skip to main |
skip to sidebar
Akhir tahun 2012, konflik antar etnis di Myanmar mengalami eskalasi.
Konflik antara penduduk asli Myanmar yang beragama Buddha dan etnis
Rohingya tersebut, memenuhi media lokal maupun internasional. Tahun 2013
gerakan separatisme di Myanmar yang dilakukan oleh etnis Rohingya masih
berlangsung, yaitu keinginan untuk membentuk pemerintahan negara
Rakhine. Disebabkan tidak amannya keadaan di Myanmar, kebanyakan etnis
Rohingya memutuskan untuk bermigrasi ke tempat yang aman. Menurut data
Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB), sekitar 650 jiwa etnis Rohingya
terbunuh. Sedangkan sekitar 115.000 jiwa terlantar, serta sekitar
2.528 rumah mengalami kerusakan.
Konflik antar etnis Rohingya dan penduduk Buddha Myanmar ini
sebenarnya telah berlangsung dari dulu. Konflik antara muslim dan Buddha
di Myanmar telah dimulai pada tahun 1784 Masehi, saat itu Burma belum
diduduki oleh Inggris. Tahun 1784 merupakan tahun kemenangan bagi Buddha
di Myanmar, yangmana penduduk Buddha Burma berhasil meruntuhkan
kerajaan Islam di Arakan, setelah itu Burma diduduki oleh Inggris.
Jika dilihat dari posisi umat Islam di Myanmar, sebenarnya Islam
telah masuk pada abad ke-9 Masehi ke Burma yang dibawa oleh pedagang.
Sekitar tahun 1440-an berdiri kerajaan Islam Arakan (Rakhine, yaitu
daerah yang diminta merdeka oleh Rohingya sekarang), kerajaan tersebut
dipimpin oleh Naseruddin Mahmud Syah. Kemudian kerajaan ini semakin
dekat hubungannya dengan Mughal India, dibawah pimpinan Bahadur Shah II.
Saat Buddha Burma menaklukkan kerajaan Islam Rakhine pada tahun 1784,
benih permusuhan antara Buddha dan Islam di Myanmar semakin tegang.
Ketegangan tersebut ditambah lagi dengan masuknya Inggris menduduki
Burma tahun 1824. Dari tahun 1784 hingga sekarang, kenapa Muslim di
Myanmar tetap menagalami tindakan kekerasan dari Buddha Burma?
Menurut pakar Politik Islam di Asia Tenggara Muhammad Faris Alfadh, S.IP, M.A, ada beberapa faktor yang menyebabkan ketegangan Muslim dan Buddha di Myanmar.
Pertama, Muslim di Myanmar merupakan
pendatang dan penduduk asli Myanmar adalah Buddha. Masuknya Islam ke
Myanmar pada abad ke-9 Masehi, tidak terlalu diterima oleh penduduk asli
Burma. Berbeda dengan negara di Asia Tenggara lainnya, Islam datang
disambut baik oleh pribumi dan diterima sebagai agama bagi mereka.
Sebagai contohnya di Indonesia, Malaysia dan Thailand, Islam diterima
dengan baik oleh pribumi.
Cara masuknya Islam di Asia Tenggara kebanyakan dibawa oleh pedagang,
akan tetapi di Myanmar bukan cuma pedagang. Islam masuk ke Myanmar juga
dibawa oleh imigran dari India, yangmana imigrasi tersebut atas dasar
pendudukan Inggris di India. Kemudian pada tahun 1824 Inggris berhasil
menduduki Burma.
Dengan kebijakan Inggris tersebutlah penduduk India dipindahkan ke
Burma, dengan tujuan untuk membantu Inggris dalam mengelola swadaya
ekonomi di Burma. Ambisi Inggris untuk menduduki Burma disebabkan oleh
letak strategis Burma dalam jalur perdagangan. Myanmar yang berada
diantara dua peradaban besar, yaitu India dan China sebagai peradaban
yang paling tua di dunia, membuat Myanmar menjadi jalur perdagangan yang
strategis.
