Gugur, Kembali ke Edo, hingga Mimpi tentang Bintang<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjemZqjbw-SMQA31onUxG_gMtyJA2NdXfYy5wSSQKPgbXw5E8kymFGT_0oPDYobMVY5qfyIwFKpIAsUnVxjwO1TYumao9qjCI79wxljh2TNaIlWZypANXI97MevlGvXB4IhWTPhy9roi0U/s1600-h/Nikko+%2816%29.JPG"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 400px; height: 199px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjemZqjbw-SMQA31onUxG_gMtyJA2NdXfYy5wSSQKPgbXw5E8kymFGT_0oPDYobMVY5qfyIwFKpIAsUnVxjwO1TYumao9qjCI79wxljh2TNaIlWZypANXI97MevlGvXB4IhWTPhy9roi0U/s400/Nikko+%2816%29.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5398016425002526050" border="0" /></a><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Catatan | <span style="font-weight: bold;">Faris Alfadh</span><br /><br />Daun yang berubah warna menjadi kuning keemasan atau merah marun, memancarkan keindahan tersendiri seiring angin musim gugur menyapa pepohonan yang perlahan melepaskan daun-daun mereka berguguran ke tanah. Keindahan akan musim gugur selama ini hanya bisa saya nikmati melalui lukisan cerita dan poster-poster. Maklum di Indonesia dan juga negara-negara tropis lainnya hanya ada musim panas (yang kadang kebangetan) serta musim hujan (yang kerap membawa serta banjir).<br /><br />Saat ini Jepang sedang memasuki musim gugur, namun masih awal-awal. Sehingga di sebagian besar prefecture, pergantian musim yang ditandai dengan perubahan warna serta gugurnya daun-daun, belum tampak sempurna—termasuk di Tokyo. Namun hari Kamis hingga Sabtu 22-24 Oktober kemarin, saya betul-betul menyaksikan keindahan musim gugur, tatkala bersama beberapa teman yang juga menerima beasiswa riset Jenesys Programme dari Japan Foundation berkunjung ke Nikko—salah satu tempat wisata paling eksotis di Jepang, kurang lebih tiga jam dari Tokyo. Di Nikko musim gugur datang lebih awal.<br /><br />Sebelum ke Nikko, Kamis pagi, kami diberi waktu untuk melakukan research presentation di kantor pusat Japan Foundation Tokyo. Dihadiri beberapa Officer JF serta tiga Professor dari kampus terkemuka di Jepang. Dan untuk pertama kalinya pula kami, para penerima beasiswa, bertemu. Ada sekitar delapan belas mahasiswa Master dan Ph.D. (yang tentu saja masih muda-muda), datang dari negara-negara se-Asia Pacific dan tersebar di beberapa kampus di Jepang. Kebetulan dari Indonesia dua orang: saya dan <a href="http://chikupunya.multiply.com/">Retno</a>, mahasiswi master Japanese Studies, UI.<br /><br />Sungguh menyenangkan bertemu dengan teman-teman baru dari berbagai negara ini. Selain masih muda-muda mereka juga tampak sangat bersemangat. Mengakrabi teman-teman baru dari berbagai negara ini memberikan pelajaran tersendiri. Paling tidak saya mulai bisa mengidentifikasi satu demi satu kebiasaan dan sifat mereka, terutama terkait representasi kultur sosial negara masing-masing.<br /><br />Indonesia, Malaysia, dan Singapore, karena ketiga negara jiran ini memiliki kedekatan etnis budaya dan bahasa (Singapore, walaupun bahasa yang kerap digunakan adalah Inggris, namun official language mereka tetap bahasa melayu), kami cenderung cepat akrab. Apalagi selama perjalanan, kami kadang bercakap dengan bahasa melayu. Begitu pula teman-teman dari Thailand dan Laos. Selain dekat secara territorial, bahasa yang digunakan oleh kedua negara ini pun sama persis.<br /><br />Yang menarik adalah teman kami dari Miyanmar (Burma). Mereka cenderung tidak terlalu banyak bicara, apalagi mengenai persoalan politik. Saya menduga ini terkait situasi politik negara mereka yang masih di bawah junta militer. Apalagi prospek demokrasi di negara ini masih limbung dan terlihat suram. Kasus penahanan Aung San Suu Kyi, misalnya, yang kerap diperbincangkan hangat di dunia internasional, menjadi bukti bahwa demokrasi di negara yang telah diperintah oleh militer sejak tahun 1988 ini sulit bernafas. Kasus ini pula yang kerap menjadi kendala dalam forum-forum ASEAN, terkait proses demokratiasasi dan HAM.<br /><br />Sementara itu teman-teman kami dari Jepang, yang sekaligus sebagai tuan rumah, rata-rata sangat baik. Namun terdapat sedikit perbedaan secara kultur sosial, terutama dengan kita dari Indonesia. Tidak seperti orang Indonesia yang suka ngobrol dan cepat akrab dengan orang lain, walau baru kenal di kereta lima menit yang lalu. Nah, orang-orang Jepang tidak demikian. Mereka lebih bisa mengendalikan diri untuk tidak membicarakan hal-hal paling personal. Mereka baru akan banyak terbuka jika betul-betul sudah akrab dan merasa sangat comfortable.<br /><br />Dari semua participants, yang paling asyik sekaligus “heboh” tentu saja dari India. Di Indonesia kebudayaan India mungkin tidak terlalu asing, terutama karena faktor film-film Bollywood yang cukup banyak digandrungi. Kultur yang sangat khas adalah tarian dan nyanyian. Teman-teman saya di Jogja bahkan berkelakar mengenai kebiasan orang India yang suka bernyanyi dan menari ini. Kata mereka, jika melihat pohon dan taman dengan bunga-bunga saja, maka orang-orang India akan spontan langsung menyanyi. Nah apakah hal itu memang benar? Tentu saja saya tidak percaya. Wong selama ini kita hanya berkelakar, dan yang kita tonton juga film yang bisa jadi tidak sepenuhnya benar.<br /><br />Namun dalam perjalanan dengan bus wisata ke Nikko kemarin. Ada yang menarik. Syahdan, tiba-tiba saja seorang perempuan berdiri dan berbicara dengan suara agak sedikit tinggi. Intinya ia meminta perhatian dari kami semua. Ya, ternyata teman kami dari India. Kami menunggu apa gerangan yang akan ia katakana selanjutnya. Dan ternyata:<br /><br />“We have songs for you, guys.” (gubraak!!)<br /><br />Walhasil, sepanjang perjalanan, tour guide leader kami pun sibuk mondar-mandir mempersiapkan alat untuk bernyanyi: dari microphone hingga beberapa hal yang siap mengubah bus wisata kami menjadi ruang karaoke!<br /><div style="text-align: center;">***<br /><div style="text-align: left;">Banyak sekali pengalaman menarik dan unik yang saya alami selama di Nikko. Salah satunya adalah menginap di daerah Kinugawa Onsens (kalau saya tidak salah). Sebuah Hotel dengan pelayanan khas tradisional Jepang, terletak di kaki sebuah bukit, tepat di pinggir sungai yang airnya mengalir jernih. Pepohonan yang daunnya berwarna hijau, kuning, dan merah, semakin membuat sungai tampak indah.<br /></div></div><br />Seperti yang saya bilang tadi, pelayanan hotel tersebut khas tradisional Jepang: Semua pelayan menggunakan Kimono dan Yukatta. Kami pun diharuskan menggunakan Yukatta selama berada di hotel tersebut. Tentu saja ini pengalaman yang sangat menarik bagi saya selama tinggal di Jepang. Kami betul-betul sudah seperti orang Jepang. Untuk pertama kalinya pula saya makan malam khas ala tradisional Jepang, plus dengan Yukatta di badan. Begitu juga hal-hal lainnya: sarapan, ke kamar mandi, hingga tidur pun dengan Yukatta.<br /><br />Selain itu, ada lagi yang cukup unik: mandi. Dalam kulutur tradisional masyarakat Jepang, juga dikenal kebiasaan mandi di Onsen, semacam pemanidan air hangat yang airnya langsung dari gunung. Di Indonesia, pemandian semacam ini mungkin juga ada beberapa. Namun di Jepang semua orang harus melepaskan pakaian. Tentu saja Onsens bagi laki-laki dan perempuan terpisah sendiri-sendiri. Tapi ya itu tadi, jika masuk ke area pemandian umum tersebut, semua orang harus melepaskan pakaiannya. Nah, apakah saya juga mencoba yang satu ini? Hah, silahkan menebaknya sendiri. Hehehe!<br /><br />Di Nikko, selain mengunjungi Toshogu Shrine, Rinnoji Temple, dan Futarasan Shrine di Nikko City, sebelumnya kami juga mengunjungi tempat yang tak kalah menarik: Edo Wonderlan. Semacam kampung miniature masyarakat yang hidup di zaman Edo, sekitar tahun 1600-an. Layaknya sebuah perkampungan pada zaman tersebut, semua orang yang ada di dalamnya, dari yang berjualan, bermain, hingga pementasan theater, semuanya menggunakan pakaian tradional yang sehari-hari digunakan pada zaman Edo.<br /><br />Jika di Indonesa anak-anak zaman dulu sering disuguhi film-film ninja, maka di Edomachi kami bertemu banyak Ninja. Kami menikmati suguhan theater Ninja serta pentas komedi yang sangat kocak (walaupun sebagian besar dialognya saya tidak faham). Dan ada lagi: Geisha performance. Pertunjukan tarian serta sedikit dari cara bagaimana seorang geisha menyuguhkan teh bagi para tamu. Tidak jauh berbeda dengan apa yang saya baca dalam novel Arthur Golden yang sangat terkenal, <i>Memoirs of Geisha</i>. Bedanya, saya menyaksikan langsung para geisha tersebut.<br /><br />Banyak hal yang tampak mengagumkan di Nikko. Selain situs-situs sejarah yang eksotis, suasana alamnya juga sangat natural dan Indah, karena terawat dengan rapi. Begitu juga dengan musim gugur (<i>autumn</i>) yang terlihat penuh warna. Semuanya bahkan lebih tampak seperti bianglala. Sepanjang perjalanan hingga mengunjungi tempat-tepat wisata, kami disuguhi lanscap yang sangat memesona. Dari pohon-pohon rindang yang menjulang tinggi, daun-daun penuh warna, hingga water fall yang sungguh mengagumkan. Melihat warna alam yang begitu indah, saya seperti membayangkan sedikit dari serpihan surga di bumi. Ya, serpihan surga. Siapa bilang kalau surga hanya ada di alam akhir. Surga juga bisa diciptakan di bumi, bukan?<br /><br />Masih ada sisa waktu esok hari menikmati keindahan alam yang tiap pohon dan daunnya menyimpan segenap cerita. Kami banyak belajar dari perjalanan esok harinya. Menikmati jalan kaki di bawah pohon-pohon rindang, serta bambu-bambu kecil yang menghiasi hampir seluruh hutan, tampak lebih hijau dari rumput-rumput yang menghiasi taman-taman indah. Menjadikan pohon-pohon rindang yang kami lewati serasa menjulang dengan gagah.<br /><br />Sebelum menikmati lanscap lain esok harinya, malam itu kami menghabiskan waktu bersama bintang-bintang. Di tengah udara yang sangat dingin (berkisar 5 hingga 6 derajat celcius), dinginnya malam perlahan mulai menembus kulit hingga ke tulang putih kami. Kami pun berjalan bersama-sama ke bantaran sebuah danau—yang keesokan harinya, airnya yang jernih serta pepohonan yang penuh warna, tampak begitu indah menyambut matahari pagi. Ditemani seorang pemandu yang pernah bekerja lama di Tokyo National Museum, kami menatap langit hitam dan belajar kembali akan bintang-bintang, planet, serta galaksi, yang terhampar bebas di jagad raya luas. Masing-masing bintang seolah menuturkan kisahnya sendiri-sendiri. Kisah akan kehidupan dan keindahan.