Sedangkan alasan Inggris mengambil orang India sebagai pekerja di
Burma, disebabkan oleh lamanya Inggris menduduki India. Dengan demikian
kesetiaan orang India akan lebih kuat dari Burma menurut Inggris, selain
itu di India tidak terlalu kuat pemberontakan pribumi atas pendudukan
Inggris disana. Sehingga Inggris menjadikan India sebagai bagian dari
negara persemakmuran atau disebut British India.
Kedua, orang India yang dipindahkan ke
Mynamar oleh Inggris menguasai perekonomian. Hampir seluruh sektor
ekonomi di Myanmar terdapat orang India, mulai dari sektor ekonomi pasar
hingga merambah ke ranah pemerintahan. Namun yang menjadi permasalahan
adalah migrasi dari India tersebut beragama Islam atau Muslim. Sehingga
penduduk asli Myanmar yang beragama Buddha cemburu, disebabkan oleh
banyaknya sektor ekonomi yang dikuasai oleh Muslim India sedangkan
penduduk asli kurang mendapat tempat.
Muslim India yang mendapat tempat yang bebas dari Inggris, mulai
membentuk organisasi sosial kemasyarakatan. Gerakan sosial yang dibuat
oleh Muslim India bertujuan untuk memakmurkan ekonomi masyarakat di
sekelilingnya. Selain organisasi keagamaan yang dibentuk oleh Muslim
India, gerakan sosial dan keagamaan Muslim India tersebut tidak dilarang
oleh Inggris. Hal tersebut disebabkan oleh gerakan Muslim India tidak
mengganggu pendudukan Inggirs di Burma, berbeda dengan penduduk asli
Burma yang menyatakan perang pada Inggris.
Akhirnya penduduk asli Buddha Burma menyatakan kebenciannya terhadad
Muslim India. Yangmana dulunya penduduk asli hanya berusaha melawan
penjajah yaitu Inggris, bertambah menjadi memusuhi Muslim India yang
dibawa oleh Inggris ke Burma. Muslim India yang menjadi tulang punggung
dari Inggris mendapat sentimen dari penduduk asli Burma.
Hingga pada tahun 1930-an kebencian panduduk Buddha Burma terhadap
Muslim India berubah menjadi kebencian terhadap Islam. Untuk mengurangi
ketegangan tersebut, Muslim India mulai bersifat terbuka dan
berinteraksi lebih dekat dengan penduduk asli Burma. Adapun nama Muslim
India setelah tahun 1930 tersebut disamakan dengan nama Burma. Dengan
cara meninggalkan nama Islam dan menggunakan nama Burma, rupanya
sentimen anti Muslim India berkurang di Burma.
Ketiga, beragam Muslim di Burma. Adapun
imigran di Burma berasal dari berbagai negara seperti India, Bangladesh,
China dan lainnya. Dari imigran tersebut mayoritas adalah orang Islam.
Imigran dari Bangladesh dikenal sekarang ini sebagai etnis Rohingya,
sedangkan imigran dari China disebabkan oleh jatuhnya Kesultanan Yuna
(Muslim China) ke tangan kekaisaran China. Sehingga penduduk Musim China
mencari suaka ke Burma. Adapun Muslim Rohingya yang pernah ingin
kembali ke Bangladesh, tapi tidak diterima oleh Bangladesh. Disebabkan
oleh sudah lamanya etnis Rohingya tinggal di Burma, itulah alasan
Bangladesh menolak etnis Rohingya untuk kembali ke tanah asalnya.
Dari imigran di Burma tersebut, adapun imigran yang paling banyak
adalah Muslim India. Namun, kenapa masalah Rohingya yang menjadi
permasalahan konflik dengan Buddha di Myanmar?
Menurut Faris Al-Fadhat, India lebih bisa terbuka dan berinteraksi
dengan penduduk asli Buddha Burma. Dengan cara meninggalkan nama Islam
dan menggunakan nama Burma, Muslim India mendapat sambutan dan tempat
yang baik di hati penduduk asli Burma. Selain itu India tidak ikut
campur ke gerakan politik dalam melawan pemerintahan Burma, bahkan India
lebih menjaga hubungan baik dengan penduduk asli.
Sangat berbeda dengan etnis Rohingya, yangmana Rohingya menuntut
kemerdekaan atas Rakhine pada pemerintahan Myanmar. Gerakan politik pun
banyak dibentuk oleh etnis Rohingya untuk melawan kekerasan dari Buddha
Burma. Beberapa diantara gerakan politik Rohingya yaitu Arakan Rohingya
National Organization (ARNO), Rohingya National Liberation Front (RNLF),
Rohingya Solidarity Organizations (RSO) dan lainya.
Kenapa Rohingya ingin merdeka?
Dalam hal ini, Rohingya yang merupakan etnis dari Bangladesh dan
tidak dianggap oleh negaranya sendiri, menjadi semangat awal bagi
Rohingya untuk mendapatkan tempat tinggal yang menjadi identitas mereka.
Namun, kenapa Rohingya harus memberontak terhadap Burma? Kenapa
Rohingya tidak bisa seperti Muslim India yang lebih terbuka dan
mengalah?
Menurut Faris, penyebab Rohingya memberontak dan ingin melakukan
separatis (memisahkan diri dari Myanmar), yaitu faktor ketidakadilan dan
kekerasan yang mereka terima dari Buddha Burma. Etnis Rohingya yang
datang ke Burma dulunya sebagai orang buangan, dianggap oleh Buddha
Burma sebagai etnis yang tidak layak ada di Burma.
Sebagaimana seorang pendatang ke negara lain, maka akan muncul
sentimen mana tuan rumah dan mana penumpang. Hal tersebut juga terjadi
di Indonesia, saat migrasi awal etnis Jawa ke Sumatera. Akan tetapi
tidak sampai terjadi konflik fisik seperti penyiksaan dan konflik
senjata.
Selain itu, proses migrasi etnis Jawa ke Sumatera pada pemerintahan
presiden Soeharto, masih berada di dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI). Hal yang paling mendasar untuk menyatukan etnis Jawa
dan Sumatera tersebut sangatlah efektif, yaitu sama-sama beragamakan
Islam atau Muslim. Sedangkan di Myanmar, etnis Rohingya beragama Islam
dan penduduk asli Burma beragama Buddha.
Rohingya yang tinggal di Rakhine utara dapat dikatakan sebagai daerah
yang sangat miskin. Sumber daya alam yang rendah serta kurangnya
pendidikan bagi masyarakat Rohingya, membuat posisi etnis Rohingya ini
semakin dikucilkan oleh pemerintah. Bahkan sering dikesampingkan oleh
Buddha Burma, karena merek menganggap etnis Rohingya adalah bangsa yang
terebelakang dan tidak pantas berdampingan dengan mereka.
Oleh sebab itu juga pemerintah tidak pernah mendengarkan aspirasi
dari masyarakat di Rakhine utara ini. Dengan tidak didengarnya aspirasi,
serta sering menerima tindakan kekerasan seperti pemerkosaan,
perampokan dan penyiksaan lainnya. Rohingya mengajukan diri untuk
mendapatkan otonomi di daerah Rakhine utara tersebut. Sehingga
organisasi perjuangan akan hak dan keadilan bermunculan dari etnis
Rohingya. (syah)
Sumber berita: HI UMY
Setiap
manusia memiliki rasa takut untuk dilupakan. Setiap manusia mempunyai rasa
ingin dikenal. Maka menulislah . Kalimat tersebut juga senada dengan kalimat
dari seorang sejarawan Indonesia Pramoedya Ananta Toer. “orang boleh pandai
setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis ia akan hilang dalam masyarakat
dan dari sejarah.” Selain itu juga menjadi penting untuk mengalahkan ketakutan
dalam diri dalam menulis dan merubahnya menjadi energi yang positif untuk
membawa diri ke dalam proses intelektual.