<br /><br />Saya sangat berterimakasih kepada Japan Foundation, atas kebaikan dan rasa kekeluargaan yang terjalin di antara kami. Malam itu kami pun tertidur dengan nyenyak. Sebagian dari kami tampaknya membawa serta bintang-bintang ke dalam mimpi mereka tentang keindahan. Saya pun demikian, namun ternyata bukan mimpi tentang bintang.Faris Alfadhathttp://www.blogger.com/profile/14884056569235245326noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-6769592372293091025.post-53979125933854728102009-10-09T17:33:00.000-07:002010-03-18T18:29:28.783-07:00Secangkir Teh Hijau di Okyokan Teahouse<span style=";font-family:arial;font-size:100%;" ><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi_miRS24rikZfqGLgkd5wO64EurOroNJ1rS7k4aVpwpkOfRyUUp5WAPGfh4S51zY4nz1zXm1abG_XE-JYP_8GKPw_1azZ18i1Swf2auweliNvjaxmuEVzD8qeaVB4-fDpxQXGnmjFXKko/s1600-h/IMG_0688.JPG"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 400px; height: 230px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi_miRS24rikZfqGLgkd5wO64EurOroNJ1rS7k4aVpwpkOfRyUUp5WAPGfh4S51zY4nz1zXm1abG_XE-JYP_8GKPw_1azZ18i1Swf2auweliNvjaxmuEVzD8qeaVB4-fDpxQXGnmjFXKko/s400/IMG_0688.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5390764460079484722" border="0" /></a><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /></span><span style=";font-family:verdana;font-size:100%;" >Jalan-jalan | </span><span style="font-weight: bold;font-family:verdana;font-size:100%;" >Faris Alfadh</span><span style=";font-family:arial;font-size:100%;" ><br /><br /></span><span style=";font-family:verdana;font-size:100%;" >Sejak menginjakkan kaki di Tokyo, Jepang, untuk pertama kalinya pertengahan September lalu, setiap akhir pekan atau hari libur lainnya, saya selalu menyempatkan diri berkunjung ke tempat-tempat wisata, atau sekedar menyapa sudut-sudut kota yang masih terasa asing. Hal ini saya lakukan selain karena hari itu memang libur (Senin hingga Jum’at biasanya saya habiskan di perpustakaan kampus Tokyo University of Foreign Studies, ataupun mengunjungi beberapa Professor di kampus lain), tempat-tempat tersebut juga menawarkan mozaik tersendiri sebagai salah satu cara menikmati atmosfir kota Tokyo—salah satu kota tersibuk di dunia, sekaligus terpadat penduduknya di Jepang.</span><span style=";font-family:arial;font-size:100%;" ><br /><br /></span><span style=";font-family:verdana;font-size:100%;" >Di Tokyo, tidak terlalu sulit mencari tempat berakhir pekan. Ada banyak tempat wisata dan juga public park yang bisa dikunjungi. Tempat-tempat di mana orang bisa berjalan santai bersama sanak famili, teman, ataupun kekasih. Tempat-tempat wisata diakronis seperti Shinso-ji Temple, Imperial Palace, Yasuki Shrine, Kamakura, bisa menjadi pilihan berplesir. Selain itu, beberapa museum dan public park juga cukup banyak. Bagi anak-anak muda dan para sosialita, tempat-tempat nongkrong gaul seperti Shibuya, Harajuku, Akihabara, Ueno, tentu tidak asing lagi. Nah akhir pekan lalu, Sabtu 3 Oktober, saya memilih berkunjung ke Tokyo National Museum (tidak jauh dari Ueno Park).</span><span style=";font-family:arial;font-size:100%;" ><br /><br /></span><span style=";font-family:verdana;font-size:100%;" >Saya menyambut senang ajakan Mba Erika beberapa hari sebelumnya, karena hari itu kebetulan diadakan acara kebudayaan yang cukup istimewa. Acara tersebut, menurut penyelengara, hanya diadakan dua kali dalam satu tahun. Sebenarnya acara tersebut diperuntukkan untuk menyambut bulan purnama pertama di musim gugur. Namun karena hari itu juga bertepatan dengan hari kemerdekaan Korea Selatan dan bersatunya Jerman Barat dan Timur, maka acara tersebut pun sengaja diberi tema “Cultural Exchange Day for Foreign Students”.</span><span style=";font-family:arial;font-size:100%;" ><br /><br /></span><span style=";font-family:verdana;font-size:100%;" >Selain itu, yang membuat kami dengan senang hati datang tentu saja karena acara hari itu </span><span style=";font-family:arial;font-size:100%;" ><i>free of charge</i></span><span style=";font-family:verdana;font-size:100%;" > alias gratis khusus bagi mahasiswa asing: cukup dengan memperlihatkan kartu mahasiswa. Bagi pelancong asing atau mahasiswa Jepang, tetap harus bayar. Tentu saja ini menyenangkan bagi kami, para perantau ilmu yang menggantungkan hidup dari beasiswa, karena bisa menghemat pengeluaran. Biasanya acara semacam ini bisa dikenakan charge 400-500 yen per acara. Nah jika mengikuti semua acara, bisa dihitung berapa yen yang harus kami keluarkan.</span><span style=";font-family:arial;font-size:100%;" ><br /><br /></span><span style=";font-family:verdana;font-size:100%;" >Di kota seperti Tokyo, kebiasaan berkunjung ke Museum (mungkin juga tidak jauh berbeda dengan kota-kota lainnya di negara maju), sudah jamak dilakukan. Tentu saja hal ini berbeda dengan yang kita alami di Indonesia. Jika anak-anak muda di Indonesia amat jarang berkunjung ke Museum, maka di Tokyo hal itu justru cukup menyenangkan. Hal ini bisa kita maklumi, karena Museum di Tokyo juga dikondisikan sebagai situs wisata yang sangat comfortable. Hal ini tentu sedikit berbeda dengan kondisi di Indonesia, di mana Museum masih belum memadai, koleksi benda-benda sejarah yang disediakan juga terkesan tidak menarik lagi karena tak cukup terawat.</span><span style=";font-family:arial;font-size:100%;" ><br /><br /></span><span style=";font-family:verdana;font-size:100%;" >Pengalaman akhir pekan kemarin bisa dibilang sangat menyenangkan. Banyak hal yang bisa saya ketahui hanya dari mengunjungi Museum selama satu hari itu. Bagi yang belajar sastra ataupun sejarah kebudayaan Jepang, tentu saja benda-benda yang ada di Museum tersebut sedikit banyak familiar. Nah bagi yang tidak, seperti saya misalnya, yang belajar Hubungan Internasional, isu-isu politik lah yang lebih kami akrabi.</span><span style=";font-family:arial;font-size:100%;" ><br /><br /></span><span style=";font-family:verdana;font-size:100%;" >Beberapa benda sejarah, baik yang berasal dari zaman pra sejarah hingga abad modern, sedikit menggambarkan bagaimana peradaban dan kebudayaan Jepang dibangun. Yang menarik adalah, banyak hal sederhana yang ternyata sangat menarik diketahui. Misalnya, Jepang yang di akhir abad ke-19 dan awal abad 20 begitu kuat secara militer, hingga pernah menjajah sebagian wilayah di negara-negara Asia Timur seperti Korea dan China, serta negara Asia Tenggara seperti Indonesia, ternyata dulu banyak dipengaruhi oleh kebudayaan China dan Korea.</span><span style=";font-family:arial;font-size:100%;" ><br /><br /></span><span style=";font-family:verdana;font-size:100%;" >Pada sekitar abad ke-7 hingga abad ke-9, misalnya, Jepang bahkan banyak mengirmkan pemuda-pemudanya untuk belajar ke China. Pada zaman inilah Jepang mengadakan pembaharuan kebudayaan besar-besaran. Salah satunya dengan meniru berbagai pranata dari China. Saya juga jadi tahu beberapa hal sederhana lainnya. Ternyata orang Jepang juga sudah megenal cobek (untuk mengulak sambal) sejak zaman pra sejarah. hehehe… Sebelumnya, di Jepang tidak ada yang namanya kuda. Kuda baru dikenal ketika interaksi dengan China mulai terjadi. Begitu juga dengan besi. Saya menduga (bisa jadi dugaan saya keliru), hal ini dikarenakan peradaban China lebih dahulu maju, sehingga beberapa elemen penting, seperti penemuan besi, di bawa dari China.</span><span style=";font-family:arial;font-size:100%;" ><br /><br /></span><span style=";font-family:verdana;font-size:100%;" >Namun demikian, di zaman Heian (kalau tidak salah sekitar abad ke-11), Jepang mulai menciptakan budaya khasnya sendiri, tentu saja masih menggunakan rujukan dari China. Salah satu yang dianggap penting adalah tulisan Kana . Namun di zaman Edo (wilayah yang dulu disebut Edo kini adalah Tokyo), sekitar abad ke-16, Jepang kemudian menutup diri dari segala pengaruh asing untuk selama kurun waktu tiga abad. Saya menduga, di periode inilah mulai banyak muncul kebudayaan asli Jepang. Jika selama ini kita sangat mengenal Kimono atau sering juga disebut Yukatta, pakaian tradisional Jepang, nah pakaian ini diyakini murni berasal dari kebudayaan Jepang.</span><span style=";font-family:arial;font-size:100%;" ><br /><br /></span><span style=";font-family:verdana;font-size:100%;" >Dari seluruh agenda yang saya ikuti di Museum akhir pekan lalu, hal yang paling menarik dan sangat berkesan bagi saya adalah “Japanese Tea Ceremony Performances”, atau upacara minum teh. Selain karena upacara ini menjadi salah satu ciri khas dari budaya Jepang, kesempatan untuk mengikutinya pun sangat jarang.</span><span style=";font-family:arial;font-size:100%;" ><br /><br /></span><span style=";font-family:verdana;font-size:100%;" >Upacara minum teh kemarin diadakan di “Okyokan Teahouse”, sebuah rumah tradisional Jepang yang terletak di taman belakang Museum, dikelilingi pepohonanan sakura yang rindang dan apik (bunga sakuranya masih belum mekar). Puri sederhana yang ada di dalamnya, mengingatkan saya pada rumah-rumah khas Jepang yang ada di film Oshin, film serial yang kerap saya tonton bersama Ibu ketika masih kecil dulu. Rumah kayu dengan pintu didorong ke samping, serta dinding-dindingnya yang terbuat dari bahan kertas tebal putih dengan aneka corak lukisan pohon sakura. Dan yang lebih menyenagkan lagi adalah, ternyata Okyokan Teahouse tersebut sudah digunakan sebagai tempat upacara minum teh oleh para bangsawan sejak zaman Edo, yaitu sekitar tahun 1600.</span><span style=";font-family:arial;font-size:100%;" ><br /><br /></span><span style=";font-family:verdana;font-size:100%;" >Saat itu syahdan, saya seolah membayangkan berada di zaman ketika Musashi masih hidup. Mengikuti langsung bagaimana seorang perempuan dengan pakaian Kimono lengkap menyajikan teh hijau khas Jepang yang sebelumnya sudah diracik sedemikian rupa dengan ritual-ritual khusus. Kita juga diajarkan cara meminum teh dengan elegan, yakni memutar mangkuknya dua kali ke arah kanan sebelum meminumnya. Dan sesudahnya, mangkuk pun harus diputar dua kali ke arah yang berlawanan untuk mengembalikan ke posisi semula. Bagi yang baru pertama kali mencoba teh hijau khas Jepang, mungkin akan terasa sedikit pahit. Namun setelah mencoba beberapa kali, maka sensasi teh hijau justru semakin terasa ma’nyus.