Begitulah
yang disampaikan oleh Muhammad Faris Alfadh, MA. dalam acara training menulis kreatif
yang diadakan oleh Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) di gedung AR. Fachrudin
B Universitas Muhammadiya Yogyakarta (UMY), Ahad (24/2). Acara ini diselenggarakan oleh IMM cabang A. R.
Fachrudin kota Yogyakarta dalam rangka
acara Semarak Milad IMM ke-49. Acara yang merupakan salah satu dari rangkaian
agenda Milad IMM ini bertemakan Wake Up
and Writing dimana para immawan-immawati diajak untuk menyadari arti
pentingnya menulis dan berkarya.
Training
menulis kreatif yang dihadiri oleh 100 peserta ini mengadirkan pembicara dari
dua orang yang tidak asing di UMY yaitu Muhammad Faris Alfadh, MA. dosen
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIPOL) dan Fahd Djibran penulis buku best
seller yang juga merupakan alumni
Hubungan Internasional UMY. Mahasiswa UIN dan UII juga datang turut ikut serta
dalam acara ini.
Dalam
sesi pertama, Faris Alfadh memaparkan beberapa jenis tulisan dan teori lima (5)
tahap untuk menulis. Ia juga menjelaskan bahwa tiada yang abadi di dunia ini
kecuali karya. “Manusia tidak ada yang abadi dan hanya karya yang akan tetap
dikenang oleh dunia dan sejarah. Menulis adalah proses intelektual dimana hati
, pikiran dan jiwa bekerja untuk mendapatkan sebuah hasil yang dapat dirasakan,
dibaca dan berguna bagi orang lain.” paparnya. Atmosfer sedikit berubah ketika
pembicara yang merupakan salah satu penulis best seller yang sedang naik daun
ini memaparkan presentasinya. Fahd
Djibran menegaskan bahwa menulis adalah proses mencari dan mendengarkan, (discovery and listening). Kedua hal
itu merupakan pemacu proses intelektual dalam melihat dunia lebih luas dan
memahami yang ada di sekeliling. “menulis akan menjadi lebih mudah ketika
setiap orang dapat melakukan discovery
and listening secara baik dan memahami setiap hal dengan bijak.”tandasnya.
Acara
yang kurang lebih berlangsung selama 4 jam ini banyak memotivasi para peserta
untuk menyadari pentingnya generasi muda untuk menulis. Motifasi diri untuk menulis
tidak hanya didapat dari keinginan namun juga motifasi dari sesuatu yang tidak
akan goyah, seperti halnya berusahalah seperti karang, yang tak pernah goyah
walau diterpa ombak dan badai. Fahd juga memberikan penjelasan mengenai 4C.
Menulis dengan menggunakan 4C: content (isi), context (konteks), coherence (hubungan), and color
(gaya tulisan). 4C dapat
diterapkan di semua jenis tulisan yang penulis inginkan.
Hal
lainnya juga disampaikan bahwa menulis adalah komunikasi antar generasi. Menulis
merupakan sebuah pemikiran yang dibuat oleh seseorang di masa itu agar
diketahui jejaknya di masa yang akan datang. Cerita tentang peradaban tidak
akan hilang dan terus akan diketahui oleh generasi ke generasi, sehingga
menjadi sangat penting bagi generasi muda untuk mulai menulis. Training yang
diakhiri dengan pemberian cindera mata kepada para pembicara mendapatkan
apresiasi dari para peserta dan diharapkan akan ada aksi nyata setelah acara
ini usai. “menulis menjadi salah satu cara untuk lebih dikenal dan dihargai
juga semoga ada semangat baru untuk ‘follow up’ berkarya dalam menulis.”tutur Rudianto,
peserta seminar, usai acara. (Red)
Sumber: LPPM Nuansa UMY
Gerakan mahasiswa Islam yang dulu, berbeda secara pandangan tapi
begitu kuat memegang prinsip Islam, serta peduli pada isu-isu seputar
dunia Islam. Akan tetapi kini, gerakan mahasiswa Islam seakan tak peduli
dengan isu-isu dunia Islam. Bahkan terkesan tak memberikan pengaruh
pada kebijakan politik luar negeri pemerintah Indonesia, salah satunya
isu Palestina dan Israel.
Demikian disampaikan Pakar Politik Dunia Islam jurusan Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (HI UMY) Muhammad Zahrul Anam,
S.Ag, M.Si. dalam acara diskusi buku bertajuk “Persepsi Mahasiswa Islam
terhadap Politik Luar Negeri Indonesia di Timur Tengah” di Ruang
Simulasi Sidang HI UMY, Sabtu (12/1).
Turut menjadi pembicara dalam diskusi ini Pakar Diplomasi HI UMY Ratih Herningtyas, S.IP., M.A, serta Penulis Buku yang juga Dosen dan Alumni HI UMY Muhammad Faris Alfadh, S.IP., M.A. Adapun jalannya diskusi ini dipandu oleh Kepala Laboratorium HI UMY Ade Marup Wirasenjaya, S.IP., M.A.
Zahrul mengatakan, jika seandainya gerakan mahasiswa Islam di
Indonesia bersatu, maka akan tercipta kekuatan yang dapat memberikan
dampak signifikan terhadap pengambilan kebijakan pemerintah Indonesia.
“Gerakan mahasiswa Islam yang berbeda pandangan serta ideologi
seperti saat ini, akan sulit untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah
terutama kebijakan luar negeri. Tapi jika mereka bersatu, akan
menghasilkan kekuatan yang tak tertandingi oleh gerakan mahasiswa
lainnya,” kata dosen HI UMY ini.
Dari perspektif diplomasi, Ratih menjelaskan bahwa politik luar
negeri suatu negara berasal dari apa yang terjadi di dalam negara itu
sendiri. Sehingga kelompok mahasiswa merupakan kelompok yang mempunyai
andil besar dalam pengambilan kebijakan luar negeri di suatu negara.
“Politik luar negeri berasal dari dalam negeri itu sendiri. Jadi
sangat tepat yang dibahas dalam buku ini, bahwa dalam pengambilan
kebijakan, pemerintah juga memperhatikan aspirasi dari mahasiswa,” jelas
Sekretaris IPIRELs ini.
Dalam diskusi buku tersebut, Faris menjelaskan bahwa ketertarikan
pergerakan mahasiswa Indonesia salah satunya adalah mobilisasi
masyarakat. Dengan mobilisasi masyarakat tersebutlah yang membuat
mahasiswa suka melakukan demonstrasi.
”Menurut kebanyakan gerakan mahasiswa, bahwa hal yang menarik adalah
mobilisasi masyarakat. Sehingga mahasiswa sangat suka turun ke jalan
melakukan demonstrasi. Akan tetapi mereka lupa untuk memperkaya
intelektual sebagai mahasiswa,” jelas dosen HI UMY ini.
Faris menerangkan bahwa gerakan mahasiswa yang terpaut atau
berafiliasi dengan partai politik tertentu akan mengakibatkan hilangnya
idealisme pergerakan mahasiswa tersebut.
"Dapat kita lihat, jika suatu pergerakan mahasiswa berafiliasi pada
partai politik tertentu. Maka idealismenya sebagai mahasiswa akan
tereduksi,” terangnya.
Faris juga menambahkan bahwa gerakan mahasiswa dalam struktur pengambilan kebijakan di pemerintahan terletak di pressure group
(kelompok penekan), selain itu pemerintah juga melihat ke gerakan
mahasiswa karena gerakan mahasiswa lebih terstruktur dan terorganisir.
“Gerakan mahasiswa terletak di bagian kelompok penekan dalam
pembentukan kebijakan oleh pemerintah. Selain itu pemerintah melirik
gerakan mahasiswa karena lebih terstruktur,” tambahnya. (syah)
Sumber: www.hi.umy.ac.id