</span><span style=";font-family:arial;font-size:100%;" ><br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg6pxnwQJhe7ZAu-zyIf7s1kyQuXHFm6lJmMcCak1JZiPKx3WO9aA1KvT3LzZlaJFpOsX3PzKbH1u6CFHNhbh_Bf4i5B_wNT_xKjkTFyGGmJZN5hC1kU7sq1tMyRAjVdrYGpGOOX6DbN7Y/s1600-h/IMG_0695.JPG"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 400px; height: 176px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg6pxnwQJhe7ZAu-zyIf7s1kyQuXHFm6lJmMcCak1JZiPKx3WO9aA1KvT3LzZlaJFpOsX3PzKbH1u6CFHNhbh_Bf4i5B_wNT_xKjkTFyGGmJZN5hC1kU7sq1tMyRAjVdrYGpGOOX6DbN7Y/s400/IMG_0695.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5390765091551475922" border="0" /></a></span><span style=";font-family:verdana;font-size:100%;" ><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Kami cukup beruntung, sebenarnya, bisa mengikuti upacara minum teh tersebut. Karena acara tersebut hanya dibatasi bagi 30 orang saja. Bagaimana kami bisa masuk? Hah, tentu saja setelah kami mengantri selama satu setengah jam untuk mendapatkan tiket sebelum acara dimulai. Namun demi sebuah pengalaman yang tak ternilai harganya, menunggu pun tak sedikitpun terasa menyebalkan.</span><span style=";font-family:arial;font-size:100%;" ><br /><br /></span><span style=";font-family:verdana;font-size:100%;" >Seperti yang selalu saya yakini, salah satu hal yang paling menyenangkan dalam hidup adalah ketika kita bisa bertemu dengan banyak orang, banyak tempat, banyak budaya, dan (tentu saja) banyak makanan. Namun sayang, untuk urusan yang saya sebut terakhir, hanya beberapa jenis kuliner saja yang bisa cocok di lidah. hehehe.</span>Faris Alfadhathttp://www.blogger.com/profile/14884056569235245326noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6769592372293091025.post-63902706791830815302009-04-08T17:57:00.000-07:002010-03-18T18:28:57.735-07:00Nyontreng Atau Tidur Siang Saja?*<a style="font-family: arial;" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh-bESZyJbE-JUWiq0mYFAXtJxX-YN8GJLeznYGT_PMMEZLHYWN7-W65fk1Cwbayz8u9aEY-d-w2FfZ7XVVuVQnZoj57HGJdqGcoEDypLCmdClXzyqULHMj_78RCFVuqkB8n35S5JidS9E/s1600-h/1.+jadwal-kampanye-pemilu-2009.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 400px; height: 216px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh-bESZyJbE-JUWiq0mYFAXtJxX-YN8GJLeznYGT_PMMEZLHYWN7-W65fk1Cwbayz8u9aEY-d-w2FfZ7XVVuVQnZoj57HGJdqGcoEDypLCmdClXzyqULHMj_78RCFVuqkB8n35S5JidS9E/s400/1.+jadwal-kampanye-pemilu-2009.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5322624590003938594" border="0" /></a><br /><br /><span style=";font-family:arial;font-size:100%;" ><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Catatan | <span style="font-weight: bold;">Faris Alfadh</span><br /><br />Bagi yang masih optimis dengan sistem demokrasi kita, hari ini menjadi penting karena untuk ketiga kalinya pemilihan umum diadakan pasca runtuhnya rezim Orde Baru. Bisa jadi hari ini mereka bagun lebih pagi dari biasanya. Membaca koran ditemani secangkir teh panas, beberapa saat kemudian mungkin bersiap-siap menuju TPS untuk memberikan hak pilih.<br /><br />Namun bagi mereka yang bermuram durja menyongsong pemilu 2009, atau sedikit pesimis, tidak ikut memilih alias golput adalah pilihan paling rasional. Ketimbang menanggung resiko kecewa karena salah menyealurkan dukungan, mereka merasa lebih baik tak berpartisipasi dan memanfaatkan libur panjang pekan ini untuk kegiatan lain, mungkin berlibur ke luar kota bersama keluarga. Bagi mereka yang di rumah saja, bisa jadi memilih bangun agak telat.<br /><br />Adanya kemungkinan banyaknya pemilih yang tidak akan menggunakan hak pilihnya, memang sudah diprediksi banyak kalangan. Jauh-jauh hari dengan tekad bulat mereka telah mengibarkan bendera putih. Dugaan sementara: suara golput akan lebih banyak ketimbang jumlah suara sang pemenang nanti. Banyaknya warga yang tidak terdaftar sebagai pemilih tetap (padahal mereka ingin memilih) juga menjadi persoalan lain.<br /><br />Saya akui, memilih untuk tidak memilih juga sebuah pilihan. Dan yang paling penting, itu tidak melanggar hukum. Dalam sistem demokrasi modern hal ini wajar-wajar saja. Bahkan di beberapa negara yang iklim demokrasinya terbiang mapan, seperti AS, fenomena golput juga banyak dijumpai. Karena itu, sikap sebagian besar masyarakat kita yang (berniat) golput tentu saja bisa dimaklumi, terutama jika melihat sistem kepartaian, gelagat anggota partai, hingga ulah para caleg yang ikut dalam pemilu kali ini. Semuanya memang mengecewakan!<br /><br />Bayangkan saja, ada puluhan partai politik yang menjadi peserta pemilu namun tak pernah jelas program dan ideologinya. Sampai-sampai, saya—dan mungkin juga anda, kesulitan untuk membedakan satu partai dengan partai lainnya karena ketakjelasan tadi. Banyaknya partai politik ini tidak terlepas dari konstelasi politik Indonesia yang masih dicerminkan polarisasi elit, bukan polarisasi politik rakyat. Karena itu tidak heran jika suatu ketika ada seorang elit yang kecewa dengan partainya lalu keluar dan mendirikan partai sempalan. Itulah yang terjadi dengan partai-partai yang ada sekarang.<br /><br />Mungkin ada yang bertanya, kenapa parati-partai gurem ini sekilas memiliki massa yang cukup saat kampanye terbuka kemarin? Eits, jangan terkecoh! Bisa jadi yang ikut pawai di jalan-jalan pada hari kampanye itu hanya tenaga bayaran. Dan bisa jadi juga mereka adalah orang-orang yang justru tak hendak memilih.<br /><br />Dulu, di zaman Aristoteles masih hidup, konon ia tidak terlalu respect dengan yang namanya demokrasi. Baginya demokrasi adalah sistem politik yang buruk, karena memberikan kesempatan bagi siapa saja tampil sebagai memimpin, termasuk masyarakat yang tidak terdidik sekalipun. Karena itu ia lebih sepakat jika negara sebaiknya dipimpin oleh para filsuf saja. Suatu saat, demikian keyakinannya, demokrasi akan memberikan kesempatan bagi lahirnya orang-orang bodoh untuk berkuasa. Mungkin benar, mungkin juga keliru. Tetapi akhir-akhir ini kita melihat fenomena yang mengkhawatirkan itu. Berapa banyak anggota parlemen yang masuk bui karena suap dan korupsi? Hampir semua partai politik “lama”, yang sudah punya wakil di DPR, kadernya tersandung kasus korupsi. Bahkan para caleg yang bertarung dalam pemilu 2009 ini tidak sedikit yang bermasalah: Ada yang kedapatan menjual ganja, mencuri motor, hingga terpergok di panti pijat. Tentu saja ini memalukan! Siapa yang mau memilih calon angota legislatif macam ini? Belum lagi fenomena munculnya caleg “siluman”: mereka yang sebelumnya tak pernah <i>nongol</i> di satu daerah, eh tiba-tiba saja namanya muncul dalam daftar caleg dari daerah tersebut.<br /><br />Karena itu, wajar jika sebagian masyarakat menganggap semua partai politik sama saja: tukang ngibul dan obral janji. Kampanye pun hanya sebagai ajang tipu-tipu. Belum lagi ekses buruknya: ruas jalan, sudut kota, rimbunan pohon, tiang listrik, WC umum, hingga tembok tetangga, semuanya disesaki stiker, spanduk dan pamphlet para caleg dan parpol. Karena itu, ketimbang ikut mencontreng, mereka yang kecewa lebih memilih untuk istirahan di rumah menikmati libur sambil tidur siang. Bahkan ada yang membuat lelucon dengan mengatakan: “Tidur siang yang paling enak adalah pada hari pencontrengan.” Hmm…<br /><br />Dengan tetap menghormati pilihan mereka yang golput, namun bagi saya, demokrasi yang masih semrawut ini justru bisa ditata lebih baik jika kita tetap memberikan hak pilih. Menurut saya, sikap tidak ikut memilih justru ikut mencederai kualitas demokrasi. Demokrasi memang bukan sistem politik paling sempurna, tetapi untuk saat ini demokrasi adalah pilihan paling masuk akal bagi kita. Demokrasi memberikan kesempatan pada setiap orang untuk mendasarkan pilihannya pada pertimbangan-pertimbangan rasonal, bukan emosional ataupun irasional.<br /><br />Sikap sinis dan skeptis tentu boleh-boleh saja, tetapi sebaiknya hal itu jangan sampai menghalangi kita untuk melihat banyak hal positif yg dicapai negeri ini sejak era reformasi. Walupun di sana sini terlihat masih centang perenang, namun kita mendapatkan banyak berkah dari demokrasi. Demokrasi didasarkan pada asumsi bahwa kekuasaan terutinggi terletak pada aspirasi mayoritas masyarakat. Karena itu, tugas untuk menata dan memperbaiki kualitas demokrasi juga ada di pundak orang ramai. Demokrasi tidak bisa dibiarkan berjalan sendiri tanpa dikawal.<br /><br />Salah satu kelebihan dari sistem demokrasi adalah ia tidak anti kritik. Karena bagimanapun hanya dengan kritiklah kualitas demokrasi bisa terus diperbaiki. Tentu saja tidak instan dan memerlukan jalan terjal untuk itu. Namun perlu diingat, Indonesia baru benar-benar menghirup harumnya kebebasan dan menikmati demokrasi dalam sepuluh tahun terakhir. Sangat tidak adil jika harus dibandingkan dengan kemapanan demokrasi yang sudah diraih oleh negara-negara maju lainnya, yang bahkan untuk sampai ke situ memerlukan kurun waktu ratusan tahun.<br /><br />Dalam pemilu 2009 ini, beberapa perbaikan mekanisme yang sebelumnya masih terlihat centang perenang pada pemilu 2004, sedikit demi sedikit mulai terlihat. Misalnya, tanggung jawab masyarakat akan semakin besar atas kualitas wakil rakyat karena Mahkamah Konstitusi telah mengabulkan perubahan mekanisme penentuan peringkat caleg yang awalnya berdasarkan nomor urut sekarang menjadi jumlah suara terbanyak. Dalam jangka panjang, hal ini akan semakin memperbaiki kualitas calon. Memang terdapat beberapa caleg yang kualitasnya tidak jelas, tetapi tidak sedikit juga yang masih kualified.<br /><br />Dalam pemilu kali ini, misalnya, jumlah caleg yang berpendidikan sarjana meningkat dibanding pemilu 2004. Berdasarkan pendataan Litbang Kompas, sekitar 80 persen kandidat anggota DPR dalam pemilu 2009 adalah sarjana. Hampir 5.000 orang dari 11.225 adalah lulusan sarjana strata 1, 1.599 orang lulusan pascasarjana, dan 281 orang doktor. Memang kenaikan drastis jumlah sarjana ini tidak serta-merta menggambarkan cerlangnya prospek perbaikan kualitas kinerja caleg, tetapi paling tidak mulai ada perbaikan kualitas personal.<br /><br />Banyaknya caleg yang kualitasnya tidak karuan memang tidak terlepas dari mekanisme seleksi partai yang masih buruk. Kualifikasi calon belum diangap sebagai pertimbangan determinan. Kebanyakan partai masih mendasarkan rekrutmen caleg-nya pada nilai popularitas dan sejumlah uang, bukan pada keahlian dan integritas. Karena itu dalam pemilu 2009 ini banyak kita temukan fenomena selebritas dan pengusaha masuk dalam bursa caleg. Mereka yang belum punya pengalaman sama sekali tidak jadi soal. Karena bisa ditraining kilat dalam beberapa bulan. Inilah penyakit yang disebut Eep Saefulloh Fatah sebagai “krisis seleksi”. Hanya satu obatnya, kata Eep: kita, para pemilih, pandai-pandailah memilih yang terbaik di antara yang buruk. Dengan kata lain, ia menawarkan bahwa krisis seleksi tersebut hanya bisa siperbaiki lewat mekanisme eleksi.<br /><br />Karenanya, dalam konteks tersebut, menggunakan hak pilih dengan ikut mencontreng menjadi sesuatu yang amat mahal harganya. Karena hanya dengan demikian kualitas demokrasi kita bisa diperbaiki. Nah, bagi anda yang berniat mencontreng hari ini, atau masih limbung menentukan pilihan, ada baiknya mengikuti saran majalah <i>Tempo</i> edisi minggu lalu, yakni dengan memperhatikan terlebih dahulu latar belakang partai, begitu juga rekam jejak para pendiri dan tokohnya, serta sepak terjang mereka selama ini. Jika sreg, ha, boleh lah anda pilih. Tetapi “jika setelah itu hati belum juga mantap memilih, apa boleh buat, mari tidur siang saja.”<br /><br /></span><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-family:verdana;font-size:100%;" >* </span><span style=";font-family:arial;font-size:100%;" ><i style="color: rgb(51, 51, 51);">Judul tulisan ini terinspirasi oleh salah satu tulisan dalam majalah</i></span><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-family:verdana;font-size:100%;" > Tempo </span><span style=";font-family:arial;font-size:100%;" ><i style="color: rgb(51, 51, 51);">edisi 30 Maret-5 April 2009, yang berjudul</i></span><span style="color: rgb(51, 51, 51);font-family:verdana;font-size:100%;" > “Bibi Teliti atawa Tidur Siang Saja”. </span>Faris Alfadhathttp://www.blogger.com/profile/14884056569235245326noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-6769592372293091025.post-72319274485076706232009-03-27T07:04:00.000-07:002010-03-18T18:28:18.803-07:00Catatan Tentang Bangkok<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiTqqGlEvaV2qQwmz7vu9J9wx_OU8IKagw23KVkdXYVdr4O9Bh0tiD73T1L5V62wruKH96rFm3sjQe9ena-ius5N1Sq6TJvaQ81xsOx_m1NOn889fPeb9oOvBVSQ-ZJxopvZp8wrKu_8kw/s1600-h/bangkok.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 400px; height: 198px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiTqqGlEvaV2qQwmz7vu9J9wx_OU8IKagw23KVkdXYVdr4O9Bh0tiD73T1L5V62wruKH96rFm3sjQe9ena-ius5N1Sq6TJvaQ81xsOx_m1NOn889fPeb9oOvBVSQ-ZJxopvZp8wrKu_8kw/s400/bangkok.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5317869628679384994" border="0" /></a><br /><span style="font-size:100%;"><br /></span> <p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 100%;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><br /></span></p><p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 100%;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><br /></span></p><p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 100%;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><br /></span></p><p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 100%;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><br /></span></p><p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 100%;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><br /></span></p><p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 100%;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Jalan-jalan | <span style="font-weight: bold;">Faris Alfadh</span></span></p><p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 100%;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Pada akhir September 2006 saya pernah menulis sebuah artikel di harian </span><span style="font-size:100%;"><i>Kompas Jogja </i></span><span style="font-size:100%;">tentang situasi politik di Thailand.</span><span style="font-size:100%;"><i> </i></span><span style="font-size:100%;">Di hari-hari sepanjang akhir tahun itu terjadi perubahan politik cukup drastis di Thailand akibat kudeta yang dilakukan militer atas PM Thaksin Shinawatra. Saat itu saya tidak sempat membayangkan suatu saat akan berkunjung ke negeri yang kerap mengalami kudeta politik tersebut (terbilang, Thailand telah mengalami lebih dari 19 kali kudeta sejak negara tersebut menganut sistem monarki konstitusional pada tahun 1932 ). Nah, beberapa waktu lalu saya mendapat kesempatan mengunjungi Thailand, atau tepatnya sekedar bejalan-jalan melihat kota Bangkok.</span></p> <p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 100%;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Tulisan ini adalah catatan ringan saya selama mengunjingi Thailand. Tentu saja deskripsi saya tentang Thailand berikut ini sangat subyektif, apalagi saya baru partama kali berkunjung. Karena itu tulisan ini tidak dimaksudkan sebagai persepsi umum tentang kondisi Thailand sepenuhnya, mungkin hanya sebagai catatan pribadi atas kesan pertama saya sebagai pelancong.</span></p> <p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 100%;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">***</span></p> <p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 100%;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Selama ini Thailand memang lebih dikenal sebagai tempat melancong, atau negara dengan <i>land</i> <i>mark</i> pariwisata. Namun kesan pertama saya ketika menginjakkan kaki di negara yang terkenal dengan gajah putihnya itu tidaklah terlalu istimewa, alias biasa-biasa saja. Menurut saya, apa yang dicari para wisatawan asing di Thailand sebanarnya bisa didapatkan di Indonesia. </span> </p> <p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 100%;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Kedua negara juga memiliki kemiripan dalam beberapa hal. Di bidang ekonomi, misalnya, walaupun kondisi ekonominya sedang menggeliat namun Thailand belum pulih sepenuhnya pasca krisis Asia 1997. Begitu pula secara geografis, kedua negara juga memiliki kesamaan di mana tidak mengalami akselerasi sinifikan di bidang pembangunan. Di kawasan selatan seperti Sungai Kolok, Hat Yai, Ban Khubua, atau Ratchabury, tidak jauh berbeda dengan kondisi beberapa daerah bagian timur Indonesia. Hamparan sawah dan deretan pohon kelapa dapat kita lihat di sebagian tempat, beberapa di antaranya bahkan terlihat gersang. Di sepanjang kawasan ini juga terdapat bukit-bukit yang dipenuhi pepohonan, sebagian lagi bercadas. Tempat-tempat suburban pun masih khas negara berkembang: bangunan yang terlihat “tua”, tidak terlalu bersih, di beberapa tempat bahkan masih centang perenang. Tentu berbeda dengan kondisi perkotaan di Malaysia atau Singapura yang sedikit lebih bersih dan rapi. </span> </p> <p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 100%;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Namun demikian tetap saja tourist asing yang mengunjungi Thailand (terutama kota Bangkok) jauh lebih banyak daripada jumlah pengunjung negara-negara ASEAN lainnya, termasuk Indonesia. Bangkok mungkin seperti sebuah pekan raya: pengunjung datang beramai-ramai untuk sekedar berjalan dan belanja, cuci mata, sampai menjajakan sesuatu.</span></p> <p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 100%;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Dalam hati saya bertanya-tanya: kenapa Thailand begitu menarik bagi wisatawan asing, baik dari Amerika, Eropa, negara Skandinavia, Asia Timur, bahkan Timur Tengah? Kenapa Indonesia (yang juga bisa menyediakan kenyamanan yang sama, bahkan mungkin lebih baik) belum mampu menarik wisatawan asing sebanyak Thailand? Jawaban atas pertanyaan saya ternyata mulai terkuak sedikit demi sedikit selama perjalanan menuju Bangkok.</span></p> <p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 100%;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Ketika saya dan beberapa teman sedang duduk santai di Hat Yai Station (daerah selatan Thailand) sambil menunggu kereta ekonomi yang menuju Bangkok, ada seorang perempuan yang parasnya (setidaknya menurut saya) cukup cantik menyapa kami. Saya menduga umurnya sekitar 30 tahun. Dia menegur dengan bahasa <i>Thai</i>. Mungkin karena mengira kami adalah orang lokal Thailand (maklum perbedaan wajah orang-orang di kawasan ASEAN tidak terlalu jauh karena konon masih satu ras: Mongoloid). </span> </p> <p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 100%;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Tentu saja kami tidak paham dan balik merespon dengan bahasa Inggris dan mengatakan kami dari Indonesia. Dia pun tersenyum dan mengucapkan terimakasih karena kami sudah datang ke Thailand. Kami mengobrol santai tentang alasan traveling kami ke Bangkok dan menceritakan ke negara mana saja kami telah berkunjung. Dia juga bertanya apakah jumlah kami hanya berlima? Saya pun mengatakan bahwa ada beberapa teman lagi selain kami, dan dua orang lagi sedang menumpang mandi di toilet stasiun. Lalu dia sedikit mendekat ke arah saya dan bertanya apakah saya juga sudah mandi? “Nanti, setelah dua teman saya itu,” jawab saya. Namun tiba-tiba dia mengatakan “apakah kamu mau mandi bersama saya?” Ups, kontan saja saya terkejut. Geli juga mendengar ucapannya yang genit namun tanpa beban. Saya dan teman-teman pun kaget lalu tertawa. Dengan tersenyum saya menjawab sopan “tidak, terimakasih!” </span> </p> <p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 100%;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Walaupun Thailand terkenal dengan “bonus” wisatanya (di sekitar Khaosan Road, tengah kota Bangkok, bahkan ada sebuah iklan yang berbunyi: “<i>Good</i> <i>Night</i> <i>and</i> <i>Save</i> <i>Sex</i>”) namun saya tahu mungkin ucapan perempuan tadi hanya basa-basi mencoba akrab dengan para wisatawan asing. Tetapi yang membuat saya respect adalah sikapnya yang ramah dan familiar. Bahkan di akhir “basa-basi” kami, dia sekali lagi mengucapkan terimakasih yang tulus atas kedatangan kami ke Thailand sambil diikuti sikap hormat khas Thailand: dengan menyatukan kedua telapak tangan di depan sambil sedikit menundukkan kepala. </span> </p> <p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 100%;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Pelajaran nomor satu yang saya dapatkan adalah: tunjukkan keramahan pada setiap tamu yang datang! </span> </p> <p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 100%;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Oke, mungkin tidak semua orang Thailand seramah perempuan tadi, tapi paling tidak selama berjalan-jalan di kota Bangkok, kami belum menemukan tempat di mana wisatawan asing merasa canggung. Atmosfir Bangkok seolah memanjakan para wisatawan.</span></p> <p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 100%;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Sikap <i>welcome</i> mereka juga saya rasakan sejak memasuki imigrasi Thailand. Para petugas imigrasi tidak segan-segan menunjukkan sedikit kehangatan dengan tersenyum. Tentu sangat kontras dengan sikap petugas imigrasi Malaysia atau Singapura yang terkesan “sombong” dan jutek karena tak pernah senyum (apalagi jika kita dari Indonesia). </span> </p> <p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 100%;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Salah seorang teman saya, ketika memasuki imigrasi Thailand, passportnya ternyata tidak terdeteksi computer. Petugas imigrasi pun berusaha menjelaskan secara teknis. Teman saya nampaknya khawatir dan menjelaskan bahwa ia membuat paspornya dulu di Mesir dll. Petugas imigrasi pun berusaha menjelaskan dengan tenang bahwa itu bukan masalah serius. Hanya persoalan teknis dan bisa diatasi secara manual. </span> </p> <p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 100%;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Kekhawatiran teman saya tentu bisa difahami karena, maklum, pengalaman kami beberapa hari sebelumnya yang “tidak menyenangkan” di imigrasi Malaysia dan Singapura. Jangankan paspor tidak terdeteksi, terjadi kesalahan pengejaan nama antara yang tertulis di passport dan <i>arrived form </i>saja, salah seorang teman saya harus diintrogasi di sebuah ruangan. Begitu juga jika foto yang tertera di passport terlihat sedikit berbeda dengan aslinya. Ada-ada saja alasan mereka untuk mengintrogasi. Bahkan dengan alasan yang tidak jelas sekalipun pun kami bisa diminta masuk ke sebuah ruangan dan ditanya ini itu. </span> </p> <p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 100%;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Sikap ramah terhadap tamu sebenarnya juga sudah menjadi nilai luhur masyarakat kita. Di beberapa daerah, misalnya, keramahan pada orang lain sudah menjadi tradisi bahkan keharusan. Namun citra masyarakat Indonesia yang ramah, suka menolong, dan menghargai keragaman, akhir-akhir ini mulai ternodai dengan banyaknya kelompok-kelompok “perusuh”. Maraknya aksi kekerasan inilah yang membuat beberapa wisatawan asing enggan datang ke Indonesia, karena khawatir akan menjadi korban. Beberapa negara, seperti Australia, bahkan sempat mengeluarkan <i>warning </i>bagi warganya untuk sementara waktu tidak bepergian ke Indonesia. </span> </p> <p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 100%;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Sebagai seorang muslim saya juga mengkritik sikap kelompok-kelompok Islam revivalis yang cenderung sektarian dan menggunakan cara-cara kekerasan. Aksi-aksi razia, penjarahan, hingga bom bunuh diri yang mereka lakukan tentu sangat merugikan kita sendiri sebagai masyarakat Indonesia. Akibatnya kesan ramah sebagai masyarakat yang hidup rukun dengan aneka suku budaya, yang dulu selalu kita yakini sejak di bangku sekolah dasar dengan slogan <i>bhineka tungal ika </i>hilang begitu saja oleh aksi-aksi tidak simpatik beberapa kelompok ini.</span></p> <p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 100%;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Nah, selain itu, Thailand juga menjadi tempat yang aman bagi wisatawan karena aktifitas politik tidak sampai mengangu sektor-sektor lain. Hal ini setidaknya terasa sekali di kota Bangkok. Walaupun beberapa waktu lalu terjadi demonstrasi besar-besaran dan sempat “menduduki” bandara internasonal Bangkok serta memaksa terjadinya pergantian kepemimpinan di tingkat Perdana Menteri, namun suasana kota Bangkok sama sekali tidak mencerminkan fluktuasi politik seperti yang kita rasakan di Jakarta, atau kota-kota besar lainnya di Indonesia. Aktifitas ekonomi di Bangkok jalan seperti biasa. Demikian juga para tourist yang tidak merasa terganggu dan tetap saja bisa berjalan-jalan santai, atau sekedar menikmati secangkir teh panas di pagi hari tanpa merasa terganggu. </span> </p> <p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 100%;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Salah satu kendala—kalau tidak ingin disebut ketakutan—para wisatawan asing datang ke Indonesia adalah situasi politik yang mudah tersulut. Mereka masih khawatir dengan demokrasi Indonesia yang (kadang) tidak terorganisir. Tengok saja kasus beberapa pilkada akhir-akhir ini yang berujung rusuh. Belum lagi konflik kepentingan antar elit yang bisa berujung kekeraan kerumunan. Memang banyak juga wisatawan yang berkunjung ke beberapa tempat di Indonesia seperti Bali, Jogja, Jakarta dll, tetapi jumlah mereka relatif lebih sedikit dibanding yang datang ke Bangkok.</span></p> <p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 100%;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Kota Bangkok juga tampak bersih dari atribut politik. Jangan harap anda akan menemukan satu poster atau spanduk dalam bentuk apa pun yang memuat gambar para politisi atau partai politik tertentu. Bahkan gambar seorang Perdana Menteri tak satu pun nongkrong di ruang publik. Di mana-mana yang ada hanya gambar Raja Thailand Bhumibol Adulyadej. Kata beberapa orang, hal itu karena Raja sudah menjadi simbol keadilan, stabilitas, dan kesejahteraan. Dan para politisi, kata mereka, hanya akan mengotori keindahan kota saja. Hmm…</span></p> <p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 100%;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Berbeda jauh dengan aktifitas politik di Indonesia, terutama akhir-akhir ini, yang mempertontonkan “narsisme” para caleg kita. Menurut saya, gambar-gambar caleg yang dipasang di mana-mana itu sudah sampai pada taraf mengotori pemandangan: sungguh menggangu! Tak ada lagi nafas bagi sudut-sudut kota, tembok lengang di ruas-ruas jalan, bahkan tiang listrik sekalipun semuanya disesaki stiker, spanduk, poster, dan baliho yang bertumpuk-tumpuk. Kita memang mendapat berkah dari demokrasi, namun bagaimanapun, demokrasi yang masih centang perenang ini harus terus ditata dengan baik. </span> </p> <p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 100%;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Begitu juga dengan kehidupan sosial dan keagamaan. Kelompok-kelompok yang cenderung sektarian dalam memandang persoalan dan bersifat “revivalis”, harus diwaspadai karena akan mengancam kehidupan berdemokrasi serta interaksi masyarakat yang plural.</span></p> <p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 100%;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Oya, lain waktu semoga saya bisa berkunjung lagi ke Bangkok. Atau mungkin kota-kota lainnya.</span></p>Faris Alfadhathttp://www.blogger.com/profile/14884056569235245326noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6769592372293091025.post-32557638511919875662008-12-29T15:57:00.000-08:002010-03-22T05:15:15.983-07:00Hijrah<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjOPqb-fghGUNLhkGJ_flx_5E-EuMMDjzOn8NOXLWTPZzFlB2kKEAtLEmW6lScb6UB_tGIEOyDSfg93j9nryr8Qgm3BMoN9gjjAqsjB4ZwMXkA_zMKL5kOt3G0eMD89Pj3Gmd-hHp6Cj28/s1600-h/____Desert_____by_weldelbadia.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 400px; height: 215px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjOPqb-fghGUNLhkGJ_flx_5E-EuMMDjzOn8NOXLWTPZzFlB2kKEAtLEmW6lScb6UB_tGIEOyDSfg93j9nryr8Qgm3BMoN9gjjAqsjB4ZwMXkA_zMKL5kOt3G0eMD89Pj3Gmd-hHp6Cj28/s400/____Desert_____by_weldelbadia.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5451430168984750994" border="0" /></a><br /><span style="font-family:verdana;"><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Esai | <span style="font-weight: bold;">Faris Alfadh</span><o:p></o:p></span> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Apa yang saya ingat pada hari ini adalah sebuah momen di tahun 619 M, ketika Muhammad, Nabi yang Agung, dengan segala keteguhan jiwanya menunjukkan kepada (semua) manusia bahwa jalan kemuliaan tidak mudah untuk diraih dan amat panjang untuk ditempuh.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Sepanjang hari-hari pada tahun itu, setelah kematian Khadijah–istri Nabi yang begitu ia cintai, Mekah tak lagi ramah bagi pengikut Muhammad. Kaum Quraisy, yang menguasai hampir seluruh gurun kota itu, melihat sebuah ancaman pada pengikut Muhammad yang kian hari bertambah banyak. Para penganut awal (<i style="">as-sabiqun al-awwaluun</i>) agama Tauhid ini pun menghadapi beragam cobaan, ancaman, hingga konspirasi.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Syahdan, semuanya berawal ketika para pemuka Quraisy mengadakan pertemuan di sebuah majelis. Setelah melalui perdebatan panjang, mereka pun akhirnya menyetujui sebuah konspirasi yang dikemukakan Abu Jahal. Tujuannya satu: membunuh Muhammad!<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Dalam pertemuan tersebut diptuskan bahwa setiap kabilah akan mengutus seorang pemuda yang kuat. Pada saat yang ditentukan, semua pemuda pilihat itu harus bersama-sama menikam Muhammad hingga darahnya mengucur dan mengenai semua (utusan) kabilah. Mereka yakin, hanya dengan cara inilah keyakinan Muhammad, yang menurut mereka bisa mengancam ajaran agama leluhur mereka, bisa dihentikan.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Namun Tuhan punya rencana lain. Pada saat bersamaan, Jibril pun datang menemui Nabi dan memberitahukan apa yang harus dilakukan. Sore itu, Nabi langsung menemui Abu Bakar di rumhanya–sebuah kunjungan yang tidak biasa, tentunya.<br /></span></p><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">“Allah telah mengizinkan aku untuk meninggalkan kota ini dan berhijrah,” kata Nabi.<br /></span></p><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">“Bersama denganku?” Tanya Abu Bakar.<br /></span></p><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">“Ya, bersamamu,” jawab Nabi kemudian.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Sejak itu, kita mengenang perjalanan Nabi dari Mekah ke Madinah sebagai sebuah <span style="font-style: italic;">ijtihad</span> besar Rasulullah beserta para sahabat dalam menegakkan apa yang dinamakan “Iman”. Kita juga belajar satu hal darinya: bahwa kemuliaan dan kebahagiaan iman tidak ditempuh dengan jalan yang mudah. Ia tidah hanya butuh perjuangan dan pengorbanan, tetapi juga keyakinan untuk berserah. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Tak terbayang, misalnya, para <i style="">as-sabiqun al-awwaluun </i>kala itu, harus berjalan di atas gurun yang gersang dalam kalut, disirami panas teriknya matahari serta diselimuti dinginnya malam. Berjalan menyusuri gunung-gunung berbatu, terbayang ancaman dan rasa takut. Bahkan Abu Bakar sendiri, sahabat Nabi yang dijuluki <i style="">as-sidd</i></span><span style="font-size:100%;"><i><span style="">î</span></i><i style=""><span style="">q </span></i></span><span style="font-size:100%;">itu, mengalami ketakutan yang sangat, ketika harus bersembunyi di sebuah Gua bernama Hira bersama Nabi. Sampai-sampai Nabi menghibur Abu Bakar dengan berkata: “Janganlah bersedih, <span style="color:black;">sesungguhnya Allah bersama kita”. <o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style=";font-size:100%;color:black;" ><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style=";font-size:100%;color:black;" >Kata “Hijrah”, menurut Quraish Shihab, seringkali digunakan untuk mengistilahkan perpindahan suatu individu/kaum dari satu hal yang sifatnya buruk kepada hal lain yang sifatnya baik. Pengertian ini berlaku kepada kegiatan <i>pindah tempat </i>maupun <i>pindah kelakuan.</i> Selain contoh hijrahnya Nabi, rasa penyesalan serta taubat juga bisa dikategorikan sebagai upaya (ber)hijrah, bertekad menuju pada kondisi yang lebih baik.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Bagi saya, “hijrah” tentu bukan hanya sebatas perpindahan menuju resolusi yang lebih baik, tetapi sekaligus menyadari bahwa kehendak berubah (<i style="">hijrah</i>) harus sudah ada sejak dalam jiwa dan pikiran kita, apalagi perbuatan. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Orang selalu bilang, tahun depan harus lebih baik dari sebelumya. Namun sungguh, apa yang sebenarya anda cari dalam hidup ini? Ramai orang menjawab: kebahagiaan! Tetapi ingatlah bahwa kebahagiaan tidak akan menyapa dengan sendirinya, tanpa adanya tekad untuk berevolusi-tahap demi tahap (berhijrah). <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Dalam <i style="">The Bucket List,</i> yang diperankan oleh Jack Nicholson dan Morgan Freeman, ada sebuah dialog yang menarik. Konon, Mesir kuno punya kepercayaan indah tentang kematian.<span style=""> </span>Ketika jiwa manusia akan memasuki surga, para dewa akan menanyakan dua pertanyaan. Jawaban mereka menentukan apakah mereka diterima atau tidak di surga:<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Sudahkah kau menemukan kebahagiaan dalam hidupmu? Apakah kehidupanmu memberikan kebahagiaan bagi orang lain? <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Sebuah fragmen penuh metaphor. Tetapi bukankah Nabi Muhammad telah memberikan jawaban itu? “<i style="">Khaerun n<span style="">â</span>s anfa’uhum linnas</i>, sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain,” kata beliau. Bahwa kebahagiaan tidak mungkin diraih tanpa membagi kebahagiaan itu dengan orang lain. Ya, hidup tanpa menyisakan jejak kebahagiaan bagi orang lain, sesungguhnya tidak memiliki arti apa-apa.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Dalam hidup, rasanya sulit memahami kehidupan seseorang. Ada yang bilang ia bisa diukur dengan banyaknya orang yang ditinggalkan. Ada yang bilang kehidupan sesorang bisa diukur dari imannya. Beberapa juga bilang dengan cinta. Maka bagi saya sederhana saja: ia diukur dari sejauh mana sesorang mampu meraih dan membagi kebahagiaan! <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Apa yang saya ingat pada hari ini adalah sebuah momen di tahun 619 M, ketika Muhammad, Nabi yang dimuliakan, dengan segala keteguhan jiwanya menunjukkan kepada kita semua bahwa jalan kebahagiaan ternyata tidak mudah untuk diraih dan amat panjang untuk ditempuh. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p> <span style="line-height: 115%;font-family:verdana;" >Selamat tahun baru Hijr[iy]ah!<br /><br /><span style="font-style: italic;">image from </span><a style="font-style: italic;" href="http://weldelbadia.deviantart.com/art/Desert-35904654">here</a><br /></span>Faris Alfadhathttp://www.blogger.com/profile/14884056569235245326noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6769592372293091025.post-63905206511393094742008-11-01T06:26:00.000-07:002010-03-18T18:22:38.694-07:00Sumpah<span style="font-family:verdana;">Esai | Faris Alfadh<o:p></o:p></span> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj1UNl0jCeIXJhvB7BgX9SnAQ5NFfNcpNCA3eSbbTMt3IJmrUmmWk-F2I8raYNOsKbcO9gkisnF8JqLsf4IeXdG-Uvf6_44S38idujYjTjcZ7BMyx804ACuTyB6dAJfbYMlvmXr1dZHmg0/s1600-h/Kompas+Images.15.09.08.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 320px; height: 214px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj1UNl0jCeIXJhvB7BgX9SnAQ5NFfNcpNCA3eSbbTMt3IJmrUmmWk-F2I8raYNOsKbcO9gkisnF8JqLsf4IeXdG-Uvf6_44S38idujYjTjcZ7BMyx804ACuTyB6dAJfbYMlvmXr1dZHmg0/s320/Kompas+Images.15.09.08.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5263681166185227570" border="0" /></a><span style="font-size:100%;">Saya selalu percaya, hal-hal yang tidak kita pilihlah yang membentuk diri kita: keluarga, lingkungan, kota, bahkan bangsa. Seperti yang diucapkan Casey Affleck dalam <i style="">Gone<span style=""> </span>Baby Gone, </i>orang-orang bangga akan hal tersebut, seolah-olah itu hal yang mereka capai.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Tetapi bagi anak-anak muda yang hidup di awal abad 20, di sebuah bangsa yang bernama Hindia Belanda, ada kesaksian sekaligus harapan. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Harapan itu muncul dari sebuah nilai yang diperjuangkan kaum muda. Solidaritas yang dibentuk dari latar belakang yang sama sebagai warga jajahan mengakhiri semua sekat yang ada: daerah, suku, warna kulit, dan agama. Memang, “bangsa Indonesia” adalah sebuah entitas yang hanya bisa dibayangkan kala itu. Sebuah <i style="">Imagined Communities,</i> kata Benedict Anderson<i style="">. </i>Mungkin seperti ruang kosong untuk sebuah cita-cita.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Namun di tahun-tahun itu, ada semangat yang menyeruak dan tak lagi hampa. Di Belanda, para mahasiswa Hindia ini kemudian membentuk Perhimpunan Indonesia. Di tanah air, para anak muda yang rata-rata berumur 20-an tahun ini menjadi anggota berbagai perkumpulan yang bersifat kedaerahan. Ada Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Bataks, Jong Ambon, Kaoem Betawi, Pelajar Minahasa, dan masih banyak lagi. Belum lagi organisasi politik semacam Sarekat Islam, Boedi Oetomo, Partai Komunis Indonesia, dan Partai Nasional Indonesia. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Tahun 1925 adalah tongak penting dalam pergerakan bangsa Indonesia, ketika Perhimpunan Indonesia (di Belanda) menerbitkan Manifesto Politik. Banyak yang meyakini ini lebih fundamental daripada Sumpah Pemuda 28 Okotober 1928. Karena untuk pertama kalinya mereka dengan tegas berbicara tentang tiga prinsip dasar: <i style="">unity </i>(persatuan), <i style="">fraternity </i>(kesetaraan),dan <i style="">liberty </i>(kemerdekaan). <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Kemerdekaan, kesetaraan, dan persatuan membuat mereka memiliki imajinasi yang sama akan sebuah bangsa. Identitas kedaerahanpun mulai ditingalkan dalam manifesto yang kental dipengaruhi semangat revolusi Prancis yang meruak-ruak kala itu: <i style="">liberte-egalite-fraternite</i>.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Gaung manifesto dengan cepat menjadi bahan diskusi dan mempengaruhi perkumpulan pemuda di tanah air. Nama-nama pemuda seperti Mohammad Tabrani, Muhammad Yamin, Bahder Djohan, Sumarto, Jan Toule Soulehuwij, Paul Pinontoan, adalah para pejuang awal kemerdekaan yang tergerak olehnya. Mereka kemudian menggagas Kongres Pemuda I di Jakarta, yang menjadi cikal bakal lahirnya Sumpah Pemuda. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Dua tahun kemudian, 1928, diadakan Kongres Pemuda II yang juga bertempat di Jakarta. Berlangsung di tiga tempat, sidang kemudian ditutup di Gedung Kramat Raya 106. Hasilnya? Lahirlah keputusan yang sangat penting dalam sejarah kebangkitan bangsa Indoneisa, yakni Sumpah Pemuda. Di area itu pula untuk pertama kali diperdengarkan lagu <i style="">Indonesia Raya</i>, walaupun hanya dilantunkan secara instrumental oleh penggubahnya, W.R. Soepratman, karena khawatir terjadi keributan dengan polisi Belanda lantaran syair lagu itu banyak mengandung kata “Indonesia” dan “merdeka”..<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">80 tahun berlalu setelah sumpah itu diucapkan. Sumpah yang tak kan mengungkit lagi persoalan perbedaan suku, warna kulit, dan agama, karena semuanya melebur menjadi satu tanah air, bangsa, dan bahasa. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Mungkin tak ada yang mengira bahwa apa yang sitegaskan sekumpulan pemuda 80 tahun silam itu sesuatu yang amat berharga. Karena lebih dari sekeder definisi, ia adalah hasrat untuk merdeka–tak lagi dijajah. Ya, begitulah. Seperti kata Renan, sebuah bangsa lahir dari “hasrat buat bersatu”, tapi seperti halnya tiap hasrat, ia tak akan sepenuhnya terpenuhi dan hilang. Hidup tak pernah berhenti kecuali mati.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Adakah Sumpah Pemuda selesai sebagai tonggak sejarah? Berhasilkan ia sebagai fondasi Indonesia yang kukuh?<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Tentu tak semudah itu menjawabnya. Karena bangsa adalah sejarah panjang yang entah sampai kapan, dan (berakhir) di mana. Bangsa adalah kaki langit, kata Goenawan Mohamad. Impian yang mustahil, sulit, tapi berharga untuk disimpan dalam hati. Sebab ia impian untuk merayakan sesuatu yang bukan hanya diri sendiri, meskipun tak mudah.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Ah, sayangnya orang-oang kini melihat Indonesia sebagai sebuah asal. Di mana mereka hidup, mencari, dan mati. Sangat sedikit yang memaknainya sebagai sebuah cita-cita. Ya, cita-cita yang di dalamnya termaktub hal-hal universal. Anak-anak muda di awal abad 20 itu sudah memulainya. Mereka menamakannya Manifesto Politik: <i style="">unity-fraternity-liberty.<o:p></o:p></i></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Adakah selama ini Indonesia lebih kita fahami sebagai titik berangkat, dan bukan sebagai alamat yang kita tuju? Kalau ya, jangan heran jika yang tampak adalah banyaknya ketidak-sefaaman. Layaknya para musafir di antrean sebuah kereta: berkerumun, tak mengenal satu lainnya, tak berbelas kasih, padahal tujuan mereka satu. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; font-family: verdana;"><span style="font-size:100%;">Seperti yang saya yakini di awal: sesuatu yang tidak kita pilihlah yang membentuk diri kita. Tetapi tak banyak orang yang mengerti bahwa apa “yang-tidak-kita-pilih” itu pada akhirnya dibentuk oleh apa yang kita yakini dan kita perbuat. Bagi saya, Indonesia adalah entitas yang belum selesai. Ia akan terus dibangun di atas apa yang kita yakini dan menjelma sebagai entitas bebas dari apa yang kita perbuat. Karena itu, ia seharusnya dimaknai sebagai sesuatu yang “imaginer”, sesuatu yang terus ingin kita gapai.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" face="verdana" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p> <span style="line-height: 115%;font-family:verdana;" >Saya teringat kata-kata Bung Hatta di hadapan tuan-tuan hakim pengadilan Den Haag 1928 ketika ia ditahan atas tuduhan menjadi anggota perkumpulan terlarang. Dalam pledoinya yang berjudul <i style="">Indonesia Vrij</i>, mengutip pujangga Belgia, Rene de Clercq, dengan bangga Hatta berucap: <i style="">Hanya ada satu negara, yang menjadi negaraku. Ia tumbuh dengan perbuatan, dan perbuatan itu perbuatanku!</i><i style=""><br /></i></span>Faris Alfadhathttp://www.blogger.com/profile/14884056569235245326noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6769592372293091025.post-79596677482642114512008-08-26T18:14:00.000-07:002011-02-20T01:18:57.350-08:00Pakistan Pasca-Musharraf<a style="font-family: arial;" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEijhQQZod91kXEzoNcQs6u2P8vOpksCerVHhb4VFqWKBGDvgB-TN7ILlB2ecb_bz_l4-I-dWFoZx6JxgTpEaFUV5vnnNc52ocAhAGjdnFuCLZ3ZJbJmI0PUnP6LExRWoRtF5yvU0PQx07k/s1600/Musharraf+resignation+small-thumb-425x282.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 400px; height: 265px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEijhQQZod91kXEzoNcQs6u2P8vOpksCerVHhb4VFqWKBGDvgB-TN7ILlB2ecb_bz_l4-I-dWFoZx6JxgTpEaFUV5vnnNc52ocAhAGjdnFuCLZ3ZJbJmI0PUnP6LExRWoRtF5yvU0PQx07k/s400/Musharraf+resignation+small-thumb-425x282.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5575698325257394370" border="0" /></a><br /><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p><div style="text-align: left; font-family: arial;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-style: italic;"><br /></span></span></p><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-style: italic;"><br /></span></span></p><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-style: italic;"><br /></span></span></p><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-style: italic;"><br /></span></span></p><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-style: italic;"><br /></span></span></p><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-style: italic;"><br /></span></span></p><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-style: italic;"><br /></span></span></p><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left; font-family: arial;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-style: italic;">Kompas, </span>26 Agustus 2008</span></p><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left; font-family: arial;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Presiden Pakistan Pervez Musharraf akhirnya resmi meletakkan jabatan, Senin (18/8). Setelah sembilan tahun berkuasa pascakudeta tak berdarah tahun 1999, Musharraf mundur demi menghindari pemakzulan. Proses demokrasi Pakistan tampaknya memasuki babak baru.<o:p></o:p></span></p><div style="text-align: left; font-family: arial;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left; font-family: arial;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p><div style="text-align: left; font-family: arial;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left; font-family: arial;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Pengunduran diri Musharraf membuat rakyat Pakistan larut dalam kegembiraan. Sebagian dari mereka berpesta dengan turun ke jalan. Mereka berharap kehidupan akan lebih baik setelah ini. Namun, mundurnya Musharraf bisa jadi menyisakan berbagai persoalan baru serta situasi politik yang tak menentu. Seperti apa sebenarnya konstelasi politik Pakistan pascamundurnya Musharraf?<o:p></o:p></span></p><div style="text-align: left; font-family: arial;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left; font-family: arial;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p><div style="text-align: left; font-family: arial;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left; font-family: arial;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Setidaknya ada dua persoalan yang perlu diantisipasi pemerintah Pakistan. Hal itu adalah kemungkinan terjadinya kekacauan politik (konflik) yang parah serta persoalan memburuknya perekonomian.<o:p></o:p></span></p><div style="text-align: left; font-family: arial;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left; font-family: arial;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><b><span style=""><o:p> </o:p></span></b></span></p><div style="text-align: left; font-family: arial;"> </div><div style="text-align: left; font-family: arial;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left; font-family: arial;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><b><span style="">Rawan konflik</span></b></span><span style="font-size:100%;"><o:p></o:p><br />Pakistan adalah negara yang rawan konflik. Sejak merdeka 61 tahun silam (1947), sudah 12 presiden dan 22 perdana menteri bergantian memimpin negara berbahasa Urdu tersebut. Jika mengukur stabilitas negara dari lamanya pergantian pemerintahan, jelas Pakistan tak pernah sepi dari konflik.<o:p></o:p></span></p><div style="text-align: left; font-family: arial;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left; font-family: arial;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p><div style="text-align: left; font-family: arial;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left; font-family: arial;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Tahun 1974, misalnya, pemerintahan Jenderal Yahya Khan dikudeta oleh Zulfikar Ali Bhutto. Jenderal Zia-ul Haq kemudian mengambil alih kekuasaan pada Juli 1977 dan menghukum gan- tung Ali Bhutto tahun 1979. Tanggal 17 Agustus 1988, Zia-ul Haq beserta beberapa pejabat militer Pakistan pun tewas dalam ledakan pesawat udara. Pada masa pemerintahan Musharraf, dua kali ia menghadapi percobaan pembunuhan melalui bom bunuh diri pada Desember 2003. Kasus terakhir adalah tewasnya mantan Perdana Menteri Benazir Butto akhir tahun lalu.<o:p></o:p></span></p><div style="text-align: left; font-family: arial;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left; font-family: arial;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p><div style="text-align: left; font-family: arial;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left; font-family: arial;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Pascamundurnya Musharraf, banyak kalangan yang mengingatkan akan kemungkinan terjadinya kekacauan politik. Apalagi koalisi pemerintah yang berkuasa, yakni Partai Rakyat Pakistan (PPP) yang kini dipimpin Asif Ali Zardari (suami Benazir Bhutto) dan Liga Muslim Pakistan (PML-N) di bawah Nawaz Sharif, merupakan dua kekuatan politik yang selama ini justru bersaing dan berupaya saling menjatuhkan.<o:p></o:p></span></p><div style="text-align: left; font-family: arial;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left; font-family: arial;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p><div style="text-align: left; font-family: arial;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left; font-family: arial;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Mundurnya Musharraf bukan tidak mungkin akan memicu persoalan baru mengenai pembagian kekuasaan. Karena itu, kedua partai harus segera menyadari sejak dini bahwa masa depan politik Pakistan ada di tangan mereka. Karena jika tidak, kekacauan politik bisa saja terjadi. Aksi kekerasan kelompok Islam garis keras, konflik etnis, serta kemungkinan aksi terorisme yang pelakunya selama ini diduga banyak bersembunyi di Pakistan juga perlu diantisipasi.<o:p></o:p></span></p><div style="text-align: left; font-family: arial;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left; font-family: arial;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p><div style="text-align: left; font-family: arial;"> </div><div style="text-align: left; font-family: arial;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left; font-family: arial;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><b><span style="">Keterpurukan ekonomi</span></b></span><span style="font-size:100%;"><o:p></o:p><br />Sepeninggal Musharraf, Pakistan juga dihadapkan pada persoalan ekonomi yang akut. Hal ini ditandai dengan krisis pangan dan bahan bakar yang terjadi di dalam negeri. Melonjaknya harga bahan bakar serta harga bahan pokok lainnya membuat rakyat mulai menjerit. Jika tidak segara diantisipasi, situasi ini bisa saja menyulut kekacauan politik baru akibat frustrasi masyarakat.<o:p></o:p></span></p><div style="text-align: left; font-family: arial;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left; font-family: arial;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p><div style="text-align: left; font-family: arial;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left; font-family: arial;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Salah satu kesalahan mendasar Musharraf selama berkuasa adalah melupakan peningkatan kesejahteraan ekonomi rakyat. Dia juga dinilai tidak mampu mengatasi persoalan ekonomi, sosial, dan politik domestik. Akibatnya rakyat Pakistan banyak yang hidup miskin. Dari sekitar 169 juta jiwa penduduk Pakistan, 28 persen hidup di bawah garis kemiskinan. Memang pendapatan per kapita negeri ini tergolong tinggi, sebesar 2.900 dollar AS (<i style="">Kompas</i>, 19/8/08), tetapi kesenjangan juga menganga.<o:p></o:p></span></p><div style="text-align: left; font-family: arial;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left; font-family: arial;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p><div style="text-align: left; font-family: arial;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left; font-family: arial;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Keterpurukan ekonomi merupakan persoalan serius bagi Pakistan pasca-Musharraf. Saat ini pertumbuhan ekonomi Pakistan tak lebih dari 7 persen karena investasi yang rendah serta kenaikan inflasi yang mencapai 6,5 persen. Belum lagi utang luar negeri yang berjumlah sekitar 40,2 miliar dollar AS.<o:p></o:p></span></p><div style="text-align: left; font-family: arial;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left; font-family: arial;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p><div style="text-align: left; font-family: arial;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left; font-family: arial;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Karena itu, mundurnya Musharraf menjadi pertaruhan bagi pemerintah koalisi demi masa depan demokrasi di Pakistan. Jika gagal, atau setidaknya menimbul- kan kekacauan politik yang lebih parah, tidak menutup kemungkinan kekuatan militer–yang kini dipimpin Jenderal Ashfaq Kiyani–kembali mengambil alih.<o:p></o:p></span></p><div style="text-align: left; font-family: arial;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left; font-family: arial;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Dalam politik, selalu ada kesempatan bagi munculnya pretorianisme, di mana militer mencoba masuk dalam politik dan mengambil alih kekuasaan sipil. Baik dipicu terjadinya krisis ekonomi, vakumnya kekuasaan, maupun kegagalan sipil dalam menjaga stabilitas negara.<o:p></o:p></span></p><div style="text-align: left; font-family: arial;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left; font-family: arial;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p><div style="text-align: left; font-family: arial;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left; font-family: arial;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Karena itu, stabilitas ekonomi- politik serta masa depan demokrasi Pakistan sangat bergantung pada kedua partai yang saat ini berkuasa.</span></p><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:verdana;"><span style="font-weight: bold; font-family: arial;">Faris Alfadh</span><br /></p><div style="text-align: left; font-family: arial;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: left;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p>Faris Alfadhathttp://www.blogger.com/profile/14884056569235245326noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-6769592372293091025.post-74509460313431730532008-08-18T04:30:00.000-07:002010-03-18T18:19:39.145-07:00Mérdeka Itu…<span style=";font-family:verdana;font-size:100%;" >Esai | Faris Alfadh</span> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhxvvRAPffIoGeRkQyIyz4oM2OukZUGWlrw-CY9Nkc42qoVAEES8ZrXBs0nmC4uaaDzG9-HX07dcQ2sT8wCyDdslR98NrU2jCejRTaE2JkLTWb0B9QgglwwmJU7t27ebR0CN7GXfB2jbJE/s1600-h/TOMDEAN++Kompas+Images+15.08.08.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhxvvRAPffIoGeRkQyIyz4oM2OukZUGWlrw-CY9Nkc42qoVAEES8ZrXBs0nmC4uaaDzG9-HX07dcQ2sT8wCyDdslR98NrU2jCejRTaE2JkLTWb0B9QgglwwmJU7t27ebR0CN7GXfB2jbJE/s400/TOMDEAN++Kompas+Images+15.08.08.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5235820676281035346" border="0" /></a><span style="font-size:100%;"><span style="font-family:verdana;">Dalam kondisi bangsa yang masih terpuruk, bisa dimaklumi jika banyak orang tak lagi menaruh rasa optimis. Memperingati hari kemerdekaan, tak ada lagi antusias, karena toh semuanya hanya berakhir sebatas seremoni, yang jauh dari harmoni. Namun apa artinya sebuah bangsa tanpa optimisme? Jika dulu Indonesia lahir karena nasionalisme, maka untuk “membesarkannya” ia butuh optimisme!</span></span> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Kali ini saya tak akan melupakan sejarah, sebagaimana yang selalu diingatkan Bung Karno. Karena bagaimanapun, sejarah adalah pertauatan waktu yang membentuk masa kini. Seperti kata Khaled Hosseini dalam <i style="">The Kite Runner,</i> kita tak akan pernah bisa mengubur (sejarah) masa lalu, bagaimanapun ia akan selalu menyeruak mencari jalan keluar. Dan apa yang disebut <i style="">masa kini, </i>suatu saat pada waktunya, pun akan menjadi sejarah masa lalu.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Saya mencoba membayangkan suatu pagi enam puluh tiga tahun silam. Menjelang pukul 10:00 pada 17 Agustus 1945 itu, di sebuah rumah di jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta, sejumlah orang berkumpul. Tak ada gemuruh memang, namun ada sesuatu yang runtuh. Nasionalisme akhirnya meruntuhkan apa yang disebut kolonial. Karena sejak hari itu, semua orang akhirnya tahu, wilayah yang dulunya bernama Hindia Belanda lahir menjadi sebuah entitas yang merdeka dan satu. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">“Bangsa Indonesia” pun akhirnya disebut sebagai sebuah identitas. Sebuah radio di bandung kemudian menyiarkan suara Bung Karno membacakan proklamasi kemerdekaan untuk pertama kali. Orang-orang pun faham, kini mereka bagian dari revolusi.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">63 tahun berselang. Enam presiden telah memimpin negeri ini–empat di antaranya berakhir dengan tidak “hormat”. Banyak yang berubah. Jika dulu kemerdekaan adalah perjuangan melawan yang kolonial, atau setidaknya mengembalikan yang nasional, masih samakah makna itu untuk hari ini? Atau tiap orang memilih maknanya sendiri?<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Perubahan datang dengan banyak kemajuan. Namun di Indonesia, hanya sedikit yang berubah. Di antara negara-negara pasca colonial lainnya, Indonesia memang menjadi <i style="">“big brother”</i> yang lahir lebih dulu– namun sekaligus yang paling terpuruk dan sulit maju.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Kesulitan terbesar Indonesia nampaknya bukan ketika melawan penjajah, tetapi melawan bangsa sendiri. “Perjuangan yang akan kalian hadapi jauh lebih berat,” kata Bung Karno kala itu. “Perjuangan kami hanya melawan penjajah dari luar, sedangkan kalian akan berjuang melawan bangsa sendiri.” Kini kita tahu, ucapan Bung Karno benar.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Tengok saja, berapa rupiah yang dicuri dari alam Indonesia oleh saudara sendiri? Para tauke pun tak ragu menjual pasir di sepanjang kepulauan Riau untuk negara lain. Atau pembalak liar yang menjual kayu dari hutan Kalimantan berkubik-kubik. Serta mereka yang menyelundupkan minyak bersubsidi ke luar negeri, dan membiarkan rakyat antri di dalam negeri. Menghadapi saudara sendiri ternyata membuat kita habis energi. Karena tak tahu dari mana untuk memulai, atau jangan-jangan banyak dari kita yang tak tega hati.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Saya teringat kata-kata Tan Malaka kepada pemerintah Belanda sebelum ia dibuang dulu. <i style="">Storm ahead!,</i> katanya–ada topan menanti di depan. <i style="">Don’t’ lose your head! </i>(Jangan kehilangan akal dan kepala!). Justru sebaliknya, adakah kita yang sudah kehilangan akal, untuk sedikit menegakkan kepala di hadapan bangsa lain?<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Kemerdekaan? Di tengah selebrasi seremoni, gemuruh nyanyian kemenangan, atau riuh rendah perayaan, adakah yang masih tersisa dari semangat kemerdekaan itu? Bagi saya, kemerdekaan adalah proses yang belum selesai. Seperti <i style="">sejarah</i>, ia tak akan lekang. Karena kemerdekaan adalah bagian dari masa lalu, kini, dan esok.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Kemerdekaan adalah ketika Indonesia memasuki situasi di mana kita semua (ya, kita semua) bisa duduk nyaman di <i style="">angkringan</i> dan tidur nyenyak di ranjang. Ketika orang ramai lainnya tak lagi antri mendapatkan minyak tanah. Dan ketika para nelayan tak perlu cemas akan tangkapan esok hari, serta anak-anak mereka yang bisa sekolah dengan riang.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Kemerdekaan adalah ketika politik tak lagi berlangsung dalam amnesia. Ketika kekuasaan tak lagi tergadai oleh para mafia. Dan ketika kita yang berbeda etnis dan agama ini tak lagi khawatir akan konflik dan persaingan, karena semuanya faham akan satu nilai yang mengikat: keindonesiaan!<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Dan kemerdekaan? Ya, kemerdekaan adalah ketika tak ada lagi alasan bagi saya dan anda untuk tak hidup bahagia, di tanah air ini. Karena itu, kemerdekaan kali ini tentu menjadi berarti, ketika tanah air yang kita cintai menjadi harmoni, untuk sekedar kita berbagi.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Kemerdekaan? Tentu tak hanya untuk hari ini.</span></p><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; font-family: verdana;"></p>Faris Alfadhathttp://www.blogger.com/profile/14884056569235245326noreply@blogger